RADARSEMARANG.COM, Semarang – Dugaan maraknya penggunaan Surat Keterangan Domisili (SKD) aspal dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di sejumlah SMA Negeri favorit di Jateng membuat geram Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Ia pun mewanti-wanti kepada calon peserta didik dan orang tua siswa untuk jujur dalam proses PPDB 2020. Apabila terbukti melakukan pemalsuan data, dirinya tidak segan untuk membawa ke ranah hukum.
“Soal SKD ini, saya minta dicek secara serius mulai sekarang. Saya ingatkan, tolong jangan ajari anak kita untuk tidak jujur. Jangan gunakan SKD aspal, asli tapi palsu karena dia tidak tinggal di situ. Bukan tidak mungkin kalau ini masif (penggunaan SKD Aspal), saya gandeng kepolisian dan penegak hukum karena ini termasuk pemalsuan data,” kata Ganjar usai rapat evaluasi PPDB di ruang kerjanya, Selasa (23/6/2020).
Ia mengaku, dari laporan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Jateng, banyak calon siswa yang menggunakan SKD, khususnya di beberapa sekolah favorit. Karena itu, Ganjar meminta Dindikbud untuk mengerahkan semua guru yang ada di Jateng melakukan validasi dan verifikasi. Dindikbud juga diminta menggandeng Disdukcapil untuk memastikan kebenaran SKD itu. “Didata berapa pendaftar yang pakai SKD, cek semuanya dengan benar. Gandeng Dukcapil untuk melakukan cleansing data agar ini benar-benar akurat,” tegasnya.
Tak hanya soal SKD, Ganjar juga mewanti-wanti adanya penggunaan sertifikat kejuaraan palsu. Untuk itu, pihaknya meminta Dindikbud jeli dan teliti dalam proses validasi serta verifikasi itu. “Kalau ditemukan, jangan segan untuk langsung mencopot. Karena ini soal integritas,” tegas Ganjar.
Ia juga menyoroti soal jalur afirmasi anak tenaga medis yang bertugas dalam penanganan Covid-19. Ganjar menegaskan, jalur itu hanya khusus bagi anak tenaga medis saja. “Jadi kami memfasilitasi pejuang covid, itu hanya untuk anak tenaga medis, tidak semuanya. Sekarang ada yang mengaku tim covid dan menggunakan itu, kan tidak. Misalnya saya sekarang ini juga masuk tim penanganan covid-19, tapi ya jangan kemudian saya mendaftarkan anak saya melalui jalur itu,” katanya.
Dalam evaluasi proses PPDB kemarin, Ganjar juga banyak menyorot persoalan jarak zonasi. Ia mengaku menerima banyak laporan keluhan soal jarak zonasi yang ditetapkan. Ada beberapa kasus di mana rumah calon siswa berdekatan dengan sekolah, namun terlempar akibat jarak yang digunakan adalah kantor desa/keluarahan. “Ini fakta dan terjadi, dia rumahnya nempel di sekolah, tapi tergeser karena jarak kantor kelurahan dengan sekolah lebih jauh, hal-hal semacam ini harus dibenahi,” ucapnya.
Ganjar meminta Dindikbud segera dicarikan solusinya. Dan saat ini, lanjut dia, sudah ditetapkan solusi itu yakni dengan memperpendek jarak zonasi. “Nantinya, setiap calon siswa yang berada di lingkungan satu RW dengan sekolah, maka otomatis akan diterima karena jaraknya pasti dekat dengan sekolah,” terang Ganjar.
Selain persoalan zonasi, ada pula persoalan beberapa kecamatan di Jateng yang belum memiliki fasilitas sekolah negeri. Setidaknya, lanjut dia, ada 17 kecamatan di berbagai daerah di Jawa Tengah yang tidak memiliki fasilitas SMA/SMK atau SLB negeri. Ia pun mengusulkan adanya solusi khusus, yakni membuka kelas jarak jauh di daerah-daerah itu atau membangunkan sekolah baru. Ia meminta Dinas Pendidikan segera menghitung kemungkinan penerapan sekolah jarak jauh.
