27 C
Semarang
Monday, 21 April 2025

Remaja 18 Tahun Produksi Kosmetik Ilegal, Omzet Sebulan Capai Rp 200 Juta

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Ribuan obat tradisional dan kosmetik tanpa izin edar alias ilegal dimusnahkan Balai Besar POM Semarang, Selasa (30/8). Barang bukti tersebut merupakan pengungkapan di empat kabupaten. Salah satunya kosmetik ilegal di Kudus yang beromzet Rp 200 juta per bulan.

“Produsen paling besar di Kudus. Banyak item-nya. Produksinya cuma di suatu ruangan kecil. Di ruko. Prosesnya dicampur di ember gitu. Ini sudah mempunyai kemasan dan label tertentu yang sudah dibuat. Omzet per bulan mencapai Rp 200 juta,” ungkap Kepala Kantor BPPOM Semarang Sadra MP Linthin usai pemusnahan barang sitaan di kantornya, Selasa (30/8).

Barang bukti tersebut hasil penindakan di empat wilayah pada 2022 ini. Yakni, wilayah Brebes, Tegal, Salatiga, dan Kudus. Dalam penindakan ini juga ditetapkan lima tersangka. Salah satunya berinisial R, yang masih berusia 18 tahun.

“Mereka (tersangka) ada yang produsen dan distributor. Omzetnya bervariasi. Ada yang masih remaja, berinisial R, 18 tahun, yang melakukan ini, dan beromzet ratusan juta rupiah. Dia sebagai produsen. Beroperasi sejak Juni,” bebernya.

Pemusnahan ini merupakan yang kali ketiga selama 2022. Barang bukti tersebut mayoritas obat-obatan tradisional dan kosmetik yang jumlahnya 178 item atau 6.106 pcs dalam kondisi produk jadi. Ada juga bahan baku sebanyak 304 jerigen.

“Jadi, mereka membeli kosmetik ini dalam bentuk bahan baku. Kemudian dicampur dengan bahan berbahaya. Mereka membuat kemasan dengan label ilegal. Artinya, ini belum memiliki izin atau ilegal. Produk ini akan dipasarkan ke Cirebon,” jelasnya.

Ditambahkan, produk kosmetik itu di-repacking. Yakni, pengadaan dari Bogor, kemudian di-repacking bahan-bahan berbahaya. Khususnya untuk krim pemutih, lotion, dan tuner-tuner yang digunakan untuk pemutih.

Untuk barang bukti obat tradisional yang diamankan, lanjut dia, berjumlah 53 item terdiri atas 6.676 dus. Juga ada bahan baku untuk pembuatan obat tradisional.

“Bahan ini belum diolah. Ada 161 toples yang kita dapatkan. Nilai ekonominya kurang lebih Rp 742 juta. Rata-rata dijual secara online,” katanya.

Salah satu obat tradisional yang diamankan adalah tetes mata. Menurut Sadra MP Linthin, bahan baku tambahan pada tetes mata tersebut berbahaya. Obat tetes mata tidak boleh dalam bentuk obat ataupun jamu tradisional.

“Tetes mata harus mengandung bahan-bahan yang sesuai ketentuan dan keamanan mutu, juga harus steril. Masyarakat umum tidak bisa membuat produk yang steril, kecuali di pabrik obat,” jelasnya.

Kenapa harus steril? Sebab, tetes mata langsung masuk ke tubuh, dan ada pembuluh darah kecil. Ia mencontohkan minum obat melalui mulut, tentunya diproses ke lambung dan baru masuk ke usus.

“Tetapi kalau ini langsung masuk ke pembuluh darah. Ketentuan tetes mata tidak boleh herbal. Kita juga sudah melakukan uji coba di laboratorium dan ternyata tidak steril,” bebernya.

Dijelaskan, pengungkapan kasus ini berdasarkan hasil patroli melalui cyber dan intelijen, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Pihaknya mengatakan, penindakan ini tentunya diawali dengan pembinaan-pembinaan.

“Jadi, kita tidak langsung represif. Kalau sudah dibina dan melakukan lagi berarti ada unsur kesengajaan. Ini dalam rangka melindungi masyarakat. Juga untuk memberikan efek jera dan peringatan kepada pelaku usaha untuk memenuhi ketentuan yang berlaku,” tegasnya.

Atas perbuatannya, para tersangka akan dijerat pasal 196 dan 197 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo pasal 60 angka 10 Undang-Undang RI No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (mha/aro) 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya