29.2 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Hindari Perkara Kecil Masuk Pengadilan

Hari Bhakti Adhyaksa Ke-60

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng Dr Ketut Sumedana SH MH tetap produktif di masa pandemi covid-19. Ia mampu menerbitkan dua buku berkonsep mediasi dalam penanganan perkara.

Buku berjudul “Mediasi Penal dalam Sistem Peradilan Berbasis Nilai-Nilai Pancasila” dan “Bale Mediasi dalam Pembaruan Hukum Nasional” diluncurkan di di halaman area zona hijau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati Jateng Senin (20/7). Buah karya intelektual yang sesuai dengan tema Hari Bhakti Adhyaksa ke-60 : Terus Maju dan Berkarya Produktif di Masa Pandemi Covid-19.

Ketut menguraikan, buku ini mencantumkan sambutan dari Jaksa Agung RI ST Burhanudin dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Isinya mengulas tentang penegakan hukum yang cenderung ke filosofi agar bisa digunakan penegak hukum. Ia berharap, ke depan, perkara-perkara pidana bisa didorong melalui mediasi penal.

Ia juga memberikan contoh seperti kasus nenek di Balige, Toba Samosir, bernama Saulina Boru Sitorus atau yang sering disapa Oppu Lindu berurusan sampai ke persidangan hanya karena menebang pohon durian sebesar lima inci. Kemudian nenek Minah di Dusun Sidoarjo, Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas hanya karena memetik 3 buah kakao di perkebunan milik perkebunan harus berhadapan dengan pengadilan. “Banyak perkara kecil-kecil demikian, seharusnya jangan sampai dibawa ke pengadilan,”ungkapnya.

Menurutnya, memasukkan orang dalam penjara juga menghabiskan anggaran. Biaya untuk makan dan proses penanganan perkara. Selain itu, bila penjara over kapasitas, maka konsep pembinaan akan sulit berhasil.

Dalam sambutannya, Kepala Kejati Jateng Priyanto menyampaikan, dua buah buku yang diluncurkan tersebut merupakan karya putra terbaik Korps Adhyaksa. Isi buku itu penting dilaksanakan karena lapas dan rutan seluruh Indonesia sudah kelebihan kapasitas. Perkara-perkara yang tidak menarik perhatian, skala kecil, tidak berdampak luas, seharusnya bisa dilakukan mediasi. Saat ini baru perkara anak yang bisa dilakukan diversi. “Jadi melalui buku ini bisa dilakukan penanganan perkara-perkara menggunakan kearifan lokal,” sebutnya.

Priyanto mencontohkan, kearifan lokal sudah banyak diterapkan di sejumlah daerah. Di Bali menggunakan Bale Media, kalau di Padang ada Kerapatan Adat Nagari untuk penyelesaian sengketa tanah. Ia mengingatkan jaksa jangan hanya bisa mengikuti kebiasaan, melainkan harus bisa menunjukkan dasar hukum untuk selalu menunjukkan profesionalisme. (jks/ton/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya