RADARSEMARANG.COM, Semarang – Khilaf menjadi alasan terdakwa Amin Farih dan Adib menerima suap dalam seleksi perangkat desa Kecamatan Gajah dan Guntur, Kabupaten Demak. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, dua dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) UIN Walisongo itu mengaku mendapat jatah dari seleksi calon perangkat desa (perades) itu senilai Rp 830 juta.
Dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa itu, terdakwa Amin Farih menyatakan, jumlah tersebut dibagi-bagi. Ia sendiri menerima uang Rp 120 juta. Kemudian, Rp 410 juta dibawa terdakwa Adib. Sementara, Rp 300 juta diberikan Tolkhah selaku bendahara kegiatan seleksi perangkat desa, ia merupakan Wakil Dekan II. “Ya Rp 830 juta itu kami bagi bertiga,” ujarnya.
Dalam pengakuannya, terdakwa Adib sebenarnya tidak mau diberi uang. Terlebih uang tersebut tidak jelas sumbernya dan pemakaiannya untuk apa. Akan tetapi karena terdakwa Amin terus memaksa, ia pun akhirnya menerimanya.
Mengenai pemberian Rp 300 juta kepada Tolkhah, merupakan inisiatif Amin. Mendengar hal itu, Jaksa Sri Heryono menuturkan, seharusnya Tholkhah turut dijadikan terdakwa dalam keterlibatan kasus ini. “Seharusnya bendahara ikut duduk di sini, karena sudah ada niatan menyimpan uang,” tuturnya.
Dipaparkan terdakwa Amin, pelolosan seleksi perangkat desa itu dengan cara pembocoran soal yang akan diujikan. Pihaknya menyerahkan jawaban beserta soal. Soal ujian itu diberikan kepada makelar terdakwa Imam Jaswadi dan Saroni yang kemudian diserahkan pada calon perangkat desa pemberi suap. “Mohon maaf khilaf. Kami serahkan jawaban soalnya,” ungkapnya.
Adapun dua makelar itu telah berhasil mengumpulkan uang suap sekitar Rp 3 miliar. Uang itu didapat dari calon perades di Kecamatan Guntur dan Kecamatan Gajah. Untuk jabatan sekretaris desa dibandrol Rp 250 juta, sedangkan perades dipatok Rp 150 juta. (ifa/ida)
