27 C
Semarang
Tuesday, 24 December 2024

Berkat Lapak Ganjar, UMKM Permen Coklat di Salatiga Dikenal sampai Luar Pulau Jawa

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Suasana sepi saat wartawan RADARSEMARANG.COM mendatangi rumah Emma Wilyama di Gamol, Jalan Dewi Kunti. Tidak ada aktivitas di bangunan semacam kios dengan tiga pintu lipat besi itu.

Usai mengetuk, sosok perempuan berkerudung hitam membuka salah satu pintu. Suara yang cukup lantang, ia menyapa dan mempersilakan masuk.

Di ruangan itu tampak satu kulkas warna abu-abu. Di sebelahnya ada kompor dua tungku dengan sebuah peralatan di atasnya. “Ya itu tempat memasak coklat,” ujar Emma memulai pembicaraan.

Emma adalah pengusaha UMKM permen coklat. Ia memulai usahanya pada tahun 2008. Awalnya dengan peralatan yang masih jadul. Menggunakan cetakan mika untuk membentuk permen. Bahannya hanya coklat blok dan coklat warna. Semua dipanaskan hingga cair, kemudian dibentuk sesuai keinginan.

Usahanya berkembang. Istri Arif Mustofa ini bahkan sempat memiliki tiga pekerja. Ada yang membuat, dan memasarkan. Namun datangnya pandemi korona membuatnya habis.

Namun pegawai di Dinas Sosial Provinsi Jateng ini tidak menyerah. Ia perlahan bangkit. Dengan modal awal belasan juta usahanya dimulai. Bersama dengan rekan-rekan asosiasi coklat saling support. Beberapa peralatan baru bisa dibeli dengan sistem arisan, seperti cetakan karet.

Meski belum ada pegawai, ia dibantu anak-anaknya. Ia sudah berusaha mencari pekerja yang tekun, tetapi belum dapat. Dia harus beradaptasi dengan hal baru di masa pandemi.

“Kemudian mendapatkan brosur lapak Ganjar. Iseng mencoba mengisi dan mengirimkan. Tanpa diduga, malah Pak Gubernur datang ke sini,” ujarnya bangga sambil menunjukkan beberapa foto saat Ganjar datang ke tokonya pada 12 April lalu.

Namun karena saat puasa banyak coklat yang terjual, ia pun menemui gubernur dengan seadanya. Tanpa dinyana, efek dari Lapak Ganjar sangat dirasakan. Sejumlah pesanan berdatangan. Tidak hanya lokal, namun hingga ke seberang pulau.

“Banyak yang ingin jadi reseller. Yang jelas makin terkenal,” terangnya sambil tertawa ringan.

Ia pun terus berinovasi. Juga melirik tempe sebagai bahan. Coklat tempe buatannya lumayan enak. Namun hanya diproduksi pada saat tertentu seperti pameran.

Sejumlah pelatihan pun didapat. Termasuk cara packing yang bagus agar kiriman bisa sampai di tujuan seperti yang diharapkan. “Kini masih mengurus label halal. Semoga segera lulus untuk mempermudah pemasaran,” ujar Emma.

Kreasikan Coklat dalam Berbagai Bentuk Piranti

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengunjungi Emma Wilyama, pelaku UMKM asal Kota Salatiga yang sukses membuat produk olahan coklat dan laku di pasaran. Olahan coklat yang dibuat Emma dalam berbagai bentuk yang tidak biasa. Ada bentuk pensil, boneka, angka, huruf hijaiyah, abjad dan bentuk unik lainnya.

“Lho ini pensil kan? Ini bisa di makan?,” tanya Ganjar saat melihat produk Emma, Selasa (12/4).

Merespon gurauan Ganjar, Emma membenarkan bahwa itu memang pinsil, tetapi dari coklat, sehingga aman untuk dikonsumsi. Memang bentuknya unik dan tidak biasa, tapi semuanya aman dikonsumsi.

“Bisa dimakan semua ini Pak. Sayangnya Bapak datang pas puasa, jadi nggak bisa nyicip,” ucapnya.

Emma mengaku kreativitas dan inovasi produk menjadi kunci suksesnya. Tertarik dengan berbagai bentuk coklat yang ditunjukkan Emma, Ganjar memesan sejumlah produk yang sudah selesai dibuat.

“Ini kreatif dan menarik sekali. Ada Bu Emma yang membuat olahan coklat dengan beragam bentuk. Dan ini sudah jalan 12 tahunan. Dengan kreativitas, produknya tetap laku meskipun di tengah pandemi,” kata Ganjar.

Semangat Emma ini, lanjut Ganjar, bisa ditiru para pelaku UMKM lainnya. Kreasi dan inovasi harus terus diasah agar bisa bertahan dalam kondisi apa pun.

“Seperti bu Emma ini, terbukti masih survive. Tinggal nanti di-trending-kan, (populerkan) dugaan saya pasti akan berkembang. Kalau hari ini buat coklat kecil (sedikit), nanti bisa jadi ada pesanan coklat besar (banyak) dan dari berbagai daerah di Indonesia,” pungkasnya.

Emma memilih membuat coklat dengan bentuk yang tidak biasa untuk menyesuaikan pangsa pasar.

“Karena ini target marketingnya untuk anak-anak kecil, jadi kita buat seperti ini. Kalau bentuknya menarik seperti ini, pasti anak-anak suka,” katanya.

Dalam sehari, Emma mengatakan bisa menghabiskan 5-10 kg coklat mentah. Coklat itu kemudian diolah menjadi berbagai bentuk dan dijual ke pasaran. Omzet Emma per bulan mencapai Rp 7 juta sampai Rp10 juta. (sas/zal)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya