RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Tim Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang dipimpin oleh salah satu komisionernya, Sri Nurherwati, datangi tiga institusi sekaligus untuk memberikan perhatian terhadap kasus dugaan asusila yang menimpa korban perempuan asal Semarang berinisial S, dengan terdakwanya seorang oknum notaris bernama I Nyoman Adi Rimbawan, 45.
Pertama yang didatangi adalah Pengadilan Negeri Niaga/PHI/Tipikor Semarang. Kedua Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah dan ketiga datangi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Kedatangan tim tersebut sekaligus untuk mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) agar bisa segera di sahkan. Kemudian melihat penerapan MoU (kerjasama) yang sudah dilakukan antara Pemerintah Provinsi Jateng dengan sejumlah institusi dalam menyelenggarakan sistem peradilan pidana terpadu, yang telah dituangkan dalam bentuk Pergub (Peraturan Gubernur).
“Atas kasus tersebut, kami minta media untuk memantau. Kalau terkait kedatangan kami, setelah ini akan ke Kejati Jateng dan menemui Gubernur Jateng untuk memastikan MoU tersebut bisa diimplementasikan dilapangan,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, kepada awak media usai kordinasi di PN Semarang, Senin (12/8/2019).
Pihaknya memastikan kasus tersebut akan di bawa ke tingkat nasional, karena menurutnya kasus itu bisa menjadi pembelajaran di tingkat nasional, sehingga bisa menjadi rumusan kebijakan yang sangat signifikan. Selain itu, di tingkat nasional khususnya pemerintah yang sedang membahas RUU PKS, nantinya bisa bersama melakukan perubahan kebijakan, dengan demikian kasus-kasus serupa kedepan tidak lagi mengalami kesulitan akses keadilan.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi perhatian sangat besar. UU perlindungan anak bahkan sampai melakukan amandemen berkali-kali, diharapkan pemberatan hukuman menjadi perhatian majelis hakim untuk memberikan hukuman maksimal dalam kasus ini,” tandasnya.
Menurutnya, hukuman paling pantas kalau terbukti di pengadilan melihat kasus tersebut yang sedemikian parah. Maka hukumannya harus diberi vonis maksimal seumur hidup dengan penjeraanya diberikan pidana tambahan dan seluruh perangkat hukum harus dikenakan ke pelaku, salah satunya bisa dilakukan pemasangan chip kepada pelaku, pengumuman identitas pelaku ke publik untuk mencegah keberulangan.
“Kebetulan saja di kasus Semarang ini korbannya orang berdaya secara ekonomi dan pengetahuan, sekalipun pengetahuannya didapat setelah beranjak dewasa. Sehingga kasus ini bisa menjadi catatan penting nanti dibawa dalam RUU PKS,” ungkapnya.
Perlu diketahui, terdakwa Rimbawan sendiri tercatat sebagai alumnus Doktor Ilmu Hukum Unisula Semarang dan alumnus Magister Kenotariatan Undip Semarang. Dalam kasus itu, selain Komnas Perempuan, juga telah mendapat perhatian publik lebih dulu, dibuktikan sejumlah organisasi telah menyoroti kasusnya seperti, Komnas PA Kota Semarang yang dipimpin John Richard Latuihamallo, kemudian Koalisi Masyarakat Peduli Anak dan Perempuan (Kompar), dipimpin Saraswati. Selanjutnya Karangtaruna Kartini Kota Semarang yang dipimpin Okky Andaniswari dan LRC-KJHAM (Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia) dipimpin Kepala Divisi Bantuan Hukum, Nihayatul Mukaromah. Terakhir Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (jks/ap)