RADARSEMARANG.COM – Ketika berbicara prestasi akademik dan pengabdian di organisasi, nama Abdurrahman Kasdi–biasa disapa Kang Dur–, tidak bisa dipisahkan dari dinamika yang berkembang di kampus dan di masyarakat.
Belum lama ini, kader muda NU ini memperoleh gelar jabatan tertinggi dalam karir sebagai seorang dosen. Ya, Ia telah mendapatkan gelar profesor termuda di IAIN Kudus dan tetap membersamai kegiatan-kegiatan dan dinamika di organisasi dan masyarakat.
Kiprahnya di dalam organisasi kemasyarakatan terbesar Nahdlatul Ulama (NU), Kang Dur sangat terlihat saat menjadi Ketua PC GP Ansor Kabupaten Demak (2013-2017). Kemudian berlanjut di Jawa Tengah menjadi wakil ketua PW GP Ansor Jateng (2018-2022). Lalu, menjadi wakil ketua PC NU Demak (2017-2022). Selain itu, menjadi Ketua PC Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Demak (2008-2013), wakil sekretaris umum PW IKA PMII Jateng (2014-2019), ketua Forum Kewasapadaan Dini Masyarakat (FKDM) Demak (2013-2016) dan ketua II DPD KNPI Demak (2013-2016).
Dalam pengembangan keilmuan dan profesi, pria kelahiran Pati, 25 Februari 1976 yang berdomisili di Jalan Nurcahya RT 6 RW 8, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak Kota ini juga aktif menjadi ketua III di Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syari’ah Indonesia (HISSI) Cabang Kudus (2013-2018), ketua Bidang Litbang Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) (2016-2021), ketua II Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Jawa Tengah (2016-2021), ketua Divisi Publikasi dan Jurnal, Asosiasi Dosen Republik Indonesia (2021-2026), Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP) (2021-2026) dan sekretaris umum Forum Direktur Pascasarjana PTKIN (FORDIPAS) (2019-2024).
Ketua PC GP ANSOR Demak ini juga mengikuti kaderisasi tertinggi di Ansor, yaitu PKN (Pendidikan Kader Nasional/ Pelatihan Kepemimpinan Nasional) mewakili Demak dan menjadi peserta terbaik pada 2013. Hasilnya, beberapa tahun setelah itu ia diberi mandat untuk menjadi instruktur PKL (Pendidikan Kader Lanjutan/ Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan) mewakili Pengurus Pusat di tingkat Nasional. Setiap Kaderisasi yang diadakan oleh Ansor (baik PP, PW, PC maupun PAC) selalu melibatkan dia, termasuk Kaderisasi di PMII dan IPNU/IPPNU juga sering menjadikannya sebagai instruktur/pemateri. Bahkan, sekarang ia menjadi koordinator Pendidikan Kader Penggerak NU (PKPNU) Kabupaten Demak.
Menurutnya, aktif mengabdi di masyarakat melalui organisasi dilingkungan NU merupakan wujud pengabdian. Sebab, secara profesi dia sudah mapan sebagai dosen dan mencapai gelar akademik tertinggi (Profesor/ Guru Besar). Dia juga mendapat amanah menjadi Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni serta Direktur Pascasarjana IAIN Kudus.
“Nah, berorganisasi ini merupakan implementasi pengabdian. Juga bagian dari Tri Darma Perguruan Tinggi yang selama ini saya geluti,”ujar Abdurrahman Kasdi, suami dari Dr Umma Farida, Lc, MA (putri mantan Wakil Bupati Demak, KH Muhamad Asyiq) ini.
Dia menuturkan, pengalaman yang ia jalani, setidaknya sudah ada sekitar 15 negara yang pernah dia kunjungi. Antara lain, kunjungan akademik ke Jordania (1996), Qatar (2000), Uni Emirat Arab (2000), dan Singapura (2001). Kemudian, kunjungan ke Universitas Kebangsaan dan Universitas Putra Malaysia, Universitas Malaya, dan International Islamic University of Malaysia, Malaysia (2001), Universitas al-Azhar, Universitas Cairo, Aniversitas ‘Ain asy-Syam, dan American University in Cairo, Mesir (1996-2000). Lalu, Universitas Marmara Turki (2014), Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan National University of Singapore (NUS) (2015). Juga, pernah berkunjung ke International University of Renewal (IUR), Esenyurt, Turki (2018), Perancis, Belgia, Italia, Inggriis dan Radboud University Nijmegen Netherlands (2019).
Secara akademik, Abdurrahman Kasdi telah menghasilkan 7 artikel yang terbit di jurnal yang terindeks Scopus: 4. Yakni, di Jurnal dalam Negeri (JIIS Surabaya, Al-Jamiah Yogyakarta, WACANA UI & QIJIS IAIN Kudus) dan 3 di Jurnal Luar Negeri (International Journal of Religious Tourism and Pilgrimage Irlandia, GeoJournal Rumania, dan International Journal of Islamic Thought Malaysia. Juga menghasilkan 15 artikel yang terbit di Jurnal yang terakreditasi Sinta 2 dan 6 artikel di Sinta 3. Selain itu, menghasilkan 8 buku referensi (penulis), 2 buku ajar (penulis), 5 buku (terjemah/editor), dan 4 artikel koran. Selain itu, memiliki 5 hak kekayaan intelektual (HAKI).
Dilevel internasional, ia pernah menjadi narasumber International Conference diluar negeri. Antara lain, International Conference on Islamic Studies, Islamic Economics, and Islamic Banking and Finance IIUM di IIUM Malaysia (2015), The 6th International Prophetic Heritage Conference 2018 yang diselenggarakan oleh kerjasama Universiti Sains Islam Malaysia dengan International University For Renewal (IUR), Turkey (2018), International Conference with the theme “Seeking the Middle Parth (Al-Wasatiyya): Articulations of Moderate Islam yang diselenggarakan oleh Radboud University Nijmegen Netherlands (2019). Selain itu, menjadi narasumber International Conference di dalam Negeri.
