RADARSEMARANG.COM, Batang – Rasa cinta tanah air dan menghargai segala perbedaan tergambar dalam pawai kebhinekaan yang digelar warga Desa Kutisari, Kecamatan Gringsing, Sabtu (20/8) lalu.
“Semua warga Desa Kutosari terlibat dari anak-anak sampai orang tua. Khusus untuk anak-anak PAUD dan TK rute yang ditempuh hanya separo perjalanan,” ujar Tri Laksito selaku ketua panitia.
Kreativitas kebhinekaan mewarnai hampir semua peserta. Ragam budaya, suku, kepercayaan, dan etnis lebur menjadi satu. Ada yang mengenakan pakaian adat, kostum mewah dengan berbagai aksesoris, ada yang cosplay menjadi mak lampir, dan sebagainya.
Koordinator lapangan Sutrisno menambahkan, peserta karnaval diwajibkan membuat kreativitas sendiri. Tidak boleh memakai bekas karnaval milik daerah lain. Juga tidak boleh menampilkan sesuatu yang bisa menyinggung pihak lain.
“Semua buatan sendiri baik busana, ogoh-ogoh, miniatur tank dan lainnya. Marching Band juga kita ambil dari SMPN 1 yang lokasinya di Desa Kutosari,” tandas Sutrisno.
Menurutnya, karena batasan inilah karnaval terlihat indah, kreatif dan teratur. Tidak ada peserta yang berpenampilan aneh-aneh dan tidak jelas. Sebanyak 46 regu tercatat ikut memeriahkan dari RT, sekolah, instansi dan perusahaan. Beragam budaya adat hasil rancangan sendiri ditampilkan dengan apik dan mewah.
Pemanfaatan limbah plastik menjadi daya tarik tersendiri. Plastik kresek, sampah dedaunan, dan kertas koran, diubah menjadi gaun yang artistik. Ada juga aksi teatrikal yang menampilkan suasana saat Romusha membangun rel kereta api.
Waktu persiapan selama dua bulan memberi peserta banyak kesempatan untuk membuat hasil karya sesuai keinginan.
Kades Kutosari Teguh Pamudji merasa puas dengan kreativitas warganya dan berhasil mempersatukan semua perbedaan. “Desa Kutosari menjadi lokasi istirahat bus antar kota terbesar se-Jawa dan dihuni masyarakat yang homogen. Tapi kami selalu bersatu dan membuang semua perbedaan,” ujar kades. (yan/zal)