34 C
Semarang
Saturday, 21 June 2025

124 Kasus, 70 Persen Perempuan Jadi Korban Kekerasan Seksual

Artikel Lain

SEMARANG, Radar Semarang – Hingga kini, negara belum mampu menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Hal itu dibuktikan adanya perempuan yang masih mengalami kekerasan. Berdasarkan data LRC-KJHAM, sejak 2017 – 2021 tercatat 1.249 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah.

Sedangkan Januari hingga November 2022 tercatat 124 kasus. Dari jumlah itu, 70 persen perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Bahkan, ada satu korban kekerasan seksual hingga meninggal dunia dan dua korban KDRT mengalami kriminalisasi.

Berdasarkan sebaran kasus di Jawa Tengah, diungkapkan Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM Citra Ayu Kurniawati, tertinggi di Kota Semarang yaitu 58 kasus (selengkapnya lihat grafis). Citra mengungkapkan, pelaku kekerasan terhadap perempuan lebih banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat korban seperti ayah kandung, ayah tiri, suami, dosen, kyai, atasan dalam hubungan pekerjaan, pacar, teman, guru, tetangga, driver online, mantan pacar, orang tidak dikenal.

Ia menyebut, bentuk kekerasan yang dialami perempuan beragam. Mulai dari dijambak, dibenturkan ke tembok, diancam akan dibunuh, diancam akan disebarkan foto atau video tanpa busana korban, memaksa korban untuk melakukan video call seks dan memperlihatkan alat kelamin pelaku, membujuk rayu korban, dan memperjual belikan korban untuk melayani hubungan seksual pelaku.

“Bahkan ada yang tidak diberi nafkah hingga diusir dari rumah,” tuturnya.

Sementara itu, yang masih menjadi persoalan yakni korban mengalami hambatan dalam mengakses keadilan. Di antaranya adalah adanya kasus pelecehan seksual korban dewasa yang didampingi LRC-KJHAM tidak diproses setelah korban mendapatkan tekanan dari orang tua pelaku. Korban diminta untuk mencabut laporannya di kepolisian. Padahal dalam Undang-Undang TPKS jelas mengatur bahwa kasus kekerasan seksual tidak dapat dilakukan diberlakukan mekanisme keadilan restoratif.

Ia menilai, Undang-Undang TPKS belum bisa diimplementasikan. Kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga juga sulit untuk diproses.

Berdasarkan pada situasi tersebut, pihaknya menuntut kehadiran negara. Di antaranya bagi aparat penegak hukum harus mengimplementasikan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lebih lanjut, meminta Pemerintah segera membuat peraturan turunan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Kami minta negara mengalokasikan anggaran untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, dan emperkuat gerakan masyarakat sipil dalam kerja-kerja penghapusan kekerasan terhadap perempuan,” tegasnya. (ifa/zal)

Reporter:
Ida Fadilah

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya