RADARSEMARANG.COM, Semarang – Nasib sial dialami Suryadi, 63, warga Pakintelan, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Ia harus mendekam di sel tahanan Mapolsek Gunungpati lantaran dilaporkan tetangganya atas dugaan kasus penipuan jual beli tanah.
Dugaan penipuan ini bermula ketika Suryadi akan menjual tanah miliknya seluas 2.300 meter persegi berlokasi di Dukuh Salakan, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Gunungpati pada 2020 lalu. Saat itu, Suryadi didatangi M, tetangganya.
“Pak M ini makelar. Awalnya, ditawarkan Rp 1 juta per meter. Karena Pak M ini alasannya kalau tanah itu akan digunakan sebagai gedung haji dan tempat ibadah umat, kemudian Pak Suryadi menurunkan harga jadi Rp 900 ribu per meter. Itu sebetulnya sudah deal,” ungkap Kuasa Hukum Suryadi, Yohanes Sugiwiyarno, kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (1/8/2021).
Selanjutnya M mempertemukan Suryadi dengan pria berinisial S, yang juga tetangganya. S mengaku sebagai pembeli tanah tersebut, dan membawa uang Rp 50 juta. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Suryadi sebesar Rp 30 juta.
“Uang Rp 30 juta itu diberikan sebagai tanda jadi. Sisanya, Rp 20 juta dibawa kembali oleh Pak S, alasannya untuk jaga-jaga. Sebenarnya Pak Suryadi menolak, karena dia minta langsung pelunasan. Kalau memang dia (S) pembeli kan harusnya diserahkan semua Rp 50 juta itu,” katanya.
Tanpa curiga, Suryadi menerima uang Rp 30 juta tersebut. Hingga kemudian muncul kuitansi yang dibuat oleh S, dan Suryadi diminta untuk tanda tangan. Namun, kata Yohanes, kliennya tidak membaca isi kuitansi tersebut, karena S bilang kalau hanya dipakai sendiri.
“Kuitansi ini yang mengeluarkan calon pembeli. Mestinya kuitansi itu yang mengeluarkan yang menerima uang. Tetapi ini justru yang mengeluarkan uang. Dia membuat kuitansi sendiri, dipakai sendiri, dan ditulis sendiri. Ini kan tidak benar,” bebernya.
Hingga pada suatu hari, terjadi perselisihan antara S dan Suryadi. Sebab, tanah itu dibeli dengan harga Rp 900 juta. Tentu saja, Suryadi merasa bingung, lantaran ia menjual Rp 900 ribu per meter.
“Jadi, jatuhnya hanya Rp 390 ribu per meter persegi. Selisihnya hampir Rp 1,4 miliar. Karena itu, klien saya minta transaksi dibatalkan. Akibat pembatalan itu, pihak pembeli minta ganti rugi tidak main-main. 10 kali lipat dari DP yang sudah dibayarkan,” katanya.
Karena tidak mampu membayar kerugian segitu, Suryadi dilaporkan ke Polsek Gunungpati atas dugaan penipuan. Meskipun, awalnya Suryadi sudah beritikad akan membayar semampunya sebesar Rp 90 juta, namun tetap ditolak oleh S.
“Setelah dinego-nego, mintanya lima kali lipat atau Rp 150 juta. Itu kan gila. Karena tidak mampu membayar, akhirnya klien saya dilaporkan ke kepolisian, dan masuk penjara,” jelasnya.
Kliennya menjadi tahanan Polsek Gunungpati sejak 26 Juli 2021 lalu. Menurutnya, kliennya merasa dibodohi oleh S dan M. Alasannya, ada dugaan jebakan di dalam kuitansi tersebut. Di kuintasi disebutkan, apabila calon pembeli membatalkan, uang DP hilang. Sebaliknya, kalau penjualnya yang membatalkan, harus membayar ganti rugi 10 kali lipat dari DP yang dibayarkan.
“Kalau dilihat dari bukti kuitansi, mestinya kasus ini kasus perdata. Tetapi oleh pihak kepolisian, justru dipidanakan. Ini dipaksakan seolah-olah menggunakan kewenangan yang melampaui batas. Sekarang klien saya ditahan,” katanya.
Pihaknya menduga adanya persengkongkolan tidak baik antara S dan M. Sebab, saat kesepakatan harga juga sempat didengar oleh anaknya Suryadi, termasuk istrinya. Selain itu, pihaknya juga mengatakan tidak mungkin melakukan penipuan.
“Pak Suryadi ini tidak berpendidikan, kerjanya cuma ke sawah saja, dia tidak punya pengalaman. Bagaimana menipu orang yang pintar. Sedangkan Pak M dan Pak S ini Ketua RT dan RW. Gak mungkin lah warga menipu Ketua RT dan RW. Ini kebangeten sekali,” bebernya.
Atas kejadian ini, pihaknya bersama keluarga kliennya akan sekuat tenaga mencari keadilan. Bahkan, juga berniat melaporkan kejadian tersebut di ke Propam Polda Jateng dan kejaksaan.
“Hukum harus transparan, kita akan laporan ke Propam Polda, tembusan langsung ke Mabes Polri. Saya juga akan melaporkan ke satgas hukum, termasuk Presiden Joko Widodo dan Jaksa Agung. Berikutnya kita akan menempuh praperadilan yang melampaui batas kewenangan. Ini sebetulnya masih premature, masih kabur, tetapi dipaksakan dipidana,” tandasnya.
Muhammad Abdullah, anak kandung Suryadi mengaku mendengar pembicaraan antara M dan ayahnya terkait kesepakatan harga jual tanah tersebut. Dikatakan, tanah itu dijual pada 2020, dan muncul kuitansi Desember 2020.
“Bapak sempat tiga kali menanyakan, mau dilunasi kapan? Yang pertama, masih mengelak. Yang kedua pada November 2020, katanya bulan Desember 2020 akan dilunasi. Jadi, sudah tiga kali,” katanya.
Kapolsek Gunungpati AKP Agung Yudiawan membenarkan bahwa Suryadi ditangkap karena diduga melakukan kasus penipuan jual beli tanah. Saat ini, kasus tersebut sedang ditangani Polsek Gunungpati. “Ya benar, kasus Suryadi ditangani Polsek Gunungpati,” ujarnya. (mha/aro)