31 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Digaji Rp4 Juta Per Bulan, Begini Cara Kerja Debt Collector Pinjol Ilegal

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Polda Jateng menetapkan satu tersangka dari empat orang pekerja pinjaman online (pinjol) yang diamankan. Tersangka berinisial AKA, 26. Perannya sebagai penagih alias debt collector. Sebagai juru tagih yang tugasnya meneror, wanita asal Wonogiri ini digaji Rp 4 juta per bulan.

Wanita berambut pirang sebahu ini melakukan penagihan secara bertahap. Setelah jatuh tempo sehari, AKA mengingatkan peminjam melalui WhatsApp (WA). “Awalnya diingatkan, kalau tidak respon kita kirim teks spam, kaya P, P, P, (ping),” ujarnya.

Bentuk penagihan akan meningkat ke arah lebih ‘kejam’ jika tidak juga mendapat respon. Yakni menelepon kontak darurat (rekan peminjam) yang dicantumkan peminjam. Jika tidak direspon poster ke kontak nasabah. “Kalau tidak ada respon lagi, ke kontak darurat. Kemudian kirim gambar (pornografi) ke nasabah dulu baru ke kontak darurat,” bebernya.

Lulusan sarjana hukum ini, mengaku sudah mengetahui risiko bekerja di pinjol, apalalgi sebagai penagih. Langkah penagihan tersebut juga dilakukan dengan sadar dan beralasan untuk mendapatkan uang tagihan.

“Sebenernya kaya gitu kan tergantung nasabah. Tidak semuanya. Kalau nasabah awalnya kooperatif kan tidak kayak gitu,” ujarnya.

“Saya bekerja baru tiga bulan, tugas penagihan. Dapat gaji Rp 3 juta sampai Rp 4 juta per bulan,” kata AKA saat gelar perkara di Mapolda Jateng, Selasa (19/10/2021).

Menanggapi bunga pengembalian pinjaman dan denda keterlambatan pembayaran, AKA enggan membeberkan secara detail. Ia mengakui jika bunga pinjaman begitu tinggi. “Bunganya lumayan. Dari pinjaman Rp 804 ribu, satu minggu pengembalian 1,2 juta,” katanya.

Saat gelar perkara, AKA terus berusaha menyembunyikan mukanya dengan cara menunduk. Rambutnya sengaja diurai sebagian kanan kiri untuk menutupi mukanya yang mengenakan masker. Namun ia tetap tegar dalam memberikan keterangan di depan petugas.

Sementara, Dirkrimsus Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald Simamora, mengatakan, AKA diamankan di sebuah rumah kos di Jalan Dr Sutomo Bausasran, Danurejan, Yogyakarta, Rabu, (13/10/2021) sekitar pukul 01.00. Hasil pengembangan, petugas berhasil mengamankan tiga orang di dalam bangunan ruko perkantoran PT AKS di daerah Jalan Kyai Mojo Tegalrejo, Yogyakarta.

“Kita amankan empat orang. AKA sebagai debt collector, kita tetapkan tersangka. Dia yang memberikan ancaman, pemerasan teror dan sebagainya. Kemudian tiga orang lainnya AF, laki-laki sebagai direktur, LI perempuan sebagai HRD dan AM, masih sebagai saksi,” tegasnya.

“Tiga orang ini masih kita dalami. Kalau nanti ditemukan ada unsur pidana, kita akan jadikan tersangka. Tersangka kita jerat Pasal 45, pasal 27 UU ITE Ancaman 6 tahun” imbuhnya.

Ruko yang digerebek tersebut sebagai tempat penagihan. Mereka sudah beroperasi enam bulan. Ada 200 karyawan. Semenjak pandemi, banyak karyawan dirumahkan. Korbannya waktu itu ada 35 orang. “Pemodalnya dari warga negara asing. Sementara masih kita lakukan pengejaran,” katanya.

Petugas juga mengamankan berbagai barang bukti, antara lain 80 kartu perdana, komputer dan handphone.

Gaji para pegawai pinjol tergantung tugas masing-masing. Misalnya, satu debt collector tergetnya empat korban, jika berhasil dapat 20 persen dari penagihan tersebut. “Kalau dana yang mengalir, setiap pinjaman maksimal Rp 10 juta. Ada yang Rp 2 juta, ada Rp 3 juta. Sekarang ini ada 34 pinjol ilegal yang kita lakukan penyelidikan,” jelas Johanson Ronald Simamora.

Namun demikian, pihaknya mengatakan yang paling dianggap merugikan dalam kasus ini adalah dampak teror yang dilakukan debkolektor terhadap para korbannya melalui kontak WA. Padahal kontak korban terhubung dengan keluarga dan rekan lainnya termasuk rekan kerja.

“Sehingga dia (korban) merasa malu, takut dan sebagainya. Jadi itu yang paling di khawatirkan. Jadi mereka bayar, diancam, bayar lagi. Ada yang sampai pinjaman Rp 25 juta, terhitung bunga-bunga terakhir sampai membengkak menjadi Rp 250 juta. Itu korban di Salatiga. Korban ini rata berdasarkan pemeriksaan kita ya mereka ketidaktahuan, lagi butuh dan terlilit ekonomi,” bebernya.

Keberadaan pinjol ilegal ini dianggap sangat meresahkan. Bahkan masyarakat ada yang sampai mengakhiri hidupnya lantaran terjerat pinjol. Korban tidak tahan menerima teror para penagih.

“Seperti kasus yang di Wonogiri, ada ibu yang bunuh diri. Saat dia pinjam di aplikasi, tidak bisa bayar dia pinjam lagi di aplikasi lain. Untuk menutupi hutangnya. Sampai ada 10 aplikasi yang menagih. Sehingga yang bersangkutan tidak tahan dan bunuh diri,” bebernya. (mha/mg11/mg15/zal)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya