RADARSEMARANG.COM, PEKALONGAN – Yais, 55, warga Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, meradang. Sebab tanah warisan keluarganya tiba-tiba diserobot orang lain.
Bahkan kini sudah berganti kepemilikan. Padahal keluarga tersebut tidak pernah menjualnya. Merasa menjadi korban mafia tanah, pihak Yais melaporkan kejadian tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pekalongan.
Hal tersebut dibenarkan Kasi intel Kejari Kota Pekalongan, Andritama. Pelapor kaget karena sertifikat sudah atas nama orang lain.
“Kami sudah menerima laporan dan berkasnya. Akan segera kami pelajari,” jelasnya di kantor Kejari, Rabu (28/12).
Terpisah, kuasa hukum keluarga Yais, M Zainudin, mengatakan, kliennya selama ini tidak merasa menjual tanah tersebut ke pihak manapun .Termasuk menghibahkannya untuk kepentingan tertentu.
“Klien kami memiliki bukti-bukti yang sah atas kepemilikan tanah tersebut, dan tidak pernah dijual belikan ataupun dialihkan ke pihak manapun,” ungkapnya.
Hal ini terungkap, kata Zaenudin, saat Pemkot Pekalongan akan memberikan ganti rugi bagi warga yang lahannya terdampak proyek tanggul.
Persoalan timbul setelah lahan milik kliennya itu terdampak dan dibebaskan. Luas lahan milik Yais dan keluarganya mencapai 6.250 meter persegi di Panjang Baru.
Tiba-tiba muncul pihak tertentu yang merasa memiliki dan mengklaim tanah tersebut. Padahal selama puluhan tahun tanah tersebut milik keluarga Yais, warisan orang tuanya.
“Keluarga korban pegang bukti kepemilikan letter C dari kelurahan, dan tidak pernah dijual ke pihak manapun,” tegas Zainudin.
Zainuddin menjelaskan, selama puluhan tahun kliennya tidak pernah mendapat pemberitahuan terkait perubahan status tanah mereka.
Saat mengetahui ada pihak lain yang mengklaim kepemilikan, kliennya langsung mengumpulkan bukti-bukti, termasuk berkoordinasi dengan pihak kelurahan. Beberapa bukti yang dimiliki seperti Letter C dari kelurahan dan kwitansi jual beli. Keterangan waris dan NJOP PBB.
Pihaknya menduga dalam kasus ini ada dugaan mafia tanah, karena ada pihak lain yang berani mengklaim tanah tersebut. Dugaan diperkuat dengan informasi muncul sertifikat dengan nama lain di bidang yang sama.
Proses pengurusan sertifikat tentunya harus melibatkan sejumlah pihak, termasuk nama atau ahli waris yang tertera dalam Letter C maupun pihak kelurahan. Jika hal itu tidak dilakukan, maka kuat dugaan ada mafia tanah ikut bermain dalam kasus ini.
“Hal itulah yang kami pertanyakan, berarti ada keterlibatan berbagai pihak atas kasus ini. Untuk itu perlu ditegakkan, agar tidak merugikan orang lain,” tegasnya. (han/zal)