27 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Empat OPD Pemprov Jateng Belum Gunakan Dana Covid

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Penyerapan Anggaran Bantuan Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan Covid-19 di Jateng masih minim. Tercatat, hingga 18 Juli 2020 baru terserap 28,13 persen dari total alokasi anggaran Rp 1,987 triliun. Bahkan, ditemukan empat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jateng yang sama sekali belum menggunakan dana tersebut alias 0 persen.

Anggota Badan Anggaran DPRD Jateng dari Fraksi Gerindra Sriyanto Saputro menuturkan, Pemprov Jateng melalui Sekda Herru Setiadhi telah melaporkan penyerapan dana covid pada Rapat Banggar yang diadakan beberapa waktu lalu. Dari total alokasi anggaran penanganan covid Rp 1,987 triliun, yang terserap baru Rp 558,974 miliar.

Ironisnya, masih ada empat OPD yang sama sekali belum menggunakan dana penanganan covid tersebut. Yakni, Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar), Dinas PU Cipta Marga dan Cipta Karya (DPU BMCK), serta RSUD Tugurejo Semarang.

“Di depan banggar, Pak Sekda melaporkan masih ada empat OPD yang masih 0 penyerapan untuk dana penanganan Covid-19,” ujarnya.

Dalam penjelasan yang disampaikan kepada pihaknya, RSUD Tugurejo tidak menggunakan dana BTT untuk pembuatan ruang isolasi. Sebab, rumah sakit pelat merah ini mendapat pemanfaatan dana bagi cukai hasil tembakau (DPHCT). Sehingga anggaran yang disediakan senilai Rp 1 miliar masih utuh.

Begitu pula untuk Dishub Jateng. Mereka yang mendapat anggaran sebesar kurang lebih Rp 16 miliar untuk pengadaan posko pengendalian di 19 pintu masuk Jawa Tengah, tidak jadi menggunakan. Karena hal tersebut telah terpenuhi dari Polri. Seperti pengadaan alat perlindungan diri personel, stiker dan masker.

Sedangkan untuk Disporapar, anggaran sebesar Rp 2,077 miliar untuk bantuan uang usaha produktif dan ekonomi kreatif di sektor pariwisata juga belum tersentuh. Pasalnya, dari pemerintah pusat sudah menyediakan bantuan serupa sebanyak 38 ribu paket. Provinsi Jateng baru dapat menyalurkan setelah proses dari pusat selesai. “Kalau begitu kan susah. Harusnya datanya saling sinkron dan melengkapi. Jadi tidak saling tunggu,” ujarnya.

Selain keempat OPD tersebut, catatan lain juga ia berikan pada Dinas Sosial. Mereka yang mendapat alokasi anggaran terbesar, yakni Rp 1,301 triliun, belum dapat melakukan penyerapan secara maksimal. Sampai saat ini hanya menggelontorkan Rp 319 miliar untuk penanganan Covid-19. Dana itu direalisasikan dalam dua tahap. Yakni, paket bantuan tahap pertama pada Mei lalu untuk 610.272 kepala keluarga. Lalu, tahap kedua pada Juni lalu untuk 1.182.367 kepala keluarga.

“Saya asumsikan jika untuk melaksanakan tiga tahap bantuan seperti yang diajukan Dinsos, paling tidak bisa terserap Rp 500 miliar. Lantas yang  Rp 800 miliar sisa ini bagaimana? Kenapa tidak tuntas?” katanya setengah bertanya.

Dengan adanya laporan tersebut, Banggar pun meminta OPD yang menerima anggaran covid untuk melakukan evaluasi. Juga memberikan laporan secara tertulis terkait penggunaan dana covid. Sehingga hal semacam ini tidak terjadi lagi.

Pihaknya tidak menginginkan penggunaan dana covid yang merupakan hasil pengorbanan refocusing berbagai OPD, justru berjalan tidak maksimal dan saling tunggu dalam realisasinya. Padahal masyarakat Jawa Tengah masih banyak yang terdampak covid. Dan berharap untuk segera mendapat bantuan.

“Semua sudah berkorban untuk penanganan covid. Sangat disayangkan jika perencanaan anggaran kurang matang, sehingga menyebabkan penyaluran menjadi gagap begini,” lanjutnya.

Meski begitu, pihaknya tetap mengingatkan penggunaan anggaran yang ada juga tidak dapat dipaksakan. Jika memang ada sisa, pihaknya menyarankan agar ada pembahasan kembali. Apakah akan dipergunakan untuk BTT periode selanjutnya, atau dapat dikategorikan menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).

“Ini yang masih kita perdalam. Walau ini wewenang gugus tugas, namun DPRD tetap punya wewenang pengawasan. Karena APBD ini kan uang rakyat,” katanya

Di sisi lain, kondisi kasus korona di Jateng terus meningkat, bahkan pejabat provinsi dan daerah banyak yang sudah terkena virus ini. Klaster baru di kabupaten/kota cukup mengkhawatirkan. Per 23 Juli 2020 terjadi peningkatan kasus baru dari 898 menjadi 1.172. Positif korona sebanyak 7.593 orang, dengan pasien sembuh 3.777 orang, dan meninggal 636 orang.

“Kasus kematian di Jateng cukup tinggi, masuk 5 besar nasional ini membutuhkan kewaspadaan kita semua, baik eksekutif ataupun legeslatif. Anggaran BTT Rp 2.1 triliun untuk Covid-19 harus segera disalurkan untuk penanganan sektor kesehatan dan ekonomi,” terang anggota Fraksi PKS DPRD Jateng, Riyono.

Disebutkan, Pemprov Jateng mengalokasikan anggaran korona sektor kesehatan 426,796 miliar untuk Dinkes dan 7 rumah sakit. Sektor ekonomi Rp 222,45 miliar untuk 6 OPD dengan alokasi paling besar di UMKM senilai Rp 108,78 miliar. Jaring pengaman sosial Rp 1,338 triliun, dengan alokasi terbesar di Dinsos Rp 1,3 triliun.

“Dana yang sangat besar sekitar Rp 1,987 triliun ternyata baru terealisasi Rp 558, 97 miliar atau 28.13 persen. Ini menurut saya kinerja sangat lambat dan perlu kerja keras eksekutif sebagai eksekutor program penanganan Covid-19” jelas Riyono.

Dikatakan, kendala pendataan dan lambatnya jaring pengaman ekonomi membuat dana Rp 1,3 triliun  untuk bansos baru realisasi Rp 319 miliar. Padahal bansos saat ini sangat diperlukan oleh masyarakat.

“Dana ada, kenapa lambat realisasinya? Dampaknya sudah kita lihat. Pertumbuhan ekonomi saat ini hanya 2, 6 persen. Angka kemiskinan bertambah 340 ribu lebih, pengganguran juga meningkat” bebernya. (akm/aro/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya