RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online SMA/SMK Negeri di Jateng resmi ditutup, Kamis (25/6/2020) sekitar pukul 16.00 kemarin. Tercatat, sebanyak 13.843 calon peserta didik SMA Negeri menggunakan Surat Keterangan Domisili (SKD). Dari jumlah itu, sebanyak 1.007 calon siswa akhirnya mencabut berkas SKD karena terindikasi aspal alias asli tapi palsu.
“Setiap hari memang saya pantau terus karena ada beberapa problem. Di antaranya SKD. Hari ini (kemarin) kami temukan ada 1.007 di antaranya mereka beralih, itu ada indikasi kemungkinan palsu,” kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kamis (25/6/2020).
Ia meminta kepada petugas PPDB online untuk lebih teliti lagi dan ketat dalam melakukan validasi data. “Soalnya saya kemarin sudah menemukan, saya telepon langsung orangnya dan mengakui bahwa itu salah. Maka saya minta, seluruh SKD itu dicek kebenarannya di lapangan,” tegasnya.
Mengecek moralitas ini, lanjutnya, memang tidak mudah. Bahkan, selama proses PPDB berlangsung, banyak orang yang mencoba menekan dirinya hingga Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen. “Tekanan luar biasa, sampai Pak Wagub namanya dicatut. Alhamdulillah Pak Wagub langsung mengklarifikasi,” ujarnya.
Ia memastikan jika proses ‘titip’ dalam PPDB tidak akan dilayani oleh siapapun, termasuk para pejabat di lingkungan Pemprov Jateng. “Maka kami mohon maaf, kalau yang selama ini nitip, kami tidak bisa membantu, ini semata karena sistem yang memang terbuka dan publik bisa melihat pergerakannya,” katanya.
Setelah pendaftaran PPDB ditutup, nantinya pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindisbud) Jateng akan memerintahkan cabang dinas dan kepala sekolah (kasek) untuk melakukan verifikasi. Ia mengingatkan seluruh kasek tidak main-main dalam proses itu.
“Saya ingatkan, kepala sekolah tidak boleh ada yang main-main. Kalau diketahui ada yang bermasalah, langsung coret,” ancamnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Jumeri mengatakan, setelah penutupan pendaftaran PPDB, pihaknya akan menggelar koordinasi dengan cabang dinas dan kepala sekolah. Tahapan selanjutnya adalah verifikasi fisik pada 1 hingga 8 Juli.
“Karena saat verifikasi ini siswa atau orang tua siswa harus hadir membawa bukti fisik, maka kami akan atur agar tetap menggunakan protokol kesehatan. Jaga jarak, pembagian jadwal dan berbagai kebutuhan lainnya akan kami siapkan,” katanya.
Jumeri menegaskan, apabila pada saat verifikasi data itu ditemukan ketidakbenaran, maka calon siswa akan dicoret. Ia meminta masyarakat untuk ikut mengawasi dan melaporkan apabila terjadi kecurangan.
“Kami minta masyarakat membantu melaporkan apabila ada indikasi kecurangan. Pasti kami cek, dan kalau terbukti benar curang, langsung kami coret,” tegasnya.
Terlepas dari SKD, dalam PPDB online jenjang SMA/SMK tahun ini terdapat peluang kursi tambahan untuk jalur zonasi. Khusus SMA di Kota Semarang masih terbuka lebar peluang tersebut. Sampai Kamis (25/6/2020) pukul 12.00, Data Dindikbud Jawa Tengah untuk SMA Negeri di Kota Semarang menunjukkan total kursi yang dapat diperebutkan masih tersisa 117 kursi.
Kursi tersebut dari jalur perpindahan orang tua yang belum terisi sebanyak 85 kuota, dan jalur afirmasi yang belum terisi 32 kursi. Seperti diketahui, di dalam Keputusan Kepala Dindikbud Jawa Tengah Nomor: 421/06356 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPDB pada SMA dan SMK Negeri Provinsi Jawa Tengah 2020/2021, apabila kuota tidak terpenuhi, maka sisa kuota dapat dialihkan ke jalur zonasi.
Sayangnya, hal tersebut hanya dijelaskan pada jalur perpindahan orang tua. Kursi tersebut tidak tersebar di seluruh sekolah mengingat di SMAN 1 hingga SMAN 6 Semarang kuota jalur afirmasi, perpindahan orang tua dan prestasi sudah penuh semua.
Selain itu, jalur zonasi untuk SMA Negeri di Kota Semarang hanya mampu menjangkau sampai jarak 3 kilometer.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Muh Zen mengatakan, sebenarnya hal tersebut tidak hanya terjadi di Kota Semarang saja. Namun sebagian besar wilayah pinggiran di Jawa Tengah.
“Sejak dua tahun sebelumnya memang selalu tidak terpenuhi khusus untuk kuota zonasi di SMA. Kalau SMK kan tidak menggunakan zonasi,” ujar Zen.
Dari data menyebutkan, jika sebanyak 11 sekolah hanya mampu menjangkau jarak tidak mencapai 2 kilometer, dan tiga sekolah hanya mampu menjangkau sampai 2 kilometer. Kemudian dua sekolah yang hanya mampu menjangkau 3 kilometer. Tentunya kondisi tersebut akan menjadi kendala bagi siswa yang jarak tempuhnya di atas dua kilometer. Rekomendasi dari dewan tentang kondisi tersebut yaitu dengan pemerataan kualitas pendidikanm baik itu di SMA negeri maupun swasta. Antara lain dengan dipenuhinya infrastruktur dan sarpras (sarana dan prasarana) yang memadahi. Sehingga kualitas dari pendidikan pun akan sama rata.
Menurutnya, penggunaan sistem zonasi sebenarnya sudah baik. Hal tersebut berfungsi juga sebagai pemetaan kualitas pendidikan di Jawa Tengah. Meski menimbulkan kuota zonasi sendiri yang tidak terpenuhi.
Sebenarnya, lanjutnya, kuota tersebut memang bisa diisi dengan kuota afirmasi.“Kembali lagi, peserta PPDB mau tidak? Kalau mau, bisa dimasuki dari kuota lain yang banyak,” ujarnya.
Stigma di masyarakat tentang sekolah favorit tentunya sampai sekarang masih ada. Hal itulah, lanjutnya, yang menjadikan selalu tidak terpenuhinya kuota zonasi. Padahal penerapan sistem zonasi sebenarnya bertujuan untuk menghapus stigma tersebut.
“Solusinya, tetap sarpras semua sekolah khusus di wilayah pinggiran itu dipenuhi. Itu dari hasil evaluasi kita di PPDB tahun-tahun sebelumnya,” katanya. (ewb/aro/bas)