RADARSEMARANG.COM, Semarang – DPRD Jawa Tengah berjanji akan mengawal pengawasan konflik tambang batu quarry di Desa Wadas, Purworejo, yang digunakan untuk proyek Bendungan Bener.
Komitmen itu disampaikan oleh anggota Komisi D DPRD Jateng Benny Karnadi di hadapan jajaran OPD Jateng terkait, pemrakarsa proyek BBWS Opak Serayu pada saat Audiensi Desa Wadas bersama belasan warga dan pendamping hukum di Ruang Rapat Lantai 4 Kantor DPRD Jateng, Senin (8/8).
“Kami akan kawal ini bersama-sama. Maka kami minta pendamping hukum untuk menyertakan kajian dampak lingkungan sebagai pembanding hasil riset milik pemerintah,” tegasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Pukul 13.00 audiensi dimulai. Pendamping hukum dan perwakilan warga Wadas menyampaikan keluh kesah serta tuntutannya. Pasalnya pemerintah tetap melanjutkan proyek tambang meski terdapat banyak penolakan.
Seperti yang sebelumnya diadukan, warga mengecam absennya keterbukaan pemerintah soal rencana pertambangan. Warga tidak dilibatkan sama sekali dalam pertimbangan ataupun pengambilan keputusan.
Selama ini warga hanya mendengar manfaat Bendungan Bener saat sosialisasi. Namun mereka tidak pernah menerima penjelasan dampak resiko penambangan dari pemerintah.
Pendamping hukum dari LBH Yogyakarta Salahudin menduga adanya manipulasi pada laporan AMDAL. Pasalnya warga mengaku tidak pernah diajak dialog terbuka, tapi hasil survei menyebutkan 84 persen warga Wadas setuju pada penambangan batu quarry.
“Padahal faktanya di lapangan saat konsultasi publik semua warga menolak. Kami curiga itu sosialisasi dilakukan kepada warga desa sebelah Wadas,” ungkapnya.
Ia menilai sejatinya gubernur memiliki wewenang untuk meminta pengkajian ulang dari respon penolakan warga. Namun sampai sekarang tak ada kelanjutan soal itu.
Di samping itu, warga menyampaikan dukungan pada proyek Bendungan Bener. Akan tetapi mereka menolak rencana penambangan di desanya lantaran area tambang yang terlalu dekat dan berisiko mengancam nyawa penduduk yang bermukim di sekitar proyek penambangan.
“Apa jaminannya kalau setelah aktivitas tambang dimulai nggak akan terjadi longsor atau bencana lainnya yang menimpa kami,” keluh Marsono, lelaki tua bertopi hitam itu di hadapan para dewan.
Para warga selama ini mengkhawatirkan masa depan desa dan anak turunnya yang bakal terdampak tambang di sana. Akan tetapi alih-alih merespon serius dan memberi solusi, pemerintah dan pihak pemrakarsa BBWS Opak Serayu justru menggampangkan kekhawatiran warga.
Pihak BBWS Andi Arif dari Satker Penanganan Bendungan menyebutkan, jarak terdekat lokasi tambang dengan pemukiman sejauh 350 meter. Total lahan yang dibebaskan sebanyak 114 meter. Sedangkan yang ditambang hanya 60 meter saja. Lalu satu sumber mata air akan terkena proyek.
Sementara itu menurut keterangan warga, jarak dengan pemukiman hanya sekitar 10 meter melihat kemiringan tanah di perbukitan. Lalu beberapa sumber mata air terancam hilang tergusur proyek tambang.
Oleh karena itu, DPRD Jateng akan menyamakan perbedaan data pemerintah dengan fakta lapangan yang dipaparkan warga. (taf/ida)