RADARSEMARANG.COM – Nahdlatul Ulama (NU) memiliki dinamika sangat luar biasa, tidak hanya persoalan struktur organisasi. Lebih dari itu, adalah bagaimana respon NU terhadap zaman. Setiap generasi, tiap waktu, bahkan setiap periode, NU melakukan akselerasi terhadap problematika kebangsaan yang punya kekhasan sendiri-sendiri.
Menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Prof Dr. H. Imam Taufiq M., tema harlah NU tahun ini sangat menarik, yaitu; Merawat Jagat, Membangun Peradaban. Ia melihat kekhasan NU itu adalah keseimbangan antara intelektualitas dan spiritualitas, rasionalitas dan normatifitas, bahkan antara tua dan muda. Dalam dinamikanya pun peran-peran perkhidmatan NU mesti melibatkan semua unsur dengan seimbang.
“Hal tersebut yang menjadi garansi NU. Misalnya NU punya tagline manhaj al-fikr, NU mengatakan sebagai kelompok yang moderat, tasamuh, ta’adul, toleran, tawazun/berimbang, itu adalah manhaj An-Nahdliyah. Ke-NU-annya itu adalah keseimbangan dalam semua aspek. Maka sebetulnya saya tentu tidak terlalu sreg dengan istilah, ada NU tua, NU muda. Apalagi kemudian peran-peran yang terkhususkan untuk NU anak-anak muda,” jelasnya.
Masa-masa ketika KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi ketua umum PBNU, menurutnya, merupakan tonggak keterlibatan anak-anak muda secara dramatis. Gus Dur sebagai ketua tanfidz mulai memberikan aksentuasi pembelajaran pada anak-anak muda yang punya kemampuan internasional, tafaqquh fiiddin bahkan kemampuan organisasi dan politik.
“Orang-orang setelah Gus Dur, orang-orang muda, rata-rata semua adalah didikan Gus Dur. Bahkan ketua tanfidziyah periode 2010-2021 Kiai Said Aqil Sirodj. Bahasa kasarnya Gur Dur itu menemukan beliau di tengah padang pasir di tanah Arab ketika beliau belajar luar biasa dengan Sayid Ali Al-Maliki. Gus Dur menemukan ada orang yang begitu cerdasnya menguasai ta’ammuk-nya dalam ilmu agama, itu adalah hal yang luar biasa. Kemudian dipermak dalam artian diafirmasi dengan beberapa hal agar talentanya lebih muncul,” tuturnya.
Kemudian, Ulil Abshor Abdala, Yahya Staquf, tokoh-tokoh muda hampir semuanya itu didikan Gus Dur. Didikan metode berpikir yang menyeimbangkan antara rasionalitas dan normatifitas. NU itu tidak murni rasional tapi tidak berarti normatif saklek.
Dijelaskan lebih lanjut, program wawasan kebangsaan NU sangat dinamis. Tidak ekstrem kanan, tidak ekstrem kiri, tidak barat, tidak timur. Posisinya tengah-tengah. Dalam politik juga begitu dinamikanya, NU pernah secara kasar, tegas berhadapan dengan pemerintah, tapi juga tidak kalah ketika pemerintah mendengarkan, NU dia bisa begitu akrab. “Jadi kelenturan gagasan itu menjadi ciri NU.” (cr1/ton)