RADARSEMARANG.COM, Semarang – Buruh yang tergabung Konfedrasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung BPJS Jawa Tengah, Rabu (23/2). Mereka meminta pemerintah mencabut Permenaker Jaminan Hari Tua (JHT) sekaligus mencopot Menaker RI.
Sekjen KSPI Aulia Hakim menilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sebagai peraturan yang keblinger. Pasalnya JHT ini merupakan iuran bersama antara buruh atau pekerja dan pengusaha. Buruh membayar 2 persen dan pengusaha membayar 3,7 persen. Total 5,7 persen dari upah yang diterima setiap bulannya.
“JHT itu ibarat tabungan pekerja untuk persiapan saat pensiun,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Pihaknya menduga pemerintah dan BPJS panik lantaran banyaknya klaim JHT dari pekerja yang mengundurkan diri dengan presentase 55 persen. Lalu sebanyak 36 persen mengklaim JHT karena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurutnya BPJS Ketenagakerjaan tidak profesional mengelola dana nasabahnya dan mencoba berlindung kepada pemerintah dengan memaksakan terbitnya Permenaker tersebut.
Permenaker No. 2 Tahun 2022 sebagai revisi Permenaker No. 19 Tahun 2015 yang mengatur klaim JHT dapat dicairkan apabila peserta mencapai usia pensiun 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia, adalah peraturan yang semena-mena dan dianggap merugikan buruh.
“Pekerja yang mengundurkan diri atau di-PHK, artinya dia telah berhenti bekerja dan berhenti membayar iuran. Tidak ada alasan untuk menahan hak pekerja sampai usia 56 tahun, karena mereka bukan lagi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” tegas Aulia.
Semestinya di tengah masa sulit mencari pekerjaan, pemerintah tak menambah beban pekerja untuk dapat mengakses dana JHT miliknya. Sehingga dana tersebut digunakan untuk bertahan hidup ataupun modal usaha bagi pekerja yang mengundurkan diri atau terkena PHK. (taf/bas)