32.4 C
Semarang
Saturday, 21 June 2025

BBPOM Semarang Dipraperadilankan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang dipraperadilankan oleh tersangka berinisial AS, warga Jalan Kuala Mas, Kota Semarang. Gugatan itu terkait penggeledahan dan penyitaan barang bukti serta penetapan tersangka yang dinilai tidak sesuai prosedur hukum.

Kuasa hukum AS, Theodorus Yosep Parera, mengatakan, kliennya mengajukan praperadilan terhadap tindakan hukum yang dilakukan BBPOM Semarang pada 16 September 2020 lalu. “Tindakan hukum itu dilakukan di tempat kediaman klien kami berinisial AS,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (23/9/2020).

Selain praperadilan, Yosep berencana mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, pihaknya meminta untuk mengganti Kepala BBPOM Semarang.  Sebab, sebagai aparatur penegak hukum, Kepala BPOM Semarang dinilai tidak mentaati aturan yang berlaku di dalam hukum acara pidana.

Yosep menjelaskan, penggeledahan yang dilakukan petugas BBPOM Semarang di rumah AS pada Rabu (16/9/2020) lalu dinilai ada pelanggaran hukum. Pihaknya menyebutkan, di dalam surat penggeledahan yang disampaikan kliennya tidak ada saksi dari warga. Seharusnya, kata Yosep, setiap penggeledahan wajib ada saksi yang bukan dari aparatur atau petugas BBPOM Semarang.  “Yang ada hanya stampel dari ketua RT. Memang ketua RT ada. Tapi, tidak ada dua orang saksi,” terangnya.

Selain itu, lanjut dia, yang menjadi masalah adalah ketua RT tidak ikut proses penggeledahan, tetapi hanya dipanggil datang untuk memberikan tanda tangan dan stampel RT. “Ini akan kami buktikan di dalam praperadilan. Ini kesalahan yang pertama,” lanjutnya.

Sedangkan rilis dari BBPOM Semarang sebelumnya saat penggeledahan tersebut, telah mengamankan 769.595 kapsul butir kapsul pelangsing yang diduga tanpa izin edar. Barang bukti dan rumah tersebut milik seseorang yang telah ditetapkan tersangka oleh BPOM Semarang.

Yosep menyampaikan, penyitaan yang dilakukan wajib diketahui dan disaksikan oleh dua orang saksi warga setempat berikut kepala desa atau RT. Sedangkan di dalam berita acara penyitaan, tidak ada RT maupun saksi dua orang warga setempat.

“Saksinya satu orang anggota polisi dan satu orang aparatur BBPOM. Padahal di dalam pasal 129 dikatakan bahwa ketika penyitaan telah dilakukan di depan saksi, berita acara pemeriksaan harus dibacakan di depan saksi dan ditandatangani oleh dua orang saksi warga dan Ketua RT. Ini juga tidak memenuhi syarat penyitaan,” bebernya.

Selain gugatan praperadilan ini, pihaknya juga telah melayangkan surat pemberitahuan kepada BBPOM Semarang dan penyidik. Sedangkan surat kepada presiden melalui Menteri Kesehatan akan dikirim Jumat (25/9/2020) hari ini.

“Kami meminta Menteri Kesehatan mengganti Kepala BBPOM Semarang karena dinilai tidak menaati proses hukum yang sedang ditempuh oleh warga Negara Indonesia yang merasa dirinya diperlakukan tidak adil,” katanya.

Seperti diberitakan koran ini Kamis (17/9/2020) lalu, Balai Besar POM (BBPOM) Semarang berhasil menyita barang bukti berupa obat tanpa izin edar (ITE) sebanyak 1.315 botol dan 22.477 klip plastik. Jumlah totalnya mencapai 769.595 kapsul atau senilai Rp 600 juta.

Kepala BBPOM Semarang I Gusti Ayu Adhi Aryapatni menuturkan penemuan tersebut merupakan hasil investigasi PPNS BBPOM. Baru kemudian ditindaklanjuti dengan operasi penertiban pada sarana penjualan obat tanpa izin edar di daerah Kuala Mas, Semarang, Rabu (16/9/2020).

Hasilnya ternyata, para pelaku melakukan pengemasan ulang terhadap produk obat tersebut dengan kemasan baru. Sehingga identitas asli obat menjadi tidak jelas dan tidak diketahui masa kadaluarsanya. “Dan ini sangat membahayakan bagi konsumen,” ujarnya.

Atas kasus tersebut, pihaknya akan menjatuhkan sanksi kepala pengelola sarana distribusi dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara atau denda maksimal Rp 1,5 miliar. Untuk mencegah hal itu terulang kembali, pihaknya meminta masyarakat untuk turut aktif melakukan pengawasan. Terutama terkait peredaran produk obat, obat tradisional, pangan, kosmetik, suplemen kesehatan ilegal dan produk palsu, baik secara langsung maupun online. (mha/aro/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya