RADARSEMARANG.COM, Semarang – Nasib tragis dialami NPK, 8, warga Bangetayu Wetan, Genuk, Semarang. Gadis tak berdosa itu meninggal diduga setelah dicabuli ayah kandungnya, Widiyanto, 42.
Dugaan pencabulan itu terungkap setelah polisi menerima laporan dari ibu korban, Yunita Dwi Hidayati, 38. Kebetulan antara Widiyanto dan Yunita sudah bercerai, dan tinggal beda rumah. NPK yang sudah dimakamkan Sabtu (19/3/2022) siang, akhirnya dibongkar malam harinya untuk keperluan otopsi.
Ditemui di rumah duka, Yunita tampak masih shock. Ia berkali-kali menangis saat menceritakan kronologi kejadian yang menimpa putrinya. “Saya sudah ikhlas dengan meninggalnya NPK. Tapi untuk kejadian yang menimpanya, saya masih belum terima,” jelas Yunita saat ditemui RADARSEMARANG.COM, Minggu (20/3/2022).
Wanita berhijab itu menceritakan, setiba dari rumah ayahnya, Minggu (13/3/2022) lalu, putrinya itu mengeluh sakit. Namun pada Senin (14/3/2022), NPK tetap memaksakan sekolah. Pada Rabu (16/3/2022), kondisi NPK semakin memburuk. Namun ia tidak mau diperiksakan ke dokter. NPK justru ingin pergi ke rumah ayahnya. “Dia memang dekat dengan ayahnya. Ketika sakit pun dia meminta untuk pergi menemui ayahnya,” katanya.
Yunita mengaku sempat melarang putrinya pergi, karena kondisinya masih sakit. Namun NPK tetap memaksa. Dengan berat hati, Yunita pun mengantar putrinya. Namun dua hari kemudian, Yunita dibuat kaget setelah Widiyanto, mantan suaminya, membawa NPK dalam kondisi kaku pada Jumat (18/3/2022) pukul 23.30. Melihat kondisi putrinya sudah terbujur kaku, ia langsung teriak dan memanggil kakaknya, Oktavia Kurniawan.
Pada saat itu, yang menerima korban adalah kakak Yunita yang kini menjadi saksi kunci kasus ini. Pria yang biasa di sapa Wawan ini sempat curiga dengan kondisi korban yang sudah terbujur kaku. Widiyanto sempat tidak mau membawa korban ke rumah sakit dengan alasan sudah larut malam.
Tapi, Yunita bersikukuh meminta untuk segera dibawa ke rumah sakit. Akhirnya, NPK dilarikan ke RS Panti Wilasa Citarum. “Saya yang awalnya mengintip dari lantai dua, bergegas turun dan langsung minta untuk dibawa ke rumah sakit,” ungkap Yunita.
Yunita mengaku, pada malam hari sebelum kepergian sang buah hati, ia sempat melarang putrinya pergi ke tempat ayahnya. Saat ini, ia baru berpikir, apa yang diminta NPK untuk pergi ke rumah Widiyanto ternyata untuk mengungkap perlakuan bejat ayahnya. “Saya ndak menyangka, ternyata dia (Widiyanto) setega itu kepada putri kandungnya sendiri,” katanya sambil terisak.
Ibu empat anak ini menambahkan, ketika sedang sakit, mantan suaminya itu juga menyetubuhi NPK. Walaupun sebelumnya putrinya telah diberi obat penurun panas, susu, dan energen.
Yunita mengakui, ada kecemburuan yang terjadi pada kedua anaknya setiap bermain ke tempat sang ayah. Widiyanto lebih memanjakan NPK ketimbang sang kakak DI, 12. Apapun yang NPK mau selalu dituruti, namun tidak untuk sang kakak. Lebih parahnya lagi DI sering tidak diberi makan.
“Kalau di sana NPK selalu dimanja sama ayahnya. Entah itu karena sayang atau memang ada maksud tertentu saya kurang tahu,” ujarnya.
Setelah proses pemakaman selesai, aparat Polsek Genuk pergi ke rumah duka dan membujuk Yunita untuk meneruskan kasus yang menimpa anaknya. Yunita yang sempat ragu akhirnya mau meneruskan pembongkaran makam dan otopsi putrinya.
Dengan memantapkan hati, ia menandatangani surat persetujuan. Namun ia lega kasusnya sudah terungkap. Ia berharap Widiyanto diganjar hukuman berat. “Saya penginnya dihukum mati. Nyawa harus dibalas dengan nyawa,” tegasnya.
Sebelum kasus ini terungkap, ibu yang kerap disapa Nita ini mempunyai feeling kuat bahwa ayah kandung NPK sendiri yang melakukan perbuatan bejat itu. (cr4/cr6/aro)