RADARSEMARANG.COM, Semarang – Sejumlah daerah menyatakan akan tetap membuka pasar-pasar tradisional saat Gerakan Jateng di Rumah Saja diberlakukan pada 6-7 Februari. Padahal sesuai Surat Edaran Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, salah satu yang harus tutup selama program ini adalah pasar tradisional. Gubernur Ganjar pun nyerah. Dia memberikan kewenangan itu kepada masing-masing bupati/wali kota.
“Ya nggak apa-apa sebenarnya, kalau bisa disemprot bareng-bareng menurut saya itu bisa membantu menyehatkan. Memang ada yang menyampaikan pada saya, akan tetap membuka (pasar tradisional). Maka saya minta diatur protokolnya dan menjadikan ini momentum penataan pasar,” kata Ganjar saat ditemui di kantornya, Kamis (4/2/2021).
Sejumlah kepala daerah yang menyatakan akan tetap membuka pasar tradisional, di antaranya Banyumas, Kota Semarang, dan Sragen. Di tempat-tempat itu, pasar tradisional akan tetap buka saat Gerakan Jateng di Rumah Saja
Namun beberapa bupati/wali kota, lanjut Ganjar, sepakat untuk menutup secara keseluruhan, dan beberapa lainnya akan membatasi. Melihat keragaman kebijakan itu, Ganjar menyerahkan semuanya kepada masing-masing kepala daerah.
Dalam Surat Edaran tentang Gerakan Jateng di Rumah Saja, terdapat poin yang mengatur hal itu, yakni poin 1C. Poin itu berbunyi ‘Gerakan dimaksud dilaksanakan sesuai kondisi dan kearifan lokal di wilayah masing-masing, termasuk di antaranya penutupan Car Free Day, penutupan jalan, penutupan toko/mal, penutupan pasar, penutupan destinasi wisata, dan pusat rekreasi, pembatasan hajatan dan nikahan (tanpa mengundang tamu), serta kegiatan lain yang berpotensi memunculkan kerumunan (pendidikan, even, dan lainnya).
“Karena di SE itu ada kearifan lokal. Jadi, tidak hanya arif dalam rangka membuat kebijakannya, tapi juga arif melihat kondisi daerahnya. Jika daerahnya hijau, ya monggo. Data itu yang disampaikan. Kawan-kawan bupati/wali kota saya berikan kewenangan untuk mengatur itu,” tegasnya.
Beberapa bupati/wali kota, lanjut Ganjar, mengatakan komitmen penuh untuk memberlakukan gerakan itu. Mereka akan mencoba menerapkan dua hari untuk pembatasan pada masyarakat. “Dan yang seperti itu tentu lebih baik. Tapi yang tidak menerapkan, saya minta benar-benar ditata protokolnya. Saya tegaskan, ini momentum untuk ayo diatur pasarnya, kalau tidak nanti tidak akan ada perbaikan yang berjalan,” tegasnya.
Sebab, lanjut Ganjar, pasar, PKL dan beberapa tempat lain memang yang selama ini sulit diatur. Jika bisa diatur, maka semuanya akan berjalan bagus.
“Problemnya kan hari ini sulit diatur. Masih banyak yang nongkrong, warungnya sempit, tidak berjarak dan sebagainya. Makanya pengalaman Pasar Salatiga dulu bagus, tapi (sekarang) tidak berlangsung (lagi),” terangnya.
Jika tetap akan membuka pasar tradisional, Ganjar mewanti-wanti agar betul-betul dilakukan penataan. Pasar ditata, disemprot dan pedagang diberikan jarak agar tidak berkerumun.”Kalau perlu pedagang dikeluarkan ke jalan untuk keperluan penataan itu. PKL juga sama, dikeluarkan saja untuk kemudian protokol kesehatan bisa berjalan,” ujarnya.
Di sisi lain, Ganjar mengatakan, pengorbanan dua hari ini juga dapat digunakan sebagai momen hening cipta. Terutama untuk membayangkan perasaan dari keluarga dari penderita Covid-19 yang meninggal.
“Mereka nggak bisa memandikan bahkan melihat keluarganya yang meninggal (karena Covid-19) itu lho. Maka yuk kita hanya berkorban dua hari saja kok, kita bantu para nakes itu untuk bisa barangkali sedikit saja bernafas,” katanya.
Soal tidak adanya sanksi dalam penerapan gerakan ini, Ganjar menegaskan, dirinya tidak ingin menghukum rakyat. Sebab, menurut Ganjar, soal regulasi sebenarnya sudah ada, dan konteks dari gerakan ini adalah membangun perilaku dan kesadaran. “Kalau hukuman rasa-rasanya saya kok enggak mau menghukum rakyat saya ya. Tapi Jawa Tengah punya Perda (nomor 11) tahun 2013 itu sudah diatur, dan ini (Gerakan Jateng di Rumah Saja) bicaranya adalah dua hal, yaitu regulasi berjalan tetapi kesadaran juga terbangun,” jelasnya. (ida/aro)