RADARSEMARANG.COM, Semarang – Kasus penganiayaan mengakibatkan kematian yang dilakukan taruna PIP Semarang kembali disidangkan. Korban meninggal dalam kasus ini yakni Zidan Muhammad Fazza.
Jaksa Penuntut Umum Kejari Kota Semarang Niam Firdaus menghadirkan saksi yaitu mantan Wakil Direktur (Wadir), F Pambudi. Dalam kesaksiannya, ia mengatakan tidak mengetahui terjadinya penganiayaan tersebut.
Ia menjelaskan, pengawasan dan pembinaan kepada taruna tak luput dilakukan. Terutama bagi taruna yang masih tinggal di asrama. Sementara, kejadian penganiayaan tersebut terjadi di salah satu mes atau kos Indoraya.
“Kalau di kampus bisa 24 jam. Tapi pengawasan di luar tidak bisa 24 jam. Ketika itu tidak tahu,” katanya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Arkanu, Rabu (23/2).
Ia menjelaskan, bagi taruna yang sudah semester 7 dan 8 atau senior, memang diperkenankan tinggal di luar kampus. Bisa kos, tinggal di rumah, atau tinggal bersama saudara. Namun, tata tertib selama yang bersangkutan masih menjadi taruna harus di taati.
Adapun pengawasan tersebut termasuk ketika di luar asrama. Bahkan juga melakukan sidak. Saat ditanya salah satu kuasa hukum pernah melakukan sidak ke kos indoraya, tempat penganiayaan tersebut, Pambudi menjawab pembina selalu keliling. “Tapi saya menjumpai mereka belum pernah,” jelasnya.
Menampik hal tersebut, salah satu kuasa hukum terdakwa mengatakan jika PIP Semarang telah kecolongan pengawasan sehingga insiden tersebut terjadi. Padahal di kos indoraya setiap tahun selalu ada tradisi pemberian pembinaan fisik sari senior ke junior.
“Kita sudah berusaha semampu kita. Berusaha mengevaluasi. Soal mereka mengalami tradisi ini, saya tidak tahu,” tegasnya.
Sebagai informasi, atas kecolongan insiden tersebut F Pambudi dicopot dari jabatannya sebagai wakil direktur PIP Semarang.
Jaksa Penuntut Umum Kejari Kota Semarang Niam Firdaus dalam kasus ini menjatuhkan dua dakwaan pada lima terdakwa Caesar Richardo Bintang Samudra Tampubolon, Aris Riyanto, Albert Jonathan Ompusungu, Budi Darmawan, dan Andre Asprila Arief.
Pertama, Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP tentang kekerasan mengakibatkan maut dengan ancaman pidana penjara paling lama dua belas tahun. Selanjutnya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan dan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Sidang tersebut juga menghadirkan saksi satpam RS Roemani, Santoso. Adapun sidang selanjutnya akan dilakukan pada Rabu 9 Maret mendatang. (ifa/bas)