RADARSEMARANG.COM, Batang – Hibah budidaya cacing olen Pemkab Batang dipersoalkan beberapa kalangan. Terkait keputusan mengenai hibah cacing ataupun proses pelaksanaannya. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) selaku pengampu kebijakan menyatakan tidak ada petunjuk spesifik terkait budidaya cacing.
Bebas dibelikan sesuai kebutuhan, ataupun untuk perawatan ke depan. Aturan hanya mengatur jenis cacing yang bakal dibudidaya. “Yang penting barang (cacing) sampai di sini (pengurus RT), ada nota pembelian. Sesuai kondisi di lapangan. Tapi prinsip-prinsip akuntabilitas SPJ harus diterapkan,” ujar Kepala Dispermades Kabupaten Batang Agung Wisnu Barata melalui perwakilan Bidang Kelembagaan, Adat dan Sosial Budaya Budi Utomo Senin (15/3/2021).
Berkaitan dengan dugaan hibah cacing yang dimonopoli, hingga menguntungkan satu kelompok, ia menjelaskan tidak ada keharusan untuk membeli cacing melalui paguyuban.
Ada dua RT yang tidak mengajukan pencarian dana hibah penanganan Covid dari 4.031 RT di Kabupaten Batang. Keduanya berasal dari Karangasem Utara dan Sambong, Kecamatan Batang.
Anggaran yang diberikan Rp 2,5 juta. Terdiri dari Rp 1 juta untuk 100 masker, dengan ketentuan pemberdayaan masyarakat setempat. Jika tidak memungkinkan bisa membeli dengan batasan lingkup desa. Selanjutnya, Rp 750 untuk budidaya sayuran atau perlengkapan cuci tangan, dan Rp 750 untuk dibelikan cacing atau lebah madu.
Sekitar 3 ribu RT memilih program budidaya cacing. Sementara untuk program budidaya lebah madu ada seribuan RT. “Pencairan itu wujudnya uang tunai. Pengurus RT yang membelanjakan sesuai peruntukannya,” ucapnya.
Pencairan dilakukan menggunakan virtual account dari Bank Jateng. Dilakukan di tiap kecamatan. Kecuali di Kecamatan Subah dan Batang. Pembagian dilakukan di desa, tanpa kehadiran perwakilan Bank Jateng.
Budi juga tidak bisa menjelaskan alasan ketetapan pemilihan budidaya cacing. “Sudah ditentukan. Dispermades tidak tahu, tiba-tiba sudah muncul peruntukannya untuk budidaya cacing atau lebah madu,” jelasnya.
Berkaitan dugaan kekurangan cacing yang diberikan, pihaknya siap menagihkan, meninjau langsung, serta memanggil pihak-pihak terkait. “Itu persoalan antara penyedia dengan pengelola hibah. Mereka harus menagih ke penyedia barang,” tegasnya.
Ia langsung menghubungi beberapa kasi PMKS di tingkat kecamatan. Memastikan ada tidaknya kekurangan cacing yang diberikan. Pengurus kecamatan yang dihubungi dari Gringsing, Reban, Warungasem, Wonotungal, Subah, dan Batang. Beberapa kecamatan menyatakan cacing sudah tuntas diberikan 10 kilogram di tiap RT-nya.
Ada keluhan dari warga di Warungasem, mereka bingung karena tidak ada pembinaan. Akhirnya dikumpulkan jadi satu, dan ada juga yang sudah mati. Sementara di Subah, ada dua RT yang belum melakukan pembayaran. Sedangkan cacing sudah diberikan. “Tetap dicek lagi, walaupun SPJ sudah selesai,” tegasnya.
Selain itu, pertanggungjawaban pengelolaan cacing diberikan sepenuhnya kepada penerima. Tidak dijelaskan siapa yang berhak melakukan perawatan. Keterangan yang diberikan hanya pengurus RT sebagai penerima hibah cacing tersebut. Selanjutnya, uang hasil panen masuk rekening warga bersama. Bukan milik pengurus RT.
Mengenai pascapanen, pihaknya mengatakan cacing tersebut bakal dibeli paguyuban. Harga jualnya belum diketahui secara menyeluruh. Serta belum diketahui bakal diolah menjadi apa. Bersamaan dengan hibah tersebut, muncul dana pendampingan program di tingkat desa. Jumlahnya Rp 2 juta. Pembagiannya Rp 1 juta untuk PKK, dan Rp 1 juta untuk desa. Namun dana tersebut urung digunakan, dan dikembalikan karena susah untuk peng-SPJ-an di akhir tahun.
Hal tersebut menghambat pendampingan, pengawasan, sosialisasi, dan lainnya di tingkat desa. Selain itu, di tingkat kecamatan dana pendampingan diberikan sebesar Rp 5 juta. Dananya dibagi dua, Rp 2 juta diperuntukkan untuk PKK. Sementara sisanya untuk kecamatan. (yan/lis)