RADARSEMARANG.COM, Semarang – Dua pemuda ditangkap anggota Unit Pidana Umum Satreskrim Polrestabes Semarang terkait peredaran uang palsu (upal). Mereka mencetak dan mengedarkan upal di Semarang. Aksinya sudah berjalan 10 bulan, dan menghasilkan uang palsu sebanyak Rp 70 juta.
Tersangka Atalarik Marcellino Hariyanto, 40, warga Bugangan, Semarang Timur, berperan mencetak upal sekaligus mengedarkan. Sedangkan Adimas Widodo Saputra, 24, berperan sebagai pembeli sekaligus pengedar upal.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang AKBP Doni Lumbartoruan menjelaskan, pengungkapan kasus ini diawali dari informasi masyarakat adanya penukaran uang palsu di sebuah warteg di Jalan Singosari Timur, Kelurahan Wonodri, Semarang Selatan, Kamis (17/11) sekitar pukul 23.00 lalu. Setelah dilakukan pengecekan dan penyelidikan di lokasi, uang palsu tersebut ditukar oleh Adimas Widodo Saputra.
“Selanjutnya dilakukan pengembangan, ternyata yang melakukan pencetakan uang palsu adalah Atalarik Marcellino Hariyanto. Dari situ, diterbitkan laporan polisi, dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Doni kepada RADARSEMARANG.COM di Mapolrestabes Semarang, Rabu (23/11) kemarin
Tersangka Dimas diamankan di rumahnya malam itu juga. Tak berselang lama, tersangka Atalarik ditangkap di tempat kosnya di Jalan Sedayu Kelapa, Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk berikut barang buktinya. Rumah kos tersebut dipergunakan sebagai tempat mencetak upal.
Adapun barang bukti yang diamankan, antara lain, uang palsu pecahan Rp 100 ribu senilai Rp 4 juta, uang palsu pecahan Rp 20 ribu senilai Rp 260 ribu, uang palsu senilai Rp 400 ribu siap potong, 21 lembar kertas yang telah dicetak uang palsu nominal Rp 100 ribu, dan 15 lembar kertas yang telah dicetak uang palsu nominal Rp 20 ribu.
Barang bukti lainnya, kata dia, adalah satu pack kertas kosong, satu unit priter merek Canon Pixma, termasuk penggaris, stempel, cutter, pisau gunting, lem, dan pilox. Atas perbuatannya, kedua tersangka akan dijerat pasal 36 ayat (1) dan atau pasal 36 ayat (3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
Tersangka Dimas mengaku membeli uang palsu tersebut dari Atalarik. “Sudah tiga kali beli. Beli Rp 100 ribu uang asli, dapat Rp 300 ribu uang palsu. Uang palsu lalu saya tukarkan di warteg dan warung makan lainnya. Pernah ketahuan, karena uangnya sudah kusam,” ceritanya.
Sedangkan tersangka Atalarik mengaku membuat uang palsu dari ide sendiri. Tamatan SMP ini hanya pengangguran. Ia lalu mengambil jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan dengan membuat uang palsu. “Sudah mencetak selama 10 bulan. Nyetak tidak setiap hari. Sudah mencetak sekitar Rp 70 juta uang palsu, pecahan Rp 100 ribu dan Rp 20 ribu. Kalau yang Rp 100 ribu palsu ya sekitar Rp 50 jutaan,” bebernya.
Ia mencetak uang palsu kalau ada pesanan. Sedangkan modal yang dibutuhkan, tidaklah banyak. Hanya Rp 2 juta. “Untungnya bisa Rp 30 juta sampai 40 juta. Penjualannya melalui online,” jelasnya.
Online yang dimaksud adalah menggunakan sarana media sosial Telegram. Pria bertato ini juga mengakui telah memiliki member mencapai ratusan orang dalam grup di Telegram yang dibuat.
“Saya admin grup, baru dua bulan. Sudah punya lima pelanggan dari dalam Kota Semarang. Nama grupnya Jual Duit. Kalau dia (Adimas) teman baru kenal, sudah tiga kali beli,” akunya.
Sebelumnya diberitakan, dua pemuda diamankan anggota Pidum Satreskrim Polrestabes Semarang. Mereka diduga mengedarkan uang palsu. Korbannya pedagang warung makan Tegal berlokasi di Jalan Singosari Timur, Kelurahan Wonodri, Semarang Selatan, Kamis (17/11) sekitar pukul 22.00.
Berdasarkan penelusuran dan keterangan pemilik warteg, Asti, mengakui mengenal salah satu pelaku, yang tinggal di dekat wartegnya. Pelaku bernama Dimas yang telah menukar uang asli dengan uang palsu sebesar Rp 200 ribu. “Dia tetangga sebelah. Awalnya, dia datang ke warung jam 10 malam. Dia datang sendirian, tidak beli apa-apa, hanya menukar uang Rp 200 ribu (palsu) dengan uang asli Rp 50 ribu,” ungkapnya. (mha/aro)