31 C
Semarang
Wednesday, 18 December 2024

John Richard Sebut Eksepsi Kuasa Hukum Agustinus Santoso Akui Jual Beli Tanah, Bukan Utang Piutang

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Eksepsi yang diajukan terdakwa Agustinus Santoso melalui kuasa hukumnya dalam persidangan di PN Semarang menjadi sorotan. Menurut pelapor perkara penggelapan dan penipuan yakni Kwee Foeh Lan yang disampaikan melalui kuasa hukumnya, John Richard Latuihamallo eksepsi sudah masuk pokok perkara.

“Menurut hukum acara pidana itu sudah masuk ke dalam pokok perkara karena sudah mengupas sejarah dalam perkara itu. Sedangkan di dalam ketentuan KUHP mengenai eksepsi pidana itu hanya dua hal yakni mengenai kewenangan mengadili atau kaburnya dakwaan.  Seharusnya eksepsi tidak dikabulkan itu,” ungkapnya.

John menyatakan, dalam eksepsi tersebut disebutkan kuasa hukum terdakwa mengakui adanya jual beli yang didasari pada uraian Agustinus Santoso pembeli beritikad baik. Juga adanya penjelasan pembelian objek tanah di Jalan Tumang No 5 Gajahmungkur, Kota Semarang dibeli dengan harga pasar dan di atas NJOP senilai Rp 8 miliar. Menurut John, hal itu menunjukkan adanya pengakuan dari kuasa hukum terdakwa bahwa terjadi adanya jual beli atas objek tersebut, bukan utang piutang. Otomatis,dakwaan JPU sudah sesuai dengan fakta hukum.

“Selama ini dalil utang piutang yang kemudian dijadikan dasar gugatan kepailitan tidak benar. Buktinya sudah diakui oleh kuasa hukumnya di dalam eksepsi. Artinya gugatan kepailitan adalah rekayasa dan tidak sah,” tegasnya.

Lebih lanjut John membeberkan, materi eksepsi yang diutarakan tidak disampaikan secara jujur. Dimana, proses hukum mengenai kepailitan itu adanya pengikatan jual beli, bukan utang pituang. Hal itu tertuang dalam putusan adanya dissenting opinion oleh salah satu hakim pailit yang memeriksa perkara itu, Ira Setyawati. Tercatat di dalam halaman 13, ia menolak permohonan pailit karena berpendapat bahwa tidak ada utang-piutang di dalam perkara ini. Melainkan perjanjian pengikatan jual beli, dan itu sudah selesai dilaksanakan.
“Sebenarnya tidak ada utang piutang, murni jual beli. Hal itu juga tertuang dalam putusan kepailitan bahwa ada perjanjian pengikatan jual beli atas sebidang tanah seluas 2.285 meter persegi,” tandasnya.

Fakta lain adanya rekayasa keapilitan itu adanya persyaratan yang cacat formil. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang berbunyi “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Namun, dalam gugatan itu hanya ada satu kreditor saja, yakni Agustinus Santoso.

“Nah, bunyi pasal itu sudah jelas seharusnya ada lebih dari satu kreditor. Sedangkan dalam perkara itu hanya ada satu kreditor yakni Agustuinus Santoso sendiri. Sehingga kepailitan itu cacat formil karena syarat tidak terpenuhi. Makanya saya sebut ada rekayasa. Di dalam eksepsi tidak menjelaskan mengenai sah atau tidaknya kepailitan berdasarkan undang-undang. Kalau menurut dia sah, itu memutarbalikkan kebenaran karena dalam proses itu saja sudah melanggar undang-undang kepailitan dimana hanya ada satu kreditur,” tegas John.

Mengenai dalil objek tanah yang ditebus di Bank Mayapada, menurut John bukan utang piutang karena penebusan tidak ada bukti utang piutang. Dalam perkara pidana Agnes Siane nomor 246/Pid.B/PN Smg pun tidak tercantum. Justru, ucap dia, pembayaran dilakukan secara tunai. Sebagaimana dalam putusan di halaman 5 putusan pidana tersebut, disebutkan Agnes menjual tanah pada Agustinus berdasarkan pengikatan jual beli pada 26 Mei 2011 dengan harga Rp 8 Miliar.

Namun, menurut John keduanya menyembunyikan harga sebenarnya dalam akta jual beli karena harga yang dicantumkan hanya Rp 4,5 miliar. SedangkanAgnes setelah menerima pembayaran Rp 3,2 miliar dari harga yang disepakati, harga itu digunakan untuk pembayaran Tan Joe Kok Men di Bank Mayapada. Agnes kemudian menerima tunai Rp 5 miliar, sedangkan sisa Rp 1,3 miliar akan dibayarkan Agustinus setelah Agnes menyiapkan persyaratan untuk melaksanakan jual beli dihadapan notaris.

“Pada Juli 2011 sertifikat tidak bisa balik nama karena ahli waris dari Tan Joe Kok Men dari istri pertama Ivone Tries Iwarta tidak hadir untuk membubuhkan tanda tangan. Selain itu juga adanya gugatan perdata tentang kepemilikan nomor 244/Pdt.G/2011/PN Smg dari Kwee Foh Lan. Saat Agustinus mengetahui bahwa dirinya tidak bisa balik nama sertifikat, artinya dia tahu ada permasalahan. Kenapa pada saat itu Agustinus tidak memperkarakan saat itu juga? Mengapa baru dilakukan dua tahun kemudian dengan membuat rekayasa kepailitan dimana syarat formil tidak terpenuhi. Sehingga kepailitan itu majelis hakim tidak bulat dalam menjatuhkan putusan,” jelasnya.

Reporter:
Ida Fadilah

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya