RADARSEMARANG.COM – Kasus sengketa tanah atas Sertifikat Hak Milik (SHM)/15, di Jalan Tumpang Nomor 5, Gajahmungkur Semarang memasuki babak akhir. Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Agnes Siane. Sebelumnya, perbuatan penggunaan akta hadiah oleh Siane telah dilaporkan Kwee Foeh Lan di Polda Jateng.
PK diajukan Agnes Siane menggunakan akta hadiah Nomor 49 Tahun 1970. Akta hadiah tersebut selanjutnya diketahui bukan milik Agnes Siane, melainkan milik Kiantoro Najudjoyo, suami dari Kwee Foeh Lan. Akta ini diketahui dimasukkan dalam permohonan peninjauan kembali oleh Agnes Siane sebagai novum pada 8 Juni 2020 lalu.
“Faktanya MA telah menjatuhkan putusan peninjauan kembali atas dasar akta hadiah yang diajukan Agnes Siane dalam putusannya tanggal 17 November 2020 menolak permohonan Agnes Siane,” kata tim kuasa hukum Kwee Foeh Lan, John Richard Latuihamallo Selasa (24/11/2020) siang.
Keputusan dari MA, lanjut John Richard, tertuang dalam putusan No. 546 PK/PDT/2020. Otomatis persoalan sengketa kepemilikan lahan antara Agnes Siane dan Kwee Foeh Lan selesai. Tanah sengketa juga kembali ke tangan Kwee Foeh Lan
“Putusan PK, PN, PT, Kasasi dikuatkan MA ini, menyatakan bahwa sertifikat tanah SHM Nomor 15 merupakan milik Kwee Foeh Lan dan Kiantoro Najudjoyo dan merupakan harta persatuan keduanya sebagai suami istri,” papar dia.
Dijelaskan pula, proses kepailitan, lelang yang direkayasa oleh Agnes Siane dan Agustinus Santoso jelas ada upaya penggelapan. Semua pihak yang terlibat, berdasarkan putusan pidana di PN, yakni Agustinus Santoso, Wahono bersama Triyosi diketahui membiayai proses kepemilikan dengan memuluskan proses lelang.
“Mengenai putusan PT, Agnes Siane lepas berdasarkan adanya akta hadiah. Jaksa juga sudah mengajukan kasasi. Adanya putusan No. 546 PK/PDT/2020 ini, putusan PT yang mengesampingkan putusan perdata yang sudah inkracht von Gewisjde tidak bisa dipertahankan,” tuturnya.
Akta hadiah yang digunakan Agnes Siane di PT Jateng juga tidak bisa digunakan. Artinya, SHM nomor 15, ini jelas digelapkan Agnes Siane dan Agustinus Santoso, Sebagai kuasa hukum, John Richard mengimbau keduanya bisa mengembalikan tanah milik Kwee Foeh Lan agar masalah tidak berlanjut.
Sementara untuk kasus Agutinus Samtoso yang telah ditetapkan tersangka oleh Polda Jateng, pihaknya merasa Polda tidak mengirimkan berkas tersangka ke Kejaksaan Tinggi Jateng. John Richard pun meminta perlindungan hukum, sekaligus gelar perkara di Bareskrim Polri 19 November lalu. “Dari gelar tersebut, kami mendapatkan pemberitahuan, awalnya Agustinus Santoso ingin menghentikan kasus ini. Dalam hasil gelar, kasusnya tetap berjalan tidak dihentikan namun menunggu putusan kasasi dari Agnes Siane,” katanya.
Artinya, keputusan ini memiliki korelasi dengan putusan PK yang diajukan Agnes Siane jika akta hadiah yang diajukan tidak sah, karena milik Kwee Foeh Lan. Menurut dia, jika Agnes Siane dan Agustinus memiliki itikad baik dengan mengembalikan tanah yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, pihaknya akan kembali menimbang kasus tersebut.
“Kami juga mendorong Direskrimum Polda Jateng tidak menunda pemeriksaan kepada Agnes Siane dan dan anaknya yang menggunakan akta hadiah milik klien kami tanpa izin. Selain itu, kami ingin masyarakat tahu jika kasus ini merupakan murni kasus penggelapan setifikat,” tambahnya.
Proses perjuangan Kwee Foeh Lan, lanjut John Richard, dilakukan sembilan tahun lamanya hingga akhirnya diketahui titik terang siapa yang melakukan penggelapan serta pidana. Menurut dia, proses hukum di Indonesia sudah berjalan dengan adil dan melihat fakta yang ada.
“Untuk kasus pidana Agnes Siane dan Agustinus Santoso tetap jalan, rekomendasinya tidak bisa dihentikan karena dilakukan bersama-sama dengan cara menggelapkan sertifikat, memasukkan rekayasa kepailitan dan lelang rekayasa. Triyosi pun dalam sidang di PN, mengaku bila dibayar oleh Agustinus Samtoso dan Wahono sebesar Rp 50 juta, untuk menjadi pemenang lelang,” jelasnya. (den/ton)