Antara lain, International Seminar on Religious Studies For Peace Building in Contemporary World STAIN Pekalongan (2015), International Conference on Islam and Muslim Societies (ICONIS) yang diselenggarakan oleh Pascasarjana IAIN Salatiga (2018 dan 2019), International Conference on Interdiciplinary Gender Studies 2018 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Gender (PSG) IAIN Kudus (2018, 2019, 2020, dan 2021).
Kemudian, pada giat International Annual Conference on Fatwa MUI yang diselenggarakan oleh Komisi Fatwa MUI Pusat (2018 dan 2019), International Conference, Islam in Disruption Era: Opportunities and Challenges yang diselenggarakan oleh Pascasarjana IAIN Kudus (2019), dan International Conference on Education, Economic, Social Science and Humanities (ICEESH) yang diselenggarakan oleh Pascasarjana IAIN Tulungagung (2019)
Baginya, berorganisasi diharapkan menjadi suplyer sumber daya manusian (SDM), sehingga kaderisasi perlu ditingkatkan baik frekuensi pelaksanaannya maupun substansi pengkaderannya. “Dalam konteks ini, ketika seseorang aktif di organisasi maka diharapkan ia menjadi SDM yang handal dalam segala profesi dan menjadi inspirasi bagi institusi, lembaga, dan tempat manapun ketika dia beraktifitas. Hal ini sejalan dengan pendidikan karakter yang digalakkan oleh dunia pendidikan. Maka, karakter terbaik muncul dalam jiwa kader-kader organisasi ketika kita bekerja dan beraktifitas,”ujar alumnus Universitas Al Azhar, Mesir ini.
Menurutnya, ada tiga roh yang membangkitkan agenda kaderisasi organisasi di masa yang akan datang, utamanya di NU. Pertama, dengan mengambil spirit Nahdlatul Wathan, maka pendidikan dan pengkaderan Ansor selalu berorientasi pada pendidikan kebangsaan yang nasionalis, dengan berpijak pada nilai-nilai ahlussunnah wal jama’ah.
“Atau dalam bahasa NU, nilai-nilai itu menjadi prinsip tawasssuth dan i’tidal (tengah-tengah), tasammuh (toleran), tawazzun (keseimbangan), dan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian pula, dalam setiap pengkaderan, nilai-nilai moderatisme tersebut ditanamkan dalam memperkokoh ke-Ansor-an, ke-NU-an dan ke-Indonesia-an,”katanya.
Kedua, dengan spirit Tashwirul Afkar, maka, berorganisasi terus bergerak dinamis melahirkan kader-kader pemikir, akademisi, intelektual yang akan menjadi modal pembangunan bangsa di tengah pertarungan teknologi global yang modern dan lintas teritorial, juga lintas ruang dan waktu. “Indonesia sangat membutuhkan para cendekiawan, saintis, juga ilmuwan yang brilian tetapi juga menghargai indegenous wisdom. Munculnya saintis muda, ilmuwan muda, cerdas membumi dan hormat pada perjuangan dan jasa para ulama serta pahlawan pendahulu,”imbuhnya.
Ketiga, dengan roh Nahdlatul Tujjar, Abdurrahman Kasdi berpendapat, bahwa kader harus mengawal agenda kebangkitan ekonomi yang berbasis kerakyatan. Orientasi ekonomi yang liberal-kapitalistik yang selama ini dijadikan kiblat para penyelenggara negara, harus segera dihentikan. “Sebab, ini bertentangan dengan cita-cita NU dan para founding fathers NKRI. Kader adalah elemen terpenting dalam memikirkan kedaulatan pangan, krisis energi, dan juga nasib buruh baik dalam dan luar negeri yang terus terdzalimi,”kata dia.
Karena itu, kata dia, hendaknya berorganisasi dikembangkan menjadi ajang pengkaderan untuk mencetak pemimpin bangsa yang ideal dan Islami, Ansor untuk Ansor, Ansor untuk NU, dan Ansor untuk bangsa.
“Ansor cenderung bersifat seperti itu akibat pilihan posisinya sebagai salah satu agen pengkaderan pemimpin bangsa dari kalangan warga Nahdliyin. Dengan sistem kaderisasi yang bagus, maka Ansor akan mampu melakukan hal-hal yang baik dalam proses alih generasi,”katanya.
Melihat kenyataan itu, lanjut Abdurrahman, Ansor mau tidak mau harus berani melakukan terobosan. Kode aturan dalam proses perekrutan kader harus dipertajam dan dibuat secara lebih terukur melalui jenjang sistem yang jelas. Situasi ini penting diciptakan agar keterlibatan Ansor dalam persaingan dengan organisasi kepemudaan (OKP) lain bisa dipersiapkan secara lebih matang. Hal ini bisa dilakukan asalkan setiap kader di Ansor juga siap untuk membenahi dirinya sendiri.
“Bila sistem pengkaderan sudah bisa berjalan lebih optimal, maka citra dan posisi Ansor secara ideal akan bisa tercapai. Selain itu, ke depan kader Ansor mau tidak mau juga harus memperkuat basis intelektualnya. Sebab, kemampuan intelektual juga menjadi prasyarat mutlak bagi seorang pemimpin bersamaan dengan faktor keterampilan, utamanya dalam menggalang lobi di ranah berbangsa dan bernegara,”katanya. (hib/bas)