28.7 C
Semarang
Tuesday, 7 October 2025

Eksekutor Penembakan Istri Anggota TNI di Semarang Ternyata Masih Belajar Menembak

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Empat pembunuh bayaran yang disewa Kopda Muslimin, 38, untuk membunuh istrinya, Rina Wulandari, 34, masih amatiran. Bahkan, eksekutor yang membawa senjata api juga masih belajar menembak.

“Saya baru kali ini menembak. Saya belum biasa menggunakan. Awalnya diajari yang punya senpi (Dwi Sulistyo, Red). Diajari di rumah bertiga sama si Agus,” ungkap tersangka Sugiono alias Babi, 34, di Mapolrestabes Semarang, Rabu (27/7).

Seperti diketahui, Babi melakukan penembakan terhadap Rina Wulandari di Jalan Cemara III Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Senin (18/7) sekitar pukul 12.00. Selain Babi, tersangka lainnya adalah Agus Santoso alias Gondrong, Ponco Aji Nugroho, dan Supriyono alias Sirun. Selain itu, tersangka Dwi Sulistyo yang berperan sebagai pemasok senjata api.

Babi mengakui melakukan penembakan sebanyak dua kali di bagian perut. Pria ini juga mengakui instruksi penembakan dipandu langsung melalui telepon oleh suami korban, Kopda Muslimin, anggota TNI Yon Arhanud Semarang.

“Instruksinya disuruh menembak ketika keluar rumah sebelum bersama anaknya dari sekolah. Pokoknya langsung tembak, yang penting jangan kena anak saya,” katanya.

Sebelum melakukan penembakan, Babi, Agus, Ponco dan Supriyono, sudah mengintai di ujung jalan, sekitar 50 meter dari rumah korban. Setelah mendapat aba-aba dari Muslimin, Babi diboncengkan motor Kawasaki Ninja oleh tersangka Supriyono, mengejar korban yang keluar dari rumah.

“Waktu ngikuti kehilangan jejak. Terus dipandu sama Agus, orangnya sudah datang. Instruksi dari Mbah Mus (Muslimin) suruh nembak langsung bagian kepala,” bebernya.

Tersangka Babi yang sudah membuntuti dari belakang justru melepaskan tembakan ke arah tubuh hingga mengenai perut. Lokasi penembakan persis di depan rumah korban. Posisi penembakan ketika korban memboncengkan putrinya, dan masih duduk di atas motor saat akan berhenti.

“Saya tembak perutnya. Setelah menembak, kabur ke kiri. Terus diperintah nembak lagi. Sepengatahuan Mbah Mus tidak kena. Itu saya dimarahin lewat telepon. Terus saya balik lagi, saya tembak yang kedua kalinya,” katanya.

Setelah melakukan penembakan, ia dan temannya kabur ke rumahnya di Desa Sriwulan, Sayung, Demak. Mereka melewati jalan Sigar Bencah, Tembalang. Sebelum sampai lokasi tersebut, keduanya sempat berhenti, dan melakukan pergantian joki. Motor yang semula dikendarai Supriyono, digantikan Babi.

Diakuinya, motor Kawasaki Ninja dan Honda Beat yang dipergunakan sebagai sarana kejahatan itu pinjaman. Ketika diamankan, motor Ninja tersebut sudah berganti warna, dari hijau terang berubah hijau gelap. Diduga perubahan cat ini untuk mengelabui jejak dari kepolisian.

“Itu motornya rusak. Kecelakaan di Sigar Bencah. Pas turunan jalan, saya rem depan terus jatuh. Itu pas pulang, yang joki saya. Terus motor saya bawa ke bengkel di Simongan, di teman saya,” ujarnya.

Setelah melakukan penembakan dan sampai rumah, Babi kembali ke kawasan Banyumanik bersama tiga rekannya. Kali ini, tidak mengendarai motor, tapi naik mobil. Tujuannya untuk mengambil bayaran dari Muslimin.

“Ambil uang pakai mobil rental, yang nyetir saya. Saya berdua sama Agus. Di sekitaran Indomaret dekat rumah sakit (RS Hermina Banyumanik), lalu pulang ke Sayung,” jelasnya.

Diakui, Muslimin sempat menginstruksikan agar penembakan langsung di bagian kepala. Namun hal ini ditolak oleh Babi, ketika detik-detik menjelang eksekusi di depan rumah korban. Justru Babi menembak bagian perut.

“Instruksinya bagian kepala. Tapi saya tidak tega. Saya juga kenal dengan istrinya (korban). Waktu itu, saya tidak tahu, posisi Muslimin di dalam rumah atau gimana saya tidak tahu,” katanya.

Babi mengaku mengenal dekat Muslimin. Selain tidak tega, istrinya juga bekerja di rumah Muslimin. “Ya, ikut kerja di situ, jualan pulsa juga,” kata pria yang bekerja di konstruksi bangunan ini.

Menurut keterangan Agus Gondrong, awal mula terlibat dalam penembakan ini setelah diajak oleh Babi, dan disambangi di rumahnya di Magetan, Jawa Timur. Setelah menyanggupi ajakan jahat ini, ia bersama Babi meluncur ke Sayung, Demak.

“Saya disamperin Babi di Magetan. Katanya ada seseorang yang ingin membunuh istrinya. Sampai di Semarang, saya terus bertemu dengan Mbah Mus, ngobrol bisik-bisik,” jelasnya.

Merasa tidak nyaman, akhirnya malam hari berikutnya Agus melakukan pertemuan dengan Muslimin di Simongan membicarakan kelanjutan rencana jahatnya. Kepada Agus, alasan Muslimin lantaran sudah tidak betah berumah tangga dengan istrinya tersebut.

“Dia cerita tentang keadaan keluarganya. Intinya tidak kuat dengan tekanan istrinya yang selalu mengekang. Sehingga berkeinginan untuk membunuh. Kemudian saya sarankan jangan dibunuh dulu, kasih pelajaran dulu, kasih kecubung (diracun),” bebernya.

Muslimin setuju dengan sarannya. Agus pun mencari kecubung dan diserahkan kepada Muslimin. Namun Muslimin tidak berani, lantaran takut ketahuan istrinya. Alhasil, upaya meracuni istrinya ini pun gagal. Padahal Muslimin telah mencobanya sampai tiga kali.

“Dia (Muslimin) mau meracuni tiga minggu sebelum penembakan. Hari pertama saya kasih, dia tidak berani, takut ketahuan istrinya. Dicampur air putih. Hari kedua sama. Hari ketiga masih gagal,” jelasnya.  “Hari ke empat, saya terus ke tempatnya. Saya datang ke rumahnya, terus terang saya mau pulang Magetan. Saya dikasih uang Rp 2 juta,” tambahnya.

Sampai di rumah, tanpa sengaja Agus mendapat tawaran sepucuk senjata api yang dijual oleh tersangka Dwi melalui tetangganya. Tawaran ini direspon, dan kemudian senjata tersebut dicek melalui komunikasi video call WhatsApp guna mengecek keasliannya.  “Besoknya saya datang ke rumah yang jual senjata api itu, lalu saya telepon Babi. Saya bilang harganya Rp 3 juta,” jelasnya.

Menurutnya, tawaran senjata tersebut direspon lantaran sebelumnya Muslimin juga minta untuk dicarikan senjata api. Akhirnya, senjata api itu dibeli. “Senjata api dibayar Rp 3 juta, saya potong Rp 1 juta,” katanya.

Hingga akhirnya Agus kembali melanjutkan rencana jahat yang didalangi Muslimin. Sesuai kesepakatan, awalnya dijanjikan akan diberi uang Rp 200 juta. Namun masih ditawar oleh Agus, dan akhirnya akan diberi tambahan manakala berhasil membunuh.

“Kesepakatan awal dijanjikan Rp 200 juta. Kalau cuma Rp 200 juta gak cukup. Saya sampaikan gimana kalau Rp 200 juta sama Toyota Yaris. Terus dia setuju,” bebernya.

Selanjutnya aksi tersebut dilaksanakan empat orang. Namun namanya penjahat, Agus tidak menceritakan kepada rekan-rekannya terkait tambahan mobil Yaris tersebut. Hal ini diketahui ketika ketiga tersangka lain ditanya Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar, dan mereka mengakui tidak tahu.

“Saya belum tahu,” kata tersangka Ponco dan Supriyono di samping Agus, yang mengaku keduanya bekerja sebagai tukang ojek.

Agus hanya terdiam, dan berdalih baru mengenal Ponco dan Supriyono melalui Babi, sehari sebelum melakukan penembakan.  “Ketemu dengan Ponco dan Sirun (Supriyono) saya tidak sengaja. Karena malam sebelum kejadian, saya dijemput saudara Babi. Kemudian dikenalkan sama Ponco,” jelasnya.

Agus juga mengaku berada di ujung Jalan Cemara III, dan mengintai korban atas arahan Muslimin. Namun ketika terjadi penembakan, ia berada di ujung gapura akses masuk rumah korban memandu tersangka Babi.

“Eksekutor sebenarnya gak ada yang dipilih. Karena pertama yang megang senjata Babi, ya akhirnya Babi. Saya terus terang tidak berani kalau membunuh. Karena saya masih punya keluarga,” jelasnya.

“Saya belum pernah melakukan pekerjaan seperti ini. Tapi saya dulunya pernah minum kecubung. Sering. Terus saya sampaikan kepada Mbah Mus,” jawab pria yang mengaku bekerja sebagai sopir truk ini.

Setelah melakukan penembakan, Agus mengaku ditelepon Muslimin menanyakan keberadaan Babi. Setelah itu, Agus diminta untuk menemui Muslimin guna mengambil uang.

Setelah menerima uang, Agus dan Babi kembali menghampiri dua rekannya. Setelah itu, uang Rp 120 juta dibagi berempat. Namun lagi-lagi Agus berbuat curang. Dia mendapat bagian lebih banyak, sebesar Rp 30 juta.

“Dia bertiga masing-masing dapat Rp 24 juta, saya Rp 30 juta. Kemudian saya beli emas untuk seserahan. Cuma 3 gram. Sisanya habis untuk biaya pernikahan sama perjalanan,” katanya.

Agus kembali berdalih merasa sedih atas instruksi pembunuhan ini. Menurutnya, ia juga memiliki keluarga.  “Terus terang saya sedih. Saya kalau melihat, anak saya kehilangan seorang ibu. Saya juga tahu kalau dikejar polisi. Tahunya dari Facebook, saat perjalanan pulang,” ujarnya.

Agus mengakui kasus penembakan ini viral. Ia juga merasa bakalan ditangkap polisi. Ternyata benar setelah kabur ke Magetan dan kembali ke Semarang, ia ditangkap polisi.

“Sebelum datang ke Semarang, saya nelepon adik. Dik ada yang nyari saya? Katanya gak ada. Terus saya datang ke Semarang. Setelah nikahan, saya duduk di teras. Ternyata ada polisi datang, menangkap,” katanya.  (mha/mg12/mg13/mg18/mg20/aro) 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya