RADARSEMARANG.COM, Batang – Korban keracunan ikan tongkol masal di Kabupaten Batang tak curiga saat menerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Mereka merasa bersyukur mendapatkan bantuan, walaupun kondisi ikan tongkol dianggap kurang baik. Namun siapa sangka, ikan bantuan tersebut justru membawa petaka. Sebanyak 49 warga tiga kecamatan di Batang mengalami keracunan masal setelah mengonsumsi ikan bantuan tersebut. Mereka tersebar di Kecamatan Blado, Reban dan Tulis.
Salah satu korban keracunan, Sri Nuryati, 30, warga Dukuh Jambangan RT 1 RW 1 Desa Selopajang Barat, Kecamatan Blado, Batang, menjelaskan, kondisi ikan yang didapat dalam keadaan berlendir. Mata ikan sudah berwarna merah pekat. “Paket ikan tongkol tersebut berisi empat ekor, dibungkus plastik bening. Warna ikannya sudah menghitam,” kata Sri Nuryati saat ditemui RADARSEMARANG.COM di rumahnya, Jumat (19/6/2020).
Ia telah mencuci berkali-kali ikan yang didapat dan mendapati air bekas cucian ikut berwarna hitam pekat. Warna hitamnya seperti ikan bantuan tersebut. Ikan itu kemudian digoreng bacem dengan bumbu. Setelah menyantap ikan tongkol goreng bacem itu, Sri mengaku mengeluh pusing kepala.
“Kepala saya pusing sekali, badan panas semua, perutnya perih dan tenggorokan seperti ditusuk-tusuk duri. Saya juga muntah berkali-kali, habis isi perut sampai badan lemas. Saya lalu dibawa ke Puskesmas Blado, tapi di sana penuh, akhirnya pindah ke Puskesmas Wanakerta,” jelas Sri, yang kemarin masih merasakan pusing.
Menurut Sri, bantuan yang didapat berupa beras 13 kilogram, telur 9 butir, kacang ijo seperempat kilogram, kentang 4 buah, dan ikan tongkol 4 ekor. Ia mengambil bantuan tersebut di Balai Desa Selopajang Barat, Rabu (17/6/2020) pukul 17.00. Sampai di rumah langsung dimasak, dan pukul 18.30 sudah matang.
Ada dua orang yang memakan ikan tongkol tersebut. Ia dan satu anaknya. Sri memakan bagian ekor yang sudah hitam pekat. Bau ikanya juga tidak segar. Hanya selang beberapa menit, ia langsung keracunan. Tapi, anaknya tidak merasa demikian. Sebelum Isya’ ia pun dilarikan ke puskesmas terdekat.
“Di dukuh sini ada dua korban, cuma saya yang agak parah, sementara satu korban lain keracunan ringan. Saya sudah habis satu infus, jam satu malam saya pulang. Aslinya disuruh nambah infus lagi. Saya dapat santunan Rp 300 ribu, diserahkan pas di rumah sakit. Buat ganti beli beras katanya,” ceritanya.
Dikatakan, ada 23 warga Dukuh Jambangan yang mendapatkan bantuan BPNT, sementara dari grup PKH hanya 13 orang. Setelah kejadian itu, Ketua RT setempat langsung mengumumkan melalui pengeras suara di masjid agar warganya tidak mengkonsumsi ikan tongkol bantuan BPNT. Ia mengumumkan hal tersebut karena mendapat kabar dari desa lain.

Berbeda dengan Sri yang memperoleh santunan, Tambar, 34, warga Dukuh Blumbang RT 1 RW 2 Desa Selopajang Timur, Kecamatan Blado tidak mendapatkan santunan tersebut. Padahal tiga orang di rumahnya menjadi korban keracunan ikan tongkol tersebut. Fatimah, 80, ibu Tambar mengalami keracunan terparah. Sementara Cika Elista, 11, anak Tambar, hanya mengalami keracunan ringan.
Ia juga terpaksa membayar pengobatan di Puskesmas Reban, sebelum mendapatkan pengobatan gratis di Puskesmas Blado. “Saya ambil bantuan sekitar pukul 13.00 di Balai Desa Selopajang Timur. Setelah mengambil bantuan, ikan langsung diolah, dicuci sampai bersih kemudian digoreng,” jelas Tambar.
Ia menuturkan, ikan bantuan tersebut kondisinya sudah tidak layak. Kondisi ikan sudah menghitam dan dagingnya berwarna merah. Selain itu, perut ikan juga sudah rusak. Saat dicuci menyisakan rasa gatal di tangan.
Tambar, ibunya, dan anaknya mengalami reaksi keracunan selang setengah jam setelah mengonsumsi ikan tongkol tersebut. Gejala yang timbul seperti mual, pusing, panas sebadan dan nafas sesak.
Ibunda Tambar dilarikan ke Puskesmas Reban dengan biaya pengobatan ditanggung sendiri saat siang hari setelah mengalami gejala tersebut. Kemudian dibawa ke Puskesmas Blado pada malam hari kurang lebih pukul 22.00 dan tidak dikenai biaya pengobatan.
Ikan tongkol sisa konsumsi sudah dibawa oleh aparat setempat. Usai kejadian itu, Ketua RT juga mengumumkan ke warga untuk tidak lagi mengonsumsi ikan bantuan tersebut.
Tambar juga menuturkan, tetangganya yang telanjur mengonsumsi ikan dari bantuan Kemensos juga mengalami gejala keracunan, tapi dengan gejala yang ringan. Di desanya, terdapat 4 orang dengan gejala keracunan yang cukup parah. Ia sendiri langsung minum susu sebagai penawar usai mengalami gejala keracunan.”Saat berobat ke Puskesmas Blado, saya bertemu dengan 11 pasien keracunan, Pasien didominasi orang tua (dewasa, Red.),” ucapnya.
Kepala Desa Selopajang Barat yang juga Koordinator Kades, Sutarno, menjelaskan, kondisi ikan sangat memperihatinkan. Dibungkus plastik dan dalam keadaan tidak utuh, plastik tersebut dibungkus dalam karung. “Ikannya basah, rawan membusuk. Tidak tahu aman atau tidak jika dikonsumsi,” ujarnya.
Atas kejadian tersebut, Ketua DPRD Batang Maulana Yusup pun meminta pihak terkait untuk bertanggung jawab. Terutama dalam menyeleksi suplayer bantuan BPNT tersebut. Pemkab Batang harus mengetahui alur distribusi seperti apa, apakah sudah diperiksa, dicek kualitasnya, dan apakah layak konsumsi atau tidak. Walaupun bantuan tersebut dari pusat, harus jelas kredibilitasnya
“Aparat hukum harus mengusut kasus ini sampai tuntas, jangan sampai ada yang menari di atas luka orang lain, dengan mencari keuntungan di tengah warga yang kesusahan dengan memberikan bantuan yang tidak layak konsumsi,” tandasnya.
Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan Humas Kemensos Salahuddin Yahya mengatakan, pihaknya masih melakukan investigasi atas kasus keracunan masal ikan tongkol yang dialami warga Batang tersebut.
Dikatakan, pihak Kemensos sejauh ini hanya menggelontorkan anggaran BPNT. Sedangkan pengadaan sembako dan ikan tersebut dilakukan lewat E-Warung ataupun koordinator di daerah. “Kami belum tahu pengadaan ikan itu oleh siapa. Apa koordinator atau lewat E-Warung. Kami masih mengumpulkan data,” kata Yahya saat menghubungi koran ini. (yan/aro/bas)