RADARSEMARANG.COM – Jawa Tengah (Jateng) salah satu provinsi yang memelopori transisi penggunaan energi fosil menjadi energi baru terbarukan.
Selama masa kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo-Wakil Gubernur (Wagub) Taj Yasin Maimoen, Jateng terus mengampanyekan penggunaan energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
“Kami punya tekad, Jateng Solar Provence, provinsi yang basis energinya terbanyak dari matahari. Kenapa ini duluan yang dicanangkan oleh beliau-beliau, pimpinan kita di Jateng, karena matahari itu energi gratis,” kata Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko saat mendampingi Wagub Jateng Taj Yasin menyerahkan bantuan PLTS Atap di Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin, di Desa Mantrianom, Kabupaten Banjarnegara, Jumat malam (12/8).
Hingga saat ini di Provinsi Jateng memiliki pembangkitan listrik dari PLTS hingga mencapai 300 megawatt. Menurutnya, capaian ini lantaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota didorong untuk menggunakan PLTS. Selain itu, banyak sektor industri juga mengikuti kampanye Jateng Solar Province yang dicanangkan.
Gerakan tersebut diawali dengan pembangunan PLTS di kantor Dinas ESDM Jateng pada tahun 2017. Setahun kemudian diikuti oleh beberapa kantor lainnya. Setelah itu Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menginstruksikan ke SKPD termasuk bupati/wali kota, agar memasang PLTS di kantor-kantor pemerintahan. Kemudian, anggaran pemasangan PLTS juga menyasar ke sektor bangunan ruang publik seperti sekolahan dan pondok pesantren. Namun, lantaran pandemi Covid-19, rencana pemasangan PLTS diperluas hingga menyasar ke usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“Kami bantu juga untuk UMKM agar punya energi gratis. Sampai hari ini kami kembangkan, bahkan dari APBN juga memperhatikan ini. Akhirnya Jateng dalam konteks transisi energi antarprovinsi di tingkat nasional, termasuk yang baik dan jadi pelopor,” paparnya.
Lebih jauh, Sujarwanto menjelaskan PLTS dapat memberikan keringanan, khususnya pada sektor publik seperti UMKM, sekolah, dan pondok pesantren. Apalagi, yang membutuhkan listrik untuk produksi pada siang hari akan terasa jauh efisien.
Dia mencontohkan, bantuan PLTS di salah satu UMKM kerajinan rotan dan mebel di Desa Trangsan, Sukoharjo. Untuk alat produksi penekuk rotan dan mesin ketam yang memerlukan daya besar, dapat disuplai listriknya secara gratis melalui tenaga matahari. Bahkan, di sektor pertanian, energi tenaga surya bisa digunakan untuk menghidupkan mesin pompa air untuk mengairi sawah.
“Kalau pakai energi PLN (listrik batubara) harus berapa membayarnya. Pertanian juga sama, sudah mulai jalan. Saya kasih contoh di Purworejo, Kebumen, ternyata ramai-ramai petani melakukan pengairan, tidak lagi pakai diesel, tapi pakai surya,” tuturnya.
Menegaskan, Taj Yasin Maimoen, bantuan PLTS dari pemerintah memang disasarkan ke sektor publik seperti sekolah dan pondok pesantren. Kata dia, salah satu persoalan di ponpes adalah biaya listrik yang relatif besar. Oleh karenanya, PLTS ini diharapkan bisa memberikan keringanan bagi pengasuh ponpes.
Wagub juga berharap pemanfaatan energi matahari ini dapat dilakukan oleh seluruh pihak. Dia menilai, Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa ini memiliki suplai panas matahari berlimpah harus bisa memanfaatkannya dengan baik.
“Manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan matahari. Kita punya energi yang besar dan gratis. Ayo kita manfaatkan dengan maksimal. Kita dekatkan (PTSL) ini dengan pesantren, agar nantinya mereka bisa ikut mempelajari dan turut membantu masyarakat lainnya,” imbuh wagub. (ahr/ida)