Sambil menyiapkan itu, ia juga meminta Dindikbud mulai memetakan daerah mana yang bisa dibangun sekolah baru. “Sekolah jarak jauh ini yang bisa segera direalisasikan, bisa menggunakan fasilitas SMP di daerah itu. Pemprov siap membiayai. Tinggal saya minta Dinas Pendidikan segera membicarakan hal ini dengan Bupati/Wali Kota terkait pemanfaatan fasilitas SMP di sana,” terangnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng Jumeri mengatakan, penggunaan SKD banyak terjadi di sekolah-sekolah yang masih dipandang favorit. Pihaknya menegaskan akan melakukan pengecekan dengan teliti terkait kebenaran SKD itu. “Misalnya di SMA 1 Semarang ada 103 calon siswa pakai SKD, di SMA 2 Semarang ada 114 SKD dan SMA 3 Semarang ada 139 yang menggunakan SKD,” bebernya.
Jumeri memastikan bahwa semua pendaftar yang menggunakan SKD akan dicek kebenarannya. Pihaknya juga telah rapat dengan seluruh jajaran kepala sekolah se-Jateng terkait pengecekan ini. “Nanti seluruh guru akan ditugaskan melakukan pengecekan. Tak hanya SKD, tapi juga persyaratan lain termasuk sertifikat kejuaraan,” ujarnya.
Sedangkan terkait zonasi, Jumeri mengaku sudah dipecahkan. Ia membenarkan bahwa jarak zonasi saat ini diukur dari RW setempat. “Jadi kalau ada calon siswa yang tempat tinggalnya satu RW dengan sekolah, maka langsung diterima,” ucapnya.
Jumeri juga mengomentari terkait beberapa daerah yang tidak memiliki sekolah. Ia mengatakan, untuk memfasilitasi calon siswa dari daerah yang tidak memiliki sekolah, pihaknya telah memberikan poin khusus bagi mereka sebesar 2,25. Poin itu setara dengan nilai sertifikat tingkat Kabupaten yang dapat digunakan untuk bertarung melalui jalur prestasi.
“Jadi, anak-anak dari daerah yang tidak memiliki fasilitas sekolah itu, bisa mendaftar melalui jalur prestasi di sekolah terdekat dengan tambahan poin 2,25. Jadi, calon siswa bisa masuk menggunakan poin nilai rapor, poin kejuaraan dan tambahan poin 2,25 itu,” terangnya.
Pantauan RADARSEMARANG.COM kemarin, puluhan calon peserta didik dan orang tuanya mendatangi SMA Negeri 1 Semarang. Mereka hendak melakukan klarifikasi berkas pendaftaran. Rudi Handoko, warga Sampangan datang ke SMA Negeri 1 Semarang ingin melakukan klarifikasi berkas pendaftaran anaknya, Yumna Shadana Putra, alumni SMP Negeri 1 Semarang.
Dikatakannya, dalam berkas pendaftaran PPDB online yang diterimanya, awalnya piagam yang diperoleh anaknya bisa masuk. Bahkan dari perhitungannya, dari nilai asli 34.41, ditambah zonasi dan piagam prestasi bisa bertambah menjadi 38.91. Namun setelah dirinya melakukan klarifikasi, piagam anaknya diminta untuk dibatalkan, karena dianggap tidak masuk juknis. Dengan demikian, total nilainya akan turun menjadi 36.66.
“Kemarin pas daftar PPDB online awal, piagam tingkat kota ada nilai, sekarang tidak. Yang diakui cuma tingkat nasional dan internasional. Padahal kalau ada piagam kota berjenjang di web bisa nambah 2,25, tapi di sini (SMAN 1 Semarang) nggak bisa masuk, karena piagam berjanjang yang diakui cuma tingkat nasional dan internasional,”kata Rudi Handoko, Selasa (23/6).
Nasib serupa dialami Tini, warga Banyumanik. Piagam anaknya sebagai juara 1 lomba sepatu roda Piala Menpora tingkat nasional,yang diadakan di Jogja, juga dinilai tidak sesuai juknis. “Kata panitia, yang diakui piagam berjenjang mulai porprov dan popnas. Padahal anak saya juara 1 nasional lomba sepatu roda,”ujarnya.
Kepala SMA Negeri 1 Semarang Dra Endang Suyatmi Listyaningsih, MPd mengaku ditemukan 93 piagam prestasi yang diduga bermasalah. Juga ada 13 SKD bermasalah. Namun setelah diverifikasi, sebanyak sembilan SKD sudah sesuai juknis. “Yang belum melengkapi ada 3, nanti yang sisanya dipanggil lagi. Jadi, mereka (pendaftar) kita minta bawa KK (kartu keluarga) lama dan KK baru untuk verifikasi,” jelasnya. (fth/jks/aro/bas)