RADARSEMARANG.COM, Semarang – Sebanyak 34 kabupaten/kota di Jateng sudah menyetorkan pengajuan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) ke Pemprov Jateng. Dari jumlah tersebut, 10 kabupaten/kota sepakat untuk menaikkan UMK 2021. Data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng menyebutkan, ke-10 daerah tersebut, yakni Kabupaten Kudus, Blora, Banyumas, Rembang, Temanggung, Wonosobo, Banjarnegara, Wonogiri, Purbalingga dan Kota Tegal.
Kepala Disnakertrans Jateng Sakina Rosellasari mengatakan, untuk daerah yang sampai sekarang belum menyetorkan pengajuan UMK 2021, yakni Kabupaten Kebumen. “Sepuluh daerah sepakat untuk menaikkan UMK 2021 mereka,” kata Sakina kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (18/11/2020). Artinya, daerah yang menaikkan UMK tersebut sudah terjadi kesepakatan antara buruh dan Apindo setempat.
Diharapkan kabupaten yang belum menaikkan UMK supaya segera mengikuti jejak daerah yang sepakat naik. Pemprov Jateng akan melakukan pendampingan di daerah-daerah yang belum menaikkan UMK. Seperti memberikan formulasi yang pernah dibeberkan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bagaimana perhitungan menaikkan UMK. Batas akhir pengajuan UMK sendiri pada 21 November mendatang. “Formulanya sama, pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” tuturnya.
Meski sudah menyetorkan pengajuan UMK 2021, Pemprov Jateng akan tetap melakukan pengecekan kondisi daerah yang bersangkutan. Mulai dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi tingkat lokal. Itu semua sebagai bahan pertimbangan menentukan UMK 2021. “Sehingga, harapan kami bisa lebih bagus nantinya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021 sebesar 3,27 persen. Ganjar mengumumkan, UMP Jateng tahun depan sebesar Rp 1.798.979,12. Artinya, terdapat kenaikan dibanding UMP di 2020 lalu yang hanya sebesar Rp 1.742.015. Penetapan UMP Jateng tersebut tetap berpegang teguh pada PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
Kenaikan UMK di 10 daerah tersebut diapresiasi oleh kalangan buruh. Ketua KSPN Jateng Nanang Setyono mengatakan, situasi saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain karena pandemi, peraturan perundang-undangan tentang penetapan upah juga tumpang tindih. Ia menerangkan, persoalan upah diatur dalam UU Nomor 13/2003. Selain itu, ada PP 78 Tahun 2015 yang menjadi turunannya. “Daerah yang sepakat naik UMK-nya kita apresiasi, karena memperhatikan para buruh,” kata Nanang. (ewb/aro/bas)