29 C
Semarang
Thursday, 8 May 2025

Mengenal 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM. Semarang – Dalam keputusan Presiden pada tahun 1965, pahlawan yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI di beri gelar Pahlawan Revolusi.
G30S merupakan sejarah kelam bagi Indonesia.

Ketika itu ada pemberontakan PKI. Ada 7 pahlawan revolusi yang tewas dalam peristiwa tersebut antara lain Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jendral TNI Anumerta R. Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen M. T. Haryono, Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Mayor Jendral D.I. Panjaitan, Kapten (Anumerta) Pierre Tendean.

Berikut biografi singkat pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa pemberontakan G30S:

1. Jendral Ahmad Yani ( Panglima Angkatan Darat)
Jendral Ahmad Yani lahir di jenar purworejo 19 juni 1922.pendidikan Jendral Ahmad Yani : Yani dimasukan ke HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Purworejo oleh Hutslyn. Ia menempuh pendidikan di sekolah ini di tiga tempat: kelas III HIS di Magelang, dan sejak kelas IV sampai tamat di Bogor.
Ahmad Yani mengikuti militer sampai ikut dalam pemberantasan PKI tahun 1948, agresi militer belanda II, dan penumpasan DI/TII di jawa tengah. Ahmad Yani tewas ketika pemberontakan G30S.

2. Letnan Jendral TNI Anumerta R. Suprapto
Lahir di Purwokerto 20 juni 1920. Awal R. Suprapto menjadi militer dia masuk di anggota tentara keamanan rakyat di Purwokerto. Ketika PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya, sehingga dia menjadi korban G30S bersama petinngi AD lainnya.

3. Letjen S. Parman
Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah. Ia adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Parman bergabung di TENTARA KEAMANAN RAKYAT (TRK), cikal bakal tentara nasional Indonesia. Ia meninggal pada peristiwa G30S dan mendapatkan gelar Letjen Jendral Anumerta.

4. Letjen M. T. Haryono
Jenderal bintang tiga kelahiran Surabaya, 20 Januari 1924, ini sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). M.T.Haryono dilahirkan sebagai putera seorang B.B. (Pamong Praja). Pada waktu itu mempunyai kedudukan yang istimewa di antara pegawai-pegawai belanda lainya. Hanya B.B lah yang disamping kedudukan istimewanya bisa juga mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi.

dia menempuh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) dan ELS (setingkat Sekolah Dasar). Kemudian M.T. Haryono, menempuh pendidikan sekolah kedokteran selama pendudukan Jepang tetapi tidak tamat. M.T. Haryono lalu bergabung menjadi perwira yang fasih berbicara dalam 3 bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya berbahasa ini menjadi penghubung perundingan dan komunikasi.

M.T. Haryono (20 Januari 1924 – 1 Oktober 1965) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang terbunuh pada persitiwa G30SPKI. Ia dimakamkan di TMP Kalibata – Jakarta.

5. Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Sepak terjang Sutoyo bermula pada masa pendudukan Jepang ia mendapat pendidikan pada Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta, dan kemudian menjadi pegawai negeri pada Kantor Kabupaten di Purworejo. Sutoyo bergabung kedalam bagian polisi tentara keamanan rakyat (TKR). Ia meninggal pada peristiwa G30S.

6. Mayor Jendral D.I. Panjaitan
Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 19 Juni 1925. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya

D.I. Panjaitan (9 Juni 1925 – 1 Oktober 1965) adalah salah satu perwira tingi yang menjadi korban Gerakan 30 September/G30S PKI. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean
Pierre Andries Tendean (21 Februari 1939 – 1 Oktober 1965) adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965.

Terdapat Museum Lubang Buaya atau disebut dengan museum Monumen Pancasila Sakti merupakan museum untuk mengenang peristiwa G30SPKI. Museum itu terletak di kelurahan Lubang Buaya, Kabupaten Cipayung, Jakarta Timur. Tempat ini juga merupakan lokasi pembuangan jenazah 7 pahlawan yang gugur dalam peristiwa G30SPKI. (mg10/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya