RADARSEMARANG.COM, Semarang – Vonis yang dijatuhkan Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang kepada terdakwa kasus korupsi BPR Salatiga dinilai tidak adil. Triandari Retnoadi yang merupakan mantan direktur BPR Bank Salatiga ini tidak terima dirinya dinyatakan terbukti melakukan korupsi.
Sebagai pencari keadilan, Triandari dan kuasa hukumnya Hermansyah Bakrie menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Terlebih, mereka telah menemukan bukti baru yang dinilainya penting. “Kami memutuskan untuk langsung mengajukan upaya hukum PK,” ungkap Bakrie Senin (28/2).
Soal bukti baru, Bakrie tidak menyebutkan apa yang ditemukan. Yang jelas ada bukti terkait tindakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak melakukan konfirmasi terhadap terdakwa. Padahal, berdasarkan Peraturan BPK nomor 1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan disebutkan, semua pihak diberikan kesempatan untuk didengarkan.
Bakrie menambahkan, pihaknya merasa majelis hakim menumpahkan kesalahan yang dilakukan terdakwa lain kepada kliennya. Akibatnya, Triandari dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 5,84 miliar atau diganti dengan 4 tahun kurungan. “Kami menyayangkan putusan majelis hakim karena tak mendengar pembelaan kami di persidangan,” ucap Triandari melalui kuasa hukumnya.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jateng menetapkan lima orang terdakwa. Selain Triandari Retnoadi, ada Dwi Widiyanto yang juga direktur BPR Salatiga, Sunarti selaku mantan Kasubbag Kredit, Bambang Sanyoto dan Maskasno selaku karyawan BPR Salatiga.
Majelis hakim menyatakan bersalah kepada lima terdakwa tersebut. Akan tetapi, hukuman pidana penjara, hukuman Uang Pengganti (UP), dan denda tidak sama. Ganjaran diberikan sesuai dengan peran tindak pidana korupsi yang dilakukan. Kelimanya dinilai menimbulkan kerugian negara hingga Rp 29 miliar. (ifa/ida)