32 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Perkawinan Anak Lahirkan Generasi Stunting

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Ketidaksiapan mental dan finansial pasangan kawin anak, berpotensi melahirkan generasi stunting. Gizi anak yang tak terpenuhi jangka panjang berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia (SDM) di negeri ini. Oleh karenanya, Wakil Ketua TP I PKK Jateng Nawal Arafah Taj Yasin mengajak semua jajaran yang hadir untuk lebih memperjuangkan hak anak.

Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua TP I PKK Jateng Nawal Arafah Taj Yasin dalam taklshow virtual bertema Ketahanan Keluarga untuk Meningkatkan Pendewasaan Usia Perkawinan Melalui Gerakan Jo Kawin Bocah dan Penurunan Stunting, Kamis (1/7/2021).

“Situasi pandemi seperti ini sangat berdampak pada kehidupan anak. Ia terancam putus sekolah karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak masuk kelas, terjebak dalam kemiskinan, akhirnya sebagian orang tua menikahkannya,” tutur Nawal kepada RADARSEMARANG.COM.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng Retno Sudewi, menambahkan pentingnya merangkul seluruh elemen pentahelix untuk bersinergi mencegah perkawinan usia anak. Yakni pemerintah, komunitas, masyarakat, akademisi, dunia usaha.

“Untuk tumbuh menjadi dewasa yang berkualitas, anak perlu dipenuhi haknya. Hak mendapat pendidikan yang layak, maupun mendapat makanan bergizi dalam tumbuh kembangnya,” ujarnya.

Kepala Perwakilan BKKBN Jateng Widwiono membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan stunting lebih mudah dicegah daripada diobati. Anak yang terlanjur lahir stunting akan memakan waktu lama untuk pemulihan. Bahkan ia tak dapat tumbuh dengan ideal seperti anak seusianya.

“Makanya nikah itu perlu kesiapan yang tidak sederhana. Calon pasangan harus paham betul kebutuhan gizinya dan anaknya kelak. Hamil pun tidak asal, makanya ada yang namanya promil,” ungkapnya.

Saat seorang peserta dari anggota Genre Wonosobo, Aik bertanya tentang usia ideal anak belajar perihal kesehatan reproduski. Beberapa narasumber sepakat perlunya mengedukasi anak-anak sejak SMP dan SMA. Karena perkembangan teknologi ikut mendorong anak-anak berpikir pernikahan sejak dini.

“Dalam Islam pernikahan itu mitsaqon gholidzon, perjanjian besar yang bukan main-main. Makanya meski sudah mengjinjak usia dewasa, tetap perlu persiapan,” tutup Wakil Rektor I Unsiq Wonosobo, Z Sukawi. (taf/ida)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya