RADARSEMARANG.COM – Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada kuartal II 2022 secara tahunan (year on year/yoy) mencapai 5,66 persen. Pertumbuhan ekonomi Jateng ini, lebih baik dari angka nasional yang mencatatkan 5,44 persen (yoy). Gubernur Jawa Tengah (Jateng) menilai hal itu merupakan kerja kolektif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, pertumbuhan ekonomi Jateng pada kuartal II tahun 2022 secara tahunan (year on year/y-o-y) mencapai 5,66 persen. Lebih menggembirakannya, pertumbuhan ekonomi Jateng ini lebih baik dari angka nasional yang mencatatkan 5,44 persen (y-o-y).
Kepala BPS Jateng Adhi Wiriana menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tersebut berdasarkan hasil pantauan dari sekitar 17 lapangan usaha y-o-y. Kendati begitu, jika dilihat per triwulanan (quartal to quartal/q-to-q), pada quartal kedua tahun 2022 (kuartal II-2022) ini, ekonomi Jateng tumbuh 1,47 persen. “Ini menunjukkan adanya sedikit perlambatan dibanding kuartal sebelumnya yang mencatat tumbuh 1,71 persen (kuartal I-2022),” tuturnya.
Namun jika dilihat dari perbandingan per semester (cemester to cemester/c-to-c), pertumbuhan ekonomi Jateng pada semester 1-2022 adalah 5,39 persen. Sedangkan, pada semester 1-2021 tumbuh lebih besar 2,58 persen.
“Meski begitu, catatan BPS, laju pertumbuhan ekonomi di Jateng selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Capaian ini ditunjukkan sejak kuartal IV-2021 yang mencapai 5,42 persen, sementara nasional 5,02 persen,” jelasnya.
Pada kuartal I-2022 pertumbuhan ekonomi Jateng mencatat 5,12 persen dan kuartal II-2022 sebesar 5,66 persen. Pada periode yang sama, pertumbuhan ekonomi nasional mencatat masing-masing 5,01 persen dan 5,44 persen.
Artinya, pertumbuhan ekonomi Jateng baik di Triwulan I dan II 2022, di atas angka nasional. Bahkan sejak triwulan IV 2021 lebih tinggi di atas angka nasional. “Kecuali pada triwulan II dan III 2021, Jateng berada di bawah nasional. Perbaikan ekonomi sejak triwulan IV 2021 sampai triwulan II-2022 relatif mengangkat Jateng di atas rata-rata angka nasional,” sebutnya.
Secara tahunan, lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah sektor transportasi dan pergudangan 89,34 persen, jasa lainnya 18,70 persen dan penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 18,44 persen. Sementara, secara q-to-q (II-2022 dengan I-2022) lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah transportasi dan pergudangan sebesar 25,60 persen, administrasi pemerintahan, pertanahan dan jaminan sosial wajib sebesar 10,76 persen. Adapula penyediaan akomodas dan makan minum sebesar 9,63 persen.
“Sektor transportasi dan pergudangan berperan sangat tinggi dalam pertumbuhan ekonomi Jateng karena mencapai 89,34 persen (y-o-y). Ini perlu kita syukuri karena salah satunya hikmah adanya Jalan Tol Trans Jawa, termasuk yang menghubungkan Semarang-Solo, sehingga mobilitas masyarakat untuk kerja, berwisata, dan sekolah, terjadi peningkatan signifikan,” sebutnya.
Adapun, perekonomian Jateng pada kuartal II 2022 berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), ekonomi Jateng pada kuartal I-2022 mencatatkan Rp 257,60 triliun, sedangkan pada kuartal II-2022 mencapai Rp 261,40 triliun. Bilamana dibandingkan kuartal II-2021 ADHK mencatatkan Rp 247,40 triliun.
Sementara berdasar Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) pada kuartal II-2021 sebesar Rp 350,54 triliun, kuartal I-2022 sebesar Rp 375,68 triliun dan kuartal II-2022 sebesar Rp 385,12 triliun.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengapresiasi pertumbuhan ekonomi Jateng yang di atas rata-rata nasional. Menurutnya, capaian itu merupakan hasil kerja kolektif Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng dan pemerintah daerah di 35 kabupaten/kota di Jateng, dalam membuka kemudahan investasi.
“Ini kerja kolektif. Teman-teman bupati dan wali kota telah membuka diri untuk investasi, kemudahan investasi. Menurut saya kontribusi ini luar biasa,” kata Ganjar.
Hal itu dibuktikan dari analisis data sains terkait instrumen-instrumen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang selalu dilakukan kabupaten/kota. Dalam hal ini, Pemprov Jateng juga melibatkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperoleh informasi yang akurat dan benar.
“Kami selalu bekerja sama dengan BI dan OJK agar kita selalu mendapatkan informasi yang benar dengan data sains. Kemudian dianalisis dan dipakai dengan kondisi makro yang diterjemahkan sampai pada pengambilan keputusan. Mudah-mudahan ini membantu,” kata Ganjar.
Apalagi sektor infrastruktur masih tinggi dalam menyuplai pertumbuhan ekonomi. Termasuk dengan sektor pertanian yang tinggi dan memiliki nilai tukar bagus di Jateng. “Alhamdulillah nilai tukar kita bagus ya di petani, mudah-mudahan ini kabar baik,” katanya.
Sektor-sektor yang sudah menyuplai pertumbuhan ekonomi tinggi tetap harus diberikan pendampingan. Tentunya untuk menjaga stabilitas di tengah terpaan eksternal yang tidak ringan. “Presiden kemarin bilang, tahun ini kita siap-siap. Ingat, tahun depan belum tentu baik,” ungkap Ganjar.
Gubernur Ganjar Sukses Turunkan Inflasi 0,69 Persen
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, meski tingkat inflasi di Jateng mencapai 4,97 persen pada Juni 2022, namun Juli inflasi Jateng berhasil turun 0,69 menjadi 4,28 persen. Bahkan Juli inflasi Jateng lebih rendah dibanding nasional 0,64 persen.
Di Jateng sendiri ada enam kota dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) paling tinggi, di antaranya Kota Semarang dan Kota Tegal yang mencapai 0,59 persen. Namun dari tahun ke tahun, inflasi terbesar ada di Cilacap yaitu 6,78 persen, Solo 6,63 persen dan Tegal 6,56 persen. Artinya, di Semarang lebih rendah secara tahun ke tahun 4,87 persen.
“Tapi secara umum, seluruh kota di IHK itu semua mengalami inflasi. Karena memang ada momen tertentu seperti penyesuaian harga BBM baik Pertaminadex atau Dexlite,” kata Kepala BPS Jateng Adhi Wiriana.
Komoditas penyebab inflasi di Jateng adalah cabai merah, bawang merah, tarif angkutan umum, angkutan udara, dan rokok kretek. “Kondisi inflasi dan deflasi tergantung tiga faktor yakni uang beredar yang mana Juli lalu ada tunjangan gaji 13 sehingga uang beredar pun lebih banyak, mobilitas seperti 17 Agustus besok, serta uang sekolah yang gratis, dan lainnya,” katanya.
Penurunan inflasi di Jateng tak lepas dari upaya Gubernur Ganjar Pranowo yang memerintahkan jajarannya di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng untuk turut serta menekan laju inflasi dengan melakukan operasi pasar di enam daerah, yaitu Kota Semarang, Surakarta, Tegal Purwokerto, Kudus dan Cilacap.
“Harapannya Agustus nanti kalau terjadi inflasi tidak terlalu besar. Setidaknya bisa di angka 0,2 persen atau bisa deflasi. Ini juga tidak hanya kebijakan di Jateng tapi juga kebijakan nasional,” ucapnya.
Selain itu, Ganjar juga meminta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jateng untuk mengevaluasi kebutuhan dunia dagang dan industri saat ini. Khususnya dalam menyikapi kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang sedang terjadi. Dalam hal ini meminta Kadin untuk bisa mendesain bersama dengan dinas-dinas terkait agar dapat keluar dari kondisi sulit.
Ganjar juga menggerakkan BUMD, misalnya PT Citra Mandiri Jawa Tengah (CMJT) Perseroda dengan memberikan penugasan public service obligation (PSO) agar meng-cover beberapa komoditas yang berpotensi naik harga. Begitu juga terkait potensi kenaikan harga gas dan pupuk.
Ganjar juga mendorong petani untuk bisa membuat pupuk sendiri. Ganjar mengatakan, hari ini masyarakat perlu diajari untuk memanfaatkan lahan yang ada di sekitar rumahnya. “Maka kita hati-hati. Umpama minyak, pertalite ini mau naik apa nggak. Kalau naik berarti menjadi satu kebijakan dan pasti akan mendorong inflasi. Maka saya minta mereka (Kadin, red) terjun,” kata Ganjar.
Sementara itu Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Fx Sugiyanto mengatakan, meski mengalami penurunan, Pemerintah Provinsi Jateng mesti harus selalu waspada. “Kita perlu siap-siap untuk kemungkinan terburuk, walaupun itu belum terlalu buruk dibandingkan banyak negara,” kata Sugiyanto.
Selain itu, ada juga tantangan yang menurut FX Sugiyanto mengkhawatirkan. Terutama tentang harga bahan pangan yang bergantung pada impor. Jadi ada dua komoditas yang menentukan, namun di sisi yang lain sebetulnya masih cukup baik yaitu Bank Indonesia belum mendorong kenaikan suku bunga. Walaupun di banyak negara lain sudah cukup meningkat.
“Tapi ini sekaligus indikasi bahwa inflasi kita akan sangat terpengaruh oleh pasokan barang pangan dan energi. Itu cost plus yaitu inflasi karena dorongan biaya,” tambahnya.
Dia berharap tidak ada kegagalan panen karena itu akan sangat membantu untuk menahan inflasi agar tidak meningkat tajam. Harapannya akan dibuka ekspor dari Ukraina untuk bahan makanan, sehingga akan lebih mengerem laju kenaikan inflasi. “Jadi dua sisi itu lebih pada sisi penawaran, bukan pada permintaannya,” ujarnya. (ahr/ida)