RADARSEMARANG.COM, JEDDAH-Kesabaran tanpa batas, perjuangan tanpa kenal lelah. Itulah gambaran petugas haji ketika menghadapi jemaah haji lanjut usia (lansia) yang jetlag dengan suasana baru di Arab Saudi. Butuh tiga jam menyadarkan jemaah haji lansia yang mengalami demensia saat tiba di King Abdul Azis International Airports (KAAIA) Jeddah Arab Saudi Minggu 12 Juni 2023.
Kakek 89 tahun asal Sragen Jawa Tengah ini tenaganya masih sangat kuat. Meski langkahnya sedikit sempoyongan. “Aku meh muleh (aku akan pulang),” kata Mbah IK yang kini berusia 89 tahun.
Mbah IK beribadah haji tanpa pendamping. Tubuhnya kurus dengan kulit coklat berbalut pakaian ihram. Dia terus berjalan ngeloyor, yang penting menjauh dari bus yang akan membawanya dari bandara Jeddah menuju ke hotel di Makkah. Seharusnya sesampainya di Makkatul Mukarromah sesaat kemudian menjalankan ibadah umrah qudum.
Tak kunjung luluh hati Mbah IK, bus rombongan yang membawa jemaah haji dari embarkasi Solo kelompok terbang (kloter) 62 sudah berlalu dari Bandara Jeddah. Mbah Iman pun tertinggal.
“Bus tak bisa berlama-lama menunggu di Bandara Jeddah. Itu sudah menjadi ketentuan pihak Arab Saudi,” kata petugas haji Indonesia bagian Perlindungan Jemaah Haji (Linjam) Daerah Kerja (Daker) Bandara PPIH Arab Saudi Arifandi.
Kendati begitu Mbah IK tak peduli. Dirinya terus berjalan, meski tak tahu jalan. Petugas Linjam Arifandi dan Abdul Kadir Ridwan Ali terus merayu dan mendampingi Mbah IK berjalan dan menolak dihentikan.
Bahkan, Mbah IK berjalan menuju gate setelah turun dari pesawat. Mbah Iman terlepas dari rombongannya. Dengan bahasa Jawa, selalu menyampaikan kata “pokoknya mau pulang”.
Meski begitu, ketika bertemu dengan tenaga medis, seorang perawat Didik Prihadi, wajahnya langsung berbinar. Dia merasa nyaman dengan dokter. Sayangnya Mbah IK hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa, sedangkan Didik tak bisa berbahasa Jawa. Sontak Mbah IK memilih jalan lagi.
Arifandi dan Abdul Kadir tetap mengikutinya hingga 3 jam lamanya. Seluruh ajakan dan rayuan kedua petugas ini tak mempan.
Mbah IK tak lagi bisa membedakan mana petugas, mana bukan. Mbah IK tak bisa berbahasa lain selain bahasa Jawa.
“Meski Mbah IK sulit ditaklukkan. Tapi kita harus sabar dan tak boleh marah. Apalagi jemaah haji ini lagi berbicara di luar kendalinya. Kami yang justru meminta maaf kepadanya,” kata Arifandi.
Bahkan dirinya pernah ditonjok jemaah haji lansia yang sedang mengalami demensia. Itu tak membuatnya kapok. “Selama melayani jemaah haji, kita harus sabar dan ikhlas dengan segala konsekuensi. Saya sudah empat kali menghadapi yang demikian selama kedatangan haji 2023 ini,” katanya.
Tak hanya menolak naik bus, ada lagi kasus seorang nenek yang menolak memberikan paspor kepada petugas Arab Saudi, yakni Al Wukala. Nenek yang berasal dari Sumedang embarkasi Kertajati ini tidak demensia. Hanya saja sang nenek terpatri dengan pesan pesan keluarga dan orang yang dia percaya untuk menjaga paspornya dari siapapun.
Sang nenek sampai ndolosor duduk di lantai dan menangis meminta paspornya yang sudah terlanjur dibawa petugas Arab Saudi Al-Wukala. Hampir satu jam menghadapi nenek yang membabi buta meminta paspornya kembali. Tas dan topi petugas sampai copot dia pegangi, demi paspornya kembali. Sang nenek menolak naik bus, pilih ndlosor di lantai sampai paspor dikembalikan.
Menurut keterangan Kasi Perlindungan Jemaah (Linjam) Daker Bandara PPIH Arab Saudi, Maskat, penanganan paspor antara orang berhaji dengan yang bepergian keluar negeri non haji berbeda. Kalau haji reguler, seluruh paspor jemaah haji memang dipegang oleh pemerintah Arab Saudi melalui lembaga Al Wukala.
Pengambilan paspor dilakukan setelah landing dan hendak naik bus menuju hotel di Makkah maupun di Madinah.
“Hal ini penting dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi agar paspor jemaah haji yang jumlahnya jutaan ini tidak hilang dan tidak ketlingsut. Agar aman,” kata Maskat.
Alhamdulillah, berkat kesabaran dan keikhlasan petugas haji, sang nenek akhirnya bisa luluh hatinya. Itupun setelah mendatangkan jemaah haji sekampungnya yang bisa berbahasa daerah Sumedang.
Setelah itu, baru sang nenek paham, bahwa paspor memang harus diberikan kepada petugas. Sang nenek akhirnya bersedia naik bus untuk menuju Makkah ke hotel dan melakukan umrah qudum atau umrah wajib.
“Ini karena nenek memegang pesan dari tanah air. Kami petugas berusaha mencari teman sedaerah agar jemaah haji ini merasa aman dan nyaman,” katanya.
Kendati begitu, khusus untuk lansia demensia jika tidak bisa dikendalikan, petugas haji langsung membawanya ke Pos Kesehatan Indonesia di Bandara Jeddah. “Jika kondisi tak membaik, dirujuk ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI),” tandasnya. (ida)