RADARSEMARANG.COM, Semarang – Seorang dokter dijatuhi hukuman enam bulan penjara, karena melakukan onani di tempat umum dan mencampurkan spermanya ke makanan orang lain. Hukuman tersebut dibacakan Hakim Ketua Gatot Sarwadi dalam siding vonis di Pengadilan Negeri (PN) Semarang kemarin. Terdakwa bernama Dody Prasetyo. Dia terbukti bersalah melakukan tindak pidana kesusilaan sesuai Pasal 281 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama enam bulan,” tegas Hakim Ketua Gatot Sarwadi dalam sidang putusan di PN, Rabu (26/1).
Dalam persidangan, unsur-unsur pidana yang disangkakan kepada terdakwa yakni telah melakukan onani di tempat umum dan mencampurkan sperma ke makanan orang lain.
Perbuatan tercela ini dilakukan di ruang makan pada sebuah rumah kontrakan yang bisa diakses oleh orang lain. Setelah onani, terdakwa kemudian menaruh sperma di makanan orang lain. Tindakan ini membuat pemilik makanan trauma dan merasa jijik.
Majelis hakim menilai, perbuatan yang membuat orang lain trauma dan jijik tersebut menjadi pertimbangan untuk memberatkan hukuman terdakwa.
Sementara pertimbangan yang meringankan hukuman yakni terdakwa mengakui kesalahannya, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, ia merupakan tulang punggung keluarga, serta belum pernah dihukum.
Sebelumnya, pihak korban telah mengajukan tuntutan restitusi atau pemulihan kondisi korban dan penggantian kerugian. Hanya saja menurut majelis hakim pasal yang disangkakan ini tidak termasuk dalam kategori pidana tertentu, sehingga permintaan tersebut tidak diterima.
“Karena pasal tersebut tak masuk dalam pidana tertentu, maka tuntutan restitusi kami ditolak,” ucap hakim.
Hukuman kurungan yang dijatuhkan majelis hakim ini sama dengan tuntutan yang diajukan jaksa sebelumnya.
Salah satu pendamping korban dari LRCKJHAM Semarang, Nia Lishyati mengapresiasi putusan ini. Namun ia menyayangkan karena putusan yang dijatuhkan tidak maksimal.
“Enam bulan kurungan ini tidak sebanding dengan dampak psikologi yang dialami korban. Bahkan, sampai sekarang korban minum obat penenang,” ujarnya pada RADARSEMARANG.COM.
Saat ini terdakwa maupun jaksa masih pikir-pikir. Nantinya, jika kasus ini naik banding ia berharap putusan bisa lebih berat atau setidaknya menguatkan putusan PN Semarang. Yang terpenting tidak lebih rendah dari putusan PN Semarang.
Di sisi lain, dalam pledoi yang disampaikan jika terdakwa mengalami gangguan kejiwaan, ia meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merespon cepat untuk segera melakukan tindakan. Karena terdakwa masih memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) atau izin praktik.
“Harusnya segera mencabut karena mengkhawatirkan akan terulang kembali dan muncul korban baru,” jelasnya.
Ditambah, perguruan tinggi tempat terdakwa menempuh pendidikan juga diharapkan mengambil langkah, sebab hingga kini belum ada respon apa pun. (ifa/zal)