RADARSEMARANG.COM, SEMARANG -Usaha pencipta karya tulis hologramisasi Kasim Tarigan, 87, pupus di tingkat pertama. Atas perkara gugatan akibat dugaan pelanggaran hak cipta karya tulis hologramisasi atau kinegramisasi pita cukai tembakau atau rokok di Pengadilan Niaga Semarang.
Gugatan Kasim tersebut diajukan melalui kantor hukum Eternity Lawfirm Jakarta kepada empat pihak tergugat. Yakni PT Pura Nusa Persada selaku pihak yang mencetak dan menggabungkan Hologram dengan Pita Cukai sebagai tergugat I. Kemudian tergugat II PT Pura Barutama selaku pihak yang mengaku memiliki hak paten atas hologram. Tergugat III Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dan tergugat IV Feybe Fince Goni.
“Kami akan ajukan kasasi. Karena agak aneh putusan sela sudah menolak eksepsi secara seluruhnya. Namun pada putusan akhir mengatakan gugatan kabur, jadi seolah-olah mengabulkan eksepsi yang sudah di tolak lebih dahulu,”kata salah satu kuasa hukum Kasim, Andreas, saat dikonfirmasi RADARSEMARANG.COM, Selasa (10/12/2019).
Diuraikannya, keanehan itu karena dalam pertimbangan putusan sela, majelis hakim menyebutkan dalam beberapa pertimbangannya. Diantaranya eksepsi tergugat tentang kompetensi relatif tidaklah beralasan, maka pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan. Kemudian majelis memutus menolak eksepsi tergugat tentang kompetensi relatif, menyatakan PN berwenang mengadili perkara tersebut, memerintahkan kedua belah pihak yang berperkara untuk melanjutkan perkara itu.
“Terakhir putusann selanya menyebutkan, biaya perkara ditangguhkan hingga putusan akhir. Jadi berbeda dengan pertimbangan putusan akhirnya,”sebutnya
Sedangkan, dalam putusan akhir perkara itu, dipimpin majelis hakim Edy Suwanto, memutuskan menerima eksepsi dari tergugat I dan II, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima, menyatakan gugatan penggugat dalam rekonpensi / tergugat dalam konpensi tidak dapat diterima. Kemudian menghukum penggugat dalam rekonpensi / tergugat dalam rekonvensi membayar biaya perkara sebesar Rp 1,954juta.
Sebelumnya, Kuasa hukum PT Pura Nusa Persada, Dr Pramudya, menyatakan bahwa teknik hologram sudah ada dalam skala internasional sejak 1948. Sedangkan Indonesia sudah ketinggalan. Kemudian pada 1993 ada orang yang bercerita bahwa hologram baik untuk pita cukai. Namun ternyata tulisan yang dibuat mengklaim, karena sebelum 1990 kliennya sudah produksi.
“Kecuali kalau PT Pura Nusa Persada menggandakan karya tulis yang 30 lembar itu silakan digugat,” tandasnya.
Menurutnya, undang-undang tentang hak cipta perlu diperbaiki agar lebih detail. Sehingga berdampak seperti gugatan itu. Dimana ada orang yang hanya bermimpi, kemudian nulis sesuatu yang tidak dijelaskan sesuatunya bagaimana, dan apakah bisa diaplikasikan, kemudian ada perusahaan yang sudah jalan akhirnya digugat.
“Ini kalau semua terjadi di indonesia bisa dibayangkan, pasti kacau. Nanti akan kami buktikan, siapa kami. Kami ini perusahaan besar. Nah penggugat siapa? Punya perusahaan saja nggak, bagaimanapun sebuah karya tulis di mana pun juga harus mengutip sumber,”ungkapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Kasim Tarigan, Dr Nur Widiatmo dan Andreas, menjelaskan, perkara itu bermula sejak Februari 1993, kliennya menciptakan suatu pengaman untuk cukai rokok. Namun karena banyak cukai rokok dipalsukan, akhirnya penggugat menciptakan karya tulis dengan judul hologramisasi atau kinegramisasi pita cukai tembakau atau rokok dengan nomor pendaftaran 021812, yang telah terdaftar di HAKI sejak 2001.
Advokat yang berkantor di Gedung Satrio Tower lantai 16, Mega Kuningan, Jalan Prof DR Satrio C4, Kuningan Jakarta Selatan itu kembali menjelaskan, sejak 1996 tergugat I melakukan pencetakan dan penggabungan cukai rokok dengan hologram. Di situ tergugat tidak pernah mengakui dan membayar hak royalti kepada penggugat hingga saat ini.
“Klien kami sudah berusaha menyelesaikan baik-baik dengan menemui pimpinan Pura Barutama yang sudah dilakukannya sejak 2005 hingga saat ini, namun tidak mendapat tanggapan sama sekali,”kata Andreas, usai sidang.
Selain sengketa royalti hak cipta, lanjut Andreas, kliennya juga menggugat Dirjen HKI, dengan tujuan bisa mengembalikan sertifikat yang telah dibalik nama dari nama penggugat ke tergugat 4.
“Bagaimanapun proses balik nama itu tidak sah karena penggugat telah memblokir surat pengalihan hak cipta yang dilakukan oleh tergugat 4, tapi Dirjen HKI tetap melakukan pengalihan hak cipta tersebut ke tergugat 4,” tandasnya. (jks/ap)