RADARSEMARANG.COM – Media konvensional tidak akan termakan oleh perkembangan zaman. Dengan catatan, terus berinovasi dan menghadirkan sesuatu yang baru. Tak dipungkiri, keberadaan media digital saat ini memengaruhi eksistensi media mainstream. Seperti televisi, koran, dan radio.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Sunarto menilai perlu kajian untuk menilai seberapa kuat media lama bertahan karena tergeser dengan media baru.
Saat ini media televisi, koran, dan radio sudah cukup terganggu dengan hadirnya media online dan media sosial seperti Intstagram, Facebook. Bahkan, adanya Tiktok, Snack Video, diakuinya membuat orang tidak perlu lagi menonton televisi karena sudah terhibur.
“Kapannya itu butuh kajian ilmiah. Tapi kekuatan bisnis media berbeda-beda. Saya akui media yang masih komprehensif dengan kreativitas seperti Jawa Pos dalam variasi berita lebih dari yang lain, masih bisa bertahan. Sekali lagi, jika bertahan berapa lama tergantung kekuatan bisnis,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Menurut Sunarto, masyarakat masih berkeyakinan media konvensional tetap unggul. Hal itu berdasarkan fakta dan kerja jurnalistik yang mengandalkan cek and ricek, sehingga informasi yang disajikan berkualitas. Berbanding terbalik dengan konten kreator di media baru yang hanya mementingkan klik, viewers dan monetisasi.
“Saya sangat apresiasi dengan Jawa Pos yang memiliki rubrik ‘Ini Hoax atau Bukan’. Saya disadarkan, dengan adanya orang semena-mena menyebarkan informasi, rubrik ini mewadahi pembaca. Ini salah satu keunggulannya. Kebertahanan media konvensional itu harus menghadirkan sesuatu yang berbeda,” tambahnya.
Ia menjabarkan, dari aspek konten untuk media konvensional seperti koran, dalam hal kenyamanan untuk kalangan generasi tua sangat cocok. Namun, terkadang terkendala realita, karena satu dan lain hal harus membuka media online. Diakuinya, dengan gadget banyak alternatif yang bisa diakses dengan cepat. Hal ini sangat memengaruhi pembaca.
“Harus saya katakan apa yang disajikan media baru sangat cepat dan bervariasi. Muncul juga cupkikan video singkat di snack video,” ujarnya.
Masalahnya, tidak semua konsumen sadar dengan keaktualan berita, sehingga tetap membutuhkan media konsvensional untuk mengkroscek.
“Bagi saya tidak bisa meninggalkan media konvensional, karena tingkat akurasi dan kode etik media masih di atas online,” tegasnya. (ifa/zal)