RADARSEMARANG.COM, Semarang – Seorang guru honorer di salah satu SD di Kabupaten Semarang terjerat utang pinjaman online (pinjol). Tak tanggung-tanggung, tagihannya mencapai Rp 200 juta. Padahal uang pinjaman yang diterima hanya sebesar Rp 3,7 juta.
“Uang Rp 3,7 juta sekian itu padahal belum sampai digunakan, dan masih tersimpan di rekening,” ungkap pengacara korban dari Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama Kota Salatiga, Muhammad Sofian, kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (3/6/2021).
Guru honorer perempuan tersebut berinisial AM, warga Kabupaten Semarang. Ia mengajukan utang pinjol saat terdesak kebutuhan. “Awalnya pada tanggal 20 Maret 2021, klien saya membaca iklan di salah satu media sosial (medsos) yang menawarkan pinjaman secara online dengan plafon sebesar Rp 5 juta, dengan tenor waktu pelunasan 91 hari, dan bunga 0,4 persen,” katanya.
Setelah menginstal aplikasi salah satu pinjol dari play store di handphone bernama Pohon UangKu, AM lalu melengkapi semua persyaratan. Seperti foto KTP dan foto diri yang di-upload di aplikasi tersebut. Ditunggu sekitar lima menit, permohonan utang tersebut disetujui. Setelah di-ACC, uang ditransfer ke rekening korban sebesar Rp 3,7 juta sekian.
“Uang yang masuk ke rekening belum sempat digunakan. Tiba-tiba dalam waktu 5 hari, klien saya sudah mulai dihubungi lewat WhatsApp (WA) dengan nada meneror, tepatnya pada 25 Maret 2021,” terangnya.
“Mohon saudara dapat melunasi hutangnya. Totalnya Rp 5,5 juta. Dalam waktu lima hari harus melunasi Rp 5,5 juta. Kalau tidak nanti data-data saudara akan kami sebarkan ke semua phone book. Intinya seperti itu,” bebernya.
Karena merasa takut, uang Rp 3,7 juta itu dikembalikan ke rekening pinjol tersebut. Namun masih dianggap kurang, karena harus mengembalikan sebesar Rp 5,5 juta.
“Ternyata di dalam aplikasi lain masuk yang bertindak seolah-olah lembaga pembiaya, dan memberi utangan lagi. Jadi, Rp 3,7 juta masuk untuk melunasi itu tadi, dan terjebak lagi. Ini terjebak pada pusaran online yang kemudian diketahui utang itu semakin terperosok jauh dengan ketentuan bunga dan tenor yang sangat tidak rasional,” jelasnya.
Sofian menyebutkan, hingga hasil rekap mulai 21 Maret 2021 sampai 27 Mei 2020, jumlah utang yang harus dibayar mencapai Rp 150 juta. Jumlah tersebut merupakan perputaran uang pinjol yang dilakukan AM melalui aplikasi-aplikasi yang menginduk dari aplikasi Pohon UangKu. Karena belum terbayar, bunga pinjaman tersebut, dan utang pokok membengkak menjadi Rp 200 juta.
“Padahal konkritnya klien saya hanya menerima Rp 3,7 juta itu tadi. Akhirnya suami klien saya mencarikan pinjaman uang cash lain yang harus ditransferkan ke sana. Jadi, intinya klien saya ketika menerima uang pinjaman Rp 3,7 juta harus tombok, dan sekarang membengkak tagihannya hingga mencapai Rp 200 juta,” tegasnya.
Karena belum terbayar sepenuhnya, AM mendapat tagihan dari seseorang yang diduga suruhan dari pihak pinjol. Tagihan tersebut dikirim melalui pesan WhatsApp, SMS, termasuk chatting di akun Instagram AM.
“Klien saya diteror setiap hari, diintimidasi bahkan bisa ratusan kali per hari. Kemudian nomor telepon rekan kerja dan tetangga dihubungi dengan kata-kata yang sangat ekstrim. Ada yang diedit dengan konten pornografi. Seakan-akan menyasar bahwa klien saya ini menjual harga dirinya untuk membayar utang online. Itu disebarluaskan ke sejumlah nomor di phone book HP klien saya,” terangnya.
Merasa tertekan, AM didampingi pengacaranya mendatangi kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kamis (3/6/2021) kemarin. Kedatangannya, melaporkan pihak penagih dan lembaga pembiaya online tersebut.
“Klien saya kemarin datang ke kantor kami dalam keadaan tertekan dan shock, bahkan sampai stres. Ini handphone klien saya, nanti akan saya serahkan ke kepolisian karena dimungkinan masih berlanjut teror itu,” katanya.
Pelaporan tersebut diterima anggota Dirreskrimsus Polda Jateng. Pelaporan dalam bentuk dugaan tindak pidana dalam pelanggaran IT maupun dugaan tentang lembaga pembiaya berbasis online yang diduga ilegal. Atau diduga tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kalau cara-cara yang digunakan seperti ini. Teror dan intimidasi untuk menyerang harkat martabat dan kedudukan, serta nama baik dengan cara elektronik, baik melalui chatting di WA, SMS, DM IG, dan telepon langsung, maka ini sudah memenuhi unsur 27 UU ITE,” pungkasnya.
Sementara itu, AM mengaku akibat terjerat pinjaman online, sampai sekarang ia telah mengeluarkan uang pribadi hingga Rp 20 jutaan untuk membayar utang dan bunga. Bahkan, ia terpaksa “menyekolahkan” sertifikat tanah rumahnya di bank.
“Kalau uang yang saya putar sampai Rp 150 jutaan. Setelah saya tidak sanggup lagi, akhirnya saya rinci, Saya memutuskan ke jalur hukum. Total kerugian yang sudah saya bayar Rp 20 juta tadi. Memang cairnya cepat, tidak sampai 5 menit sudah ditransfer,” pungkasnya. (mha/aro)