RADARSEMARANG.COM, Semarang – Diduga menggelapkan dana kemanusiaan dan hewan hasil penggalangan sosial, Yayasan RFPS dilaporkan ke polisi. Pasalnya, jumlah pendapatan hasil penggalangan dana dengan penyerahan bantuan sangat jomplang.
Kuasa hukum para korban, Sumanto menjelaskan, dana galangan sosial itu didapatkan sebesar Rp 615 juta untuk kemanusiaan terhadap tuna wisma, fakir miskin, dan gelandangan. Sedangkan untuk hewan seperti kucing dan anjing mencapai Rp 1,05 miliar.
Namun, oleh pendiri dan pengurus Yayasan RFPS ini hanya diberikan pada penerima donasi para korban dan pengelola shelter rumah kucing dan anjing dengan jumlah yang tak seberapa. Ia merinci, bantuan itu hanya diserahkan sebesar Rp 300 ribu, sembako kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 50 juta.
“Selebihnya diduga digunakan untuk kepentingan pribadi para pengurus dan pendiri yayasan, dengan cara pencairan secara bertahap,” ujar tim kuasa hukum dari LBH Rupadi ini.
Ia menuturkan, secara jelas pihak pengurus dan pendiri yayasan Kota Tegal itu telah menyalahi aturan dalam melakukan penggalangan dana, maupun memotong hasil penggalangan dana tidak sebagaimana mestinya. Hal itu diperkuat dengan adanya tujuan pendirian yayasan pada Akta Pendirian di Notaris & PPAT hanya bergerak di bidang kemanusiaan, dan keagamaan.
Dengan dalil itu, secara jelas pula tidak ada satu klausul pada penjabaran kegiatan untuk mengumpulkan, menggalang, dan menyalurkan bantuan terhadap tuna wisma, fakir miskin, dan gelandangan. Melainkan dalam klausulnya hanya boleh kepada korban bencana alam dan pengungsi akibat perang dan hanya boleh memberi bantuan.
Modus yang dilakukan yayasan tersebut yakni dengan memotret orang-orang berkekurangan seperti gelandangan, pemulung, fakir miskin, atau disabilitas seperti orang buta, cacat dan lain sebagainya. Selanjutnya diposting di platform website galang dana dan mendapat donasi dari para donatur.
Karena nilai galang dana yang diberikan sangat jauh dengan hasil donasi, disimpulkan seolah-olah hanya memanfaatkan kondisi orang-orang kekurangan itu. Atas kejanggalan itu, pihaknya telah melaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jateng kemarin.
“Sepatutnya kita perlu waspada, mencegah sejak dini adalah langkah terbaik sebelum semakin banyak korban dimanfaatkan dengan mengatasnamakan aksi sosial keagamaan. Maka besar harapan kami penyidik Polda Jawa Tengah menyikapi dengan cepat dan segera,” harapnya.
Salah satu penyandang disabilitas tuna netra, Abdul Wahab menjadi korban. Diungkapkannya, ia mengaku tidak pernah meminta bantuan dalam bentuk apapun ke yayasan tersebut. Namun, ia pernah didatangi orang dengan meminta fotocopy KTP dan memotret dirinya.
“Waktu itu saya nggak tahu kalau mau ada bantuan, cuma ada orang minta fotocopy KTP dan foto-foto, udah begitu aja,” ungkapnya. (ifa/zal)