RADARSEMARANG.COM, JEDDAH-Menyisir jemaah haji yang belum berpakaian ihram. Mengajak jemaah haji membersihkan diri ke toilet bandara. Hingga menggantikan pakaian ihram jemaah haji di toilet bandara. Setelah itu, membimbing kembali jemaah haji mengulang niat umrah.
Itulah yang dilakukan petugas haji bidang Pembimbing Ibadah Haji (Bimbad) Daerah Kerja (Daker) Bandara PPIH Arab Saudi pada pendaratan gelombang kedua di Bandara King Abdul Azis International Airport (KAAIA) Jeddah Arab Saudi sejak tanggal 8 Juni 2023. Bahkan akan terus berlanjut hingga closing date atau penutupan pendaratan pada 22 Juni mendatang.
Apalagi berdasarkan surat edaran Kementerian Agama (Kemenag) RI, jemaah haji gelombang kedua harus memakai pakaian ihram sejak dari tanah air atau embarkasi, karena akan langsung mengambi miqat di atas pesawat terbang saat sampai di daerah Yalamlam atau di Bandara Jeddah.
“Ada dua opsi untuk melakukan miqat makani umrah wajib ini. Pertama bisa dilakukan miqat saat pesawat telat berada di atas wilayah Yalamlam. Kedua bisa miqat melalui Bandara Jeddah,” kata Kepala Seksi (Kasi) Pembimbing Ibadah Haji (Bimbad) Khairun Naim.
Miqat makani merupakan batas tempat untuk berniat umrah dan dimulainya memakai pakaian ihram.
Setelah miqat dan niat, kemudian berlanjut melakukan ibadah umrah qudum atau umrah wajib sesampainya di tanah suci Makkatul Mukarromah.
Namun sejauh ini masih ada saja jemaah haji yang tidak memakai pakaian ihram sejak dari tanah air. Padahal kesempatan transit di Bandara Jeddah dibatasi oleh pemerintah Arab Saudi. Karena semakin bertambahnya jumlah jemaah haji setiap tahun. Sedangkan luasan bandara masih tetap sama.
Bahkan ada jemaah haji dari Kelompok Terbang (Kloter) Jakarta Bekasi (JKS) yang beberapa orang masih memakai pakaian batik. Padahal kloter JKS melalui terminal fast track. Yakni begitu mendarat langsung dibawa bus menuju hotel di Makkah. Sistem cepat ini memang tidak menyediakan waktu berganti pakaian.
Jemaah haji yang tidak memakai pakaian ihram akhirnya ditinggal bus yang membawa rombongan kloter tersebut. Karena masa parkir bus sudah habis, sudah harus berganti bus untuk jemaah haji dari negara lain.
Tak hanya jemaah haji dari kloter JKS yang melalui fast track, tapi hampir di tiap kloter ada saja jemaah haji yang belum berihram.
“Tapi jemaah kita ini enggak semua ngerti agama, banyak yang ikut-ikut (niat). Jadi husnudzonnya karena itu kebanyakan lansia, ngakunya sudah niat di atas tapi dia masih pakai peci, jaket, kaos kaki. Kok dipakai pak, sudah niat? ‘Dingin’. Gitu kan. Artinya beliau ini tidak ngerti, enggak paham,” ucap Khairun Naim.
Naim dan petugas Bimbad maupun petugas haji lainnya selalu menyisir setiap kloter. Dan selalu menemukan jemaah haji yang belum berihram.
“Jangan sampai jemaah haji tidak memenuhi syarat rukun wajib haji. Makanya kami melakukan penyisiran setiap jemaah haji yanh mendarat,” kata Naim.
Ada juga jemaah haji yang pakaian ihramnya di koper besar masuk bagasi. Akibatnya tak bisa dibuka karena langsung dikirim ke hotel tempat jemaah haji menginap oleh petugas.
“Kalau kondisi demikian, Daker Bandara menyediakan stok kain ihram setiap harinya. Terakhir kami menyediakan 50 kain ihram dan sandal. Karena banyak jemaah haji laki-laki yang masih mengenakan sepatu. Padahal itu larangan ihram,” kata Kepala Daker Bandara PPIH Arab Saudi Haryanto.
Naim sendiri sejauh ini sudah tiga kali menyeboki jemaah haji lansia dan memakaikan pakaian ihram di toilet bandara. Sebagaimana yang dilakukan pada jemaah haji pada kloter SOC dari Solo.
“Kami ajak jemaah haji untuk berganti pakaian ihram,” kata Naim sambil membawa bapaknya yang berkursi roda berganti ihram.
Tugasnya Bimbad, diakuinya, memang harus meneliti seluruh jemaah haji sudah berpakaian ihram atau belum, harus mengingatkan larangan ihram lainnya, jemaah haji laki laki harus melepaskan celana dalam, harus berganti sandal bagi yang masih memakai sepatu, tak boleh memakai jaket atau pakaian berjahit, dan tak boleh memakai kopiah atau topi.
“Kami juga membimbing jemaah haji untuk mengulang niat umrah wajib dan membaca talbiah,” tandasnya.
Hal itu harus dilakukan, untuk mengantisipasi jemaah haji yang belum sempat niat dan mengingatkan kembali jangan sampai melanggar larangan ihram. Sebab jika jemaah haji sampai melanggar larangan tersebut, maka wajib membayar dam atau denda.
“Jemaah haji sebaiknya memakai pakaian ihram sejak di tanah air. Meski niatnya berihram setelah sampai di Yalamlam atau di Bandara Jeddah,” katanya.
Dia meminta kerja sama para petugas kloter yang belum berangkat, tak terkecuali pembimbing yang ada di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) agar mengajak seluruh jemaahnya mengenakan pakaian ihram sejak dari embarkasi di Tanah Air. Hal ini untuk memudahkan persiapan ibadah umrah para jemaah.
“Karena kalau sudah tiba di Jeddah, belum tentu ada kesempatan. Kalaupun ada kesempatan belum tentu waktunya lapang, pasti akan diburu-buru. Tapi kalau kita sudah pakai pakaian ihram, nanti kita sampai di Jeddah tinggal salat dua rokaat kemudian niat. Lebih mudah, lebih praktis, tidak perlu mandi lagi dan sebagainya,” ucap Naim. (ida)