27 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Kedelai Lokal Tak Menguntungkan, Dorong Pengembangan Edamame

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Batang – Harga kedelai di pasaran terus meroket. Ketergantungan dengan produksi kedelai luar negeri belum bisa diatasi. Dinas Pangan dan Pertanian (Dispaperta) Batang pun mendorong petani untuk mengembangkan kedelai edamame. Varietas itu dianggap lebih menguntungkan.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian (Dispaperta) Kabupaten Batang Susilo Heru Yuwono menjelaskan, faktornya adalah menanam kedelai tidak menguntungkan bagi petani. Menurutnya, kedelai lokal ukurannya kecil-kecil. Kondisi itu kurang menarik bagi pengrajin tempe dan tahu. Sehingga mereka lebih memilih kedelai impor. Petani pun enggan menanam kedelai karena hasil panennya terbilang sedikit.

Menurutnya, kalau kedelai bisa panen hingga tiga ton per hectare, petani akan tertarik menanam. Sekarang, panen petani hanya 1,5 ton dan harga Rp 8 ribu per kilogram, mereka hanya bisa mendapatkan Rp 12 juta. Dipotong pupuk hingga tenaga dan kepemilikan lahan yang rata-rata 0,3 hektare. Petani per bulan hanya bisa dapat keuntungan Rp 1 juta.

“Jadi, petani kalau menanam kedelai itu tambah miskin. Saya tahun kemarin diminta menanam sekian ribu hektare tidak mau,” tegas Heru saat ditemui di kantornya, Senin (21/2).

Di luar varietas kedelai untuk produksi tahu dan tempe, pihaknya kini sedang mengembangkan pertanian kedelai edamame. Ada 36 hektare lahan pertanian disiapkan untuk klaster tersebut. Kedelai jenis itu diproduksi untuk keperluan ekspor, sebagian untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Kedelai edamame biasa dimanfaatkan untuk produksi susu kedelai.

Pihaknya pun menginginkan, para ahli pertanian agar bisa meneliti hal tersebut. Bagaimana cara menanam kedelai yang bisa menghasilkan tiga ton per hektare dan ukurannya besar. “Saya berharap ada pakar pertanian yang mau turun gunung. Mereka dibayar, dikasih penghargaan, sudah profesor kalau tidak mampu kan repot,” tandasnya.

Sementara itu, pengrajin tahu di sentra produksi tahu di Dukuh Kebonan, Proyonanggan Utara, Kecamatan Batang, tetap bertahan memproduksi tahu. Walaupun harga kedelai terus meroket. Beberapa bulan lalu harga kedelai masih berkisar Rp 7,5 ribu, kemudian merangkak naik di harga Rp 9 ribu. Saat ini harga kedelai impor merangsek di harga Rp 11 ribu.

Salah satu pengrajin, Amang Adiwiyoto memilih tidak mengurangi ukuran tahu. Ia lebih memilih untuk mengurangi jumlah produksinya. “Karena kalau dikurangi ukurannya kami sudah punya patokan tersendiri berdasarkan jumlah bahan baku, sehingga kami lebih memilih untuk mengurangi jumlah produksi saja,” tuturnya.

Sebelumnya, ia bisa memproduksi tahu hampir 200 kuintal. Saat ini hanya 150 kuintal perharinya. “Ini dari saya dijual Rp 420 per potong, kalau sebelumnya Rp 400, naik perlahan sedikit sedikit ya walaupun kadang ada yang protes, memang kalau harganya yang dinaikkan agak berat ke konsumennya,” ujarnya. (yan/zal)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya