RADARSEMARANG.COM, Semarang – Praktik prostitusi online semakin marak di Kota Semarang. Pelaku tak hanya beroperasi di hotel, tapi juga memanfaatkan rumah kos. Kasus terbaru terjadi di rumah Kos Palapa Jalan Gayamsari II, Kecamatan Gayamsari. Praktik prostitusi ini digerebek aparat Polrestabes Semarang, Kamis (18/11) sekitar pukul 17.00 lalu.
Dalam penggerebekan itu, anggota Polrestabes berhasil mengamankan Darwin Pratomo, 33, warga Kebondalem, Kendal. Darwin diduga sebagai mucikari praktik prostitusi online tersebut.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar menjelaskan, praktik prostitusi ini terungkap bermula saat Tim Tebas Polrestabes Semarang menerima aduan masyarakat lewat WhatsApp Tebas. Dalam pesan singkat itu diinformasikan jika Kos Palapa diduga sering dijadikan tempat untuk praktik mesum.
Begitu menerima laporan, anggota Tim Tebas regu 3 langsung menindaklanjuti dengan mendatangi rumah kos tersebut. Rupanya benar, dari pengecekan di lokasi, ditemukan sepasang laki-laki dan perempuan di kamar nomor 4.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata keduanya bukan suami istri. Dan, saat diinterogasi, perempuan tersebut ternyata melayani open BO,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Perempuan yang digerebek itu mengakui praktik prostitusi tersebut dikelola oleh Darwin Pratomo. Petugas pun melakukan pemeriksaan ke kamar kos lainnya. Saat itu, ditemukan sejumlah perempuan di kamar nomor 6.
“Ada empat perempuan di kamar nomor 6, salah satunya masih di bawah umur. Mereka disiapkan tersangka sebagai wanita panggilan,” katanya.
Baca Juga: Jadi Tempat Prostitusi, Rumah Kos Palapa di Semarang Digerebek
Perempuan di bawah umur itu berinisial PF, 16, pelajar warga Kabupaten Jepara. Tiga perempuan lainnya, HY, 24, ibu rumah tangga warga Kota Palembang; EL, 23, mahasiswi warga Kota Tangerang, dan RA, 27, warga Kabupaten Jepara.
“Tersangka Darwin Pramono juga diamankan. Yang bersangkutan berperan sebagai mucikari atau pengelolanya,” bebernya.
Selanjutnya, Darwin Pratomo digelandang ke Mapolrestabes Semarang guna dilakukan pemeriksaan dan pengembangan. Termasuk para perempuan yang berada di kamar nomor 4 dan 6, turut dibawa ke Mapolrestabes Semarang untuk dimintai keterangan.
“Di lokasi kami menemukan alat bukti lain. Ada alat kontrasepsi (kondom) bekas, kemudian tiga pack kondom baru, dua alat komunikasi (handphone) termasuk kartu identitas, serta uang tunai Rp 400 ribu dan Rp 300 ribu,” jelasnya.
Menurutnya, empat perempuan yang dipekerjakan sebagai PSK ini sebagai korban. Mereka terjebak oleh iklan lowongan pekerjaan yang diposting tersangka di akun Facebook. Lowongan kerja abal-abal itu menggunakan akun STELLA.
“Cara merekrut korban, tersangka seolah-olah membutuhkan karyawan dengan gaji, dan fasilitas mess. Gaji yang ditawarkan Rp 26 juta sampai Rp 30 juta dalam sebulan. Yang berminat bisa inbox,” katanya.
Merasa butuh pekerjaan dan butuh uang, para korban mengklik like lowongan abal-abal tersebut. Selang tidak lama, mereka mendapatkan inbox dari akun tersebut yang isinya jika berminat agar menghubungi kontak yang diberikan tersangka. Kemudian tersangka menyuruh para korban untuk datang ke Semarang agar bisa langsung bekerja. Sampai di Semarang, para korban bertemu tersangka di kamar kos nomor 6. Mereka menyerahkan foto kopi KTP dan membuat perjanjian.
Baca Juga: Prostitusi Rumah Kos Palapa di Semarang Libatkan Anak di Bawah Umur hingga Ibu Rumah Tangga
“Kemudian dibuatkan semacam kontrak kerja oleh tersangka. Kontrak kerja ini untuk mengikat para korban. Isinya, yang bersangkutan akan dipekerjakan menjadi wanita panggilan, dan siap melayani siapapun, termasuk tersangka,” jelasnya.
Awalnya, para korban mengira akan mendapatkan pekerjaan sebagai pemandu karaoke (PK). Tapi kenyataannya lain. Mereka dipekerjakan melayani pria hidung belang di kamar kos yang telah disewa tersangka, yakni kamar nomor 4. Para korban yang sudah terdesak akhirnya menjalani pekerjaan haram tersebut.
“Setidaknya ada empat pernyataan yang ditandatangani secara paksa oleh para korban. Tersangka menjanjikan kepada para korban uang makan dan gaji per bulan Rp 26 juta,” terangnya.
Untuk mencari pelanggan, tersangka mempromosikan praktik prostitusi ini melalui MiChat dan media sosial lainnya dengan foto akun perempuan. Kata-kata yang ditampilkan yakni, Open BO Gayamsari. Sekali crot Rp 600 ribu maksimal 1 jam. No anal, wajib kondom sudah sama tempat. Bayar cash langsung sama saya. Termasuk memamerkan foto-foto perempuan untuk menarik pelanggan. Beda foto bisa dicancel.
“Melalui sarana inilah tersangka menemukan setidaknya empat korban yang ditawarkan kepada masyarakat melalui media sosial,” katanya.
Hingga kemarin, tersangka masih mendekam di sel tahanan Mapolrestabes Semarang untuk menjalani proses hukum selanjutnya. Tersangka akan dijerat UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dan pasal 296 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 1 tahun 4 bulan dan denda paling banyak Rp 400 juta.
“Nantinya (juga dijerat) UU ITE, akan dimasukkan sebagai pasal persangkaan kepada bersangkutan. Termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang,” ujarnya.
Tersangka Darwin mengakui telah melakukan praktik prostitusi online di kamar kos yang disewanya. Pria pengangguran ini mengatakan, membuka praktik prostitusi sejak Oktober 2021 lalu.
“Tarifnya Rp 600 ribu. Saya dapat bagian Rp 200 ribu. Sehari paling ramai lima tamu, paling sepi tiga orang. Satu orang (korban) kadang dapat dua atau tiga (tamu),” ujarnya.
Iming-iming pendapatan Rp 26 juta tersebut sengaja ia tulis di lowongan pekerjaan agar para korban tergiur, apalagi yang belum bekerja. Pria yang mengaku masih single ini merekrut korban melalui media sosial.
“Sebulan bisa sampai segitu. Sudah disediain tempat tinggal. Kalau belum dapat uang, biaya makan dari saya. Usia maksimal 30 tahun. Kriteria khususnya tidak gemuk,” katanya.
Kamar nomor 4 dan 6 sengaja disewa untuk membuka praktik tersebut. Diakui, praktik mesum yang dijalankan itu tidak diketahui oleh pemilik kos. Namun office boy rumah kos itu mengetahuinya. Ia sendiri tidak menempati kamar kos tersebut dan memilik nglaju dari Kendal.
Tak hanya menikmati uang dari keringat para korban, tersangka juga minta jatah untuk “mencicipi” tubuh anak asuhnya sebelum dijual ke pria hidung belang. “Betul, tapi ada yang belum,” ucapnya polos.
Diakui, praktik serupa juga pernah dilakukan tersangka di tempat lain dengan modus sama. Salah satunya pernah dilakukan di Kabupaten Kudus.
“Saya sudah berhenti tiga bulan lalu, terus lanjut bulan Oktober 2021 (di Gayamsari). Sebelumnya, di rumah kos di Kudus. Lalu, sebelumnya lagi di kos Semarang Barat, sudah lupa waktunya. Rata-rata yang dipekerjakan maksimal empat PSK,” bebernya. (mha/aro)