RADARSEMARANG.COM, Demak – Keluarga besar Dhea Fauzia Rahma, 17, korban pembunuhan, menuntut tersangka dihukum mati. Tersangka Dicky Ramandany, 19, warga Surabaya yang bertempat tinggal satu kampung dengan korban di Dukuh Kalitekuk, Desa Ngaluran, Kecamatan Karanganyar, Demak tersebut dinilai tidak memiliki rasa kemanusiaan. Ia tega membunuh Dhea hanya karena sakit hati.
Satu sisi keluarga bersyukur pihak kepolisian telah berhasil menangkap pelaku. Namun di sisi lain, keluarga justru bersedih terkait kenyataan tersebut. Apalagi pelaku tinggal satu kampung dengan korban.
Saat ditemui sebelumnya, ayah korban, Sugeng Prihadi, dengan tegas meminta aparat penegak hukum agar memberikan hukuman yang setimpal kepada pembunuh putrinya.“Keluarga minta pelaku dihukum setimpal,”ungkap Sugeng Prihadi, ayah korban saat ditemui RADARSEMARANG.COM.
Saudaranya yang lain menimpali. “Mati ya ganti dihukum mati,”tegasnya.
Kepala Desa Ngaluran Kamil yang masih saudara dengan keluarga korban juga menyampaikan, pascaditangkapnya tersangka Dicky, menyebabkan pihak keluarga terus bersedih mengingat kejadian pembunuhan terhadap Dhea.
“Pihak keluarga masih bersedih. Satu sisi senang pelaku dapat ditangkap. Tapi, di sisi yang lain rasane yo nggontok (marah) betul terhadap pelaku,”ujarnya.
Menurutnya, dengan adanya pengakuan dari tersangka yang merasa sakit hati saat diejek korban tersebut tidak bisa diterima akal sehat.
“Setiap mau ketemu, dia (pelaku) selalu minta uang Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu kepada Dhea. Lha terus duitnya siapa? Lha wong masih bocah (pelajar) otomatis ya tidak punya duit. Jadi, kaget dimintai uang seperti itu. Keluarga saja sama sekali tidak kenal siapa Dicky itu. Hanya sekitar dua mingguan saja,”kata Kamil.
Saat sekolah saja, lanjut Kamil, Dhea hanya diberi uang saku oleh orang tuanya paling banyak Rp 10 ribu. Itupun, tiap kali pulang sekolah uang jajan yang tersisa dikembalikan lagi atau dibelikan jajan untuk dimakan bersama di rumahnya. “Ini Dhea seperti dipalak oleh dia (pelaku). Kok kemudian sakit hati dari mana,”katanya heran.
Bahkan, kata Kamil, teman Dhea juga mengeluhkan perilaku Dicky yang demikian, dan menyarankan agar tidak bergaul dengan Dicky. Apalagi Dicky dikenal kerap mengancam. Seperti diketahui, tersangka yang asli Surabaya, baru sekitar satu tahun tinggal di Kampung Kalitekuk. Dhea juga baru kenal yang bersangkutan. Itupun karena Dhea kenal dengan anak yang punya rumah yang ditempati oleh Dicky.
“Yang jelas, keluarga menyerahkan proses hukum atas kasus ini ke aparat yang berwajib. Tuntutan hukumannya adalah hukuman mati,”katanya.
Menurutnya, tuntutan hukuman mati sudah sewajarnya dilakukan. Sebab, usia Dicky sekarang baru 19 tahun. Artinya, jika tidak dihukum mati, maka ada kemungkinan setelah bebas bisa dendam lagi. Apalagi, kata Kamil, motif penguasaan ekonomi terhadap sepeda motor dan handphone milik korban juga sudah terdeteksi sejak Kamis (12/11) sebelum adanya peristiwa tersebut.“Karena itu, dia (pelaku) sakit hati, sakit hati dari sisi yang mana?”tanya Kamil.
Menurutnya, pelaku juga tidak seharusnya punya sikap seperti memalak Dhea dengan meminta uang seperti itu. “Apalagi, dia laki-laki,”tandasnya.
Kamil menambahkan, pihak keluarga selain masih berduka, kini masih disibukkan dengan kegiatan tahlilan atau doa selama tujuh hari atas kematian Dhea. (hib/aro/bas)