RADARSEMARANG.COM, Batang – Sebagai ibu kota kabupaten, Kecamatan Batang kini diprioritaskan dalam hal pembangunan. Wilayah dengan 21 desa dan kelurahan itu selama ini dianggap kurang mendapat perhatian khusus. Hal itu disampaikan dalam Musrenbang Kecamatan Batang di pendopo kecamatan, Selasa (15/2).
Anggota dewan Dapil Batang 1 dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Batang, Nur Untung Slamet mengatakan, sudah saatnya Kecamatan Batang ditata. Adanya Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) di Kecamatan Gringsing harus diimbangi dengan penataan ibukota kabupaten. Ia menilai Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) Batang terbilang rendah. Bahkan ada satu kelurahan yang nilai Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)-nya melebihi kecamatan.
“Masa PIK Batang kalah dengan Kecamatan Bawang. Kecamatan Bawang Rp 1,330 miliar sementara Batang hanya Rp 1,289 miliar. Karena Kecamatan Batang sebagai ibukota kabupaten, sebagai tolak ukur bahwa pembangunan di Kabupaten Batang berjalan lancar, maka Ibukota Kabupaten Batang harus diperhatikan dan diprioritaskan,” kata Untung dalam Musrenbang, Selasa (15/2).
Menurutnya, Kecamatan Batang sebagai ibukota kabupaten harus dibedakan dengan kecamatan lain. Pihaknya pun siap mendukung dan mengawal penataan di Kecamatan Batang. Salah satunya dengan mendukung usulan pembangunan kantor kecamatan. Bantuan Pokir atau Pokok-Pokok Pikiran Anggota DPRD akan diberikan senilai Rp 800 juta. “Manakala anggaran pembangunan kantor kecamatan habis Rp 1,5 miliar, maka sisanya yang bertanggung jawab bapak kepala Bapelitbang Kabupaten Batang,” cetusnya.
Sementara itu, Camat Batang, Luksono Pramudito menyampaikan bahwa wilayahnya punya persoalan yang kompleks. Pihaknya menginginkan adanya kenaikan PIK di tahun 2023, yaitu sebesar Rp 2 miliar. “Kenaikan PIK itu hanya untuk memudahkan kami untuk mengambil dan menerima aspirasi dari masyarakat,” ucapnya.
Selain itu, Kecamatan Batang memiliki sembilan kelurahan yang perlu perhatian lebih. Ia prihatin kondisi jalan-jalan di lingkungan kelurahan rata-rata banyak mengalami kerusakan. Sementara kelurahan punya keterbatasan anggaran, tidak seperti pemerintahan desa. Padahal penyumbang pajak dari PBB terbesar adalah kelurahan.
Pihaknya selama ini sangat mengandalkan dana kelurahan yang sudah berjalan tiga tahun itu. Keberadaannya dinilai efektif, karena jalan-jalan lingkungan kelurahan tidak membutuhkan biaya yang besar.
“Kami dapat info, dana itu tidak ada tahun ini. Harapan kami, tahun depan atau di perubahan 2022 ini dana kelurahan diadakan kembali. Tidak usah banyak-banyak, yang pasti pak lurah bisa membangun di kelurahannya masing-masing,” tandasnya. (yan/wan/web/bas)