29 C
Semarang
Sunday, 15 June 2025

Kisah Pilu Korban Banjir Bandang Kota Batu, Kehilangan Anak Sekaligus Cucu

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Kisah Suliamat bersama keluarganya ini begitu pilu. Rumahnya di Dusun Gintung, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji hancur diterjang banjir bandang Kamis sore (4/11/2021). Dia pun kehilangan anak dan cucunya yang meninggal terseret banjir. Bagaimana perjuangan Suliamat sampai nyawanya bisa selamat?

Kamis lalu (4/11/2021) sekitar pukul 14.00 WIB hujan cukup lebat. Aliran listrik pun padam. Suliamat bersama dua anaknya, Marinda dan Dika serta menantunya Devi Istikhomah sedang berkumpul di ruang tengah.

Tak berselang lama, Mahendra Feri dan Shenazia ikut gabung. Keduanya baru tiba dari kebun. Mahendra Feri adalah anak dari Suliamat. Sedang Shenazia anak dari Mahendra atau cucu Suliamat.

Sekitar pukul 15.00 WIB hujan semakin deras. Suliamat sempat menengok keluar rumah untuk melihat kondisi angin serta hujan. Namun siapa sangka, setelah menutup pintu rumah, dia kaget karena tiba-tiba datang suara bergerumuh yang tidak tahu asalnya dari mana.

Suliamat mengira itu suara hujan yang disertai angin. Namun dalam hitungan detik, air menerobos masuk ke rumah pria berusia 53 tahun itu. Dia dengan refleks menarik dua anaknya untuk segera keluar rumah.

Sementara Mahendra Feri dan Shenazia kala itu sedang berada di dalam kamar. Suliamat pun hanya bisa memanggil anak dan cucunya itu untuk segera keluar rumah. Air pun dengan cepat masuk ke rumah melalui cela jendela.

Hanya dalam hitungan menit saja, rumah tersebut ambruk. Tembok belakang rumah roboh. Plafon rumah runtuh. Tragisnya, balok plafon menghantam kepala Suliamat. Dia sampai tersungkur jatuh.

Air dengan cepat menggenangi rumah yang telah ditinggalinya selama 25 tahun itu. “Saya terendam banjir cukup lama, kira-kira 3 menit, saya berusaha bangkit tapi arus air sangat deras,” kenang Suliamat sedih.

Sore itu, Suliamat mengira sedang terjadi kiamat. Dirinya telah pasrah dengan keadaan. Untungnya, dia berhasil diselamatkan menantunya Devi Istikhomah. Dia ditarik oleh Devi, berusaha keluar dari genangan lumpur yang terus mengalir dengan deras.

“Saya keluar dari lumpur, saya sudah tidak sadarkan diri, seingat saya rumah itu sudah hancur,” tutur Suliamat sambil menundukkan kepalanya.

Mahendra Feri serta Shenazia tidak sempat diselamatkan. Rumah sudah roboh. Puing-puing bangunan terbawa arus banjir. Mereka berdua tertimbun bangunanan serta material batu dan kayu yang terbawa banjir. Mereka berdua dinyatakan meninggal pada Jumat 5 November 2021.

Kepada Jawa Pos Radar Malang, Suliamat berkisah bahwa Mahendra Feri adalah anak yang rajin. Pria yang akrab disapa Feri itu berkepribadian yang ceria. Dia pun tidak pernah menolak jika sewaktu-waktu ayahnya membutuhkan bantuan. Bahkan selama ini, Suliamat dibantu oleh Feri menggarap ladang pertanian. “Keseharian kami berdua adalah petani, kami bertani dan berkebun sama-sama,” kenang Suliamat.

Sementara, Shenazia adalah cucu pertamanya. Dia tidak menyangka cucunya berpulang begitu cepat. “Mereka anak dan cucu saya yang selalu ceria. Mereka selalu membuat rumah kami ramai, saya tidak tahu tanpa mereka akan seperti apa,” beber dia dengan mata yang berkaca-kaca.

Nasib beruntung juga dialami Nakrib. Nyawanya masih selamat dari terjangan banjir.  Saat diajak berbincang, kondisi psikisnya masih trauma. Lansia berumur 71 tahun itu lebih banyak diam. Di tubuhnya juga terdapat beberapa luka kecil. Kepalanya diperban.

Nakrib seperti orang yang sedang hilang semangat dalam hidupnya. Apalagi, harta benda dan rumahnya yang bertingkat dua juga hilang disapu air bah. Tetapi rasa sedihnya itu, dia tutupi dengan senyumannya. Perlahan dia mulai mencoba mengingat-ingat kejadian saat banjir bandang datang. “Saat itu saya berada di lantai dua rumah, tapi lupa sedang apa,” katanya.

Sekitar Kamis (4/11/2021) sore, tiba-tiba bencana banjir bandang datang ke rumahnya dengan cepat. Nakrib panik, tembok rumah roboh, atap ambruk. Dia lalu segera mencari sesuatu benda apapun yang dapat menyelamatkannya agar tidak tenggelam. Untungnya keajaiban pun menyelamatkan dirinya dengan menaikkan bongkahan dari rangka atap rumahnya yang tidak ikut terbawa arus.

“Ini ada luka di kepala saya kena tembok, ya genteng, panik saya saat itu,” katanya.

Perlu waktu sekitar satu jam lebih untuk menunggu banjir surut. Dia selamat dari kubangan lumpur setelah ditolong warga. Kini, karena rumahnya rusak, dia menumpang tinggal di rumah milik anaknya yang ada di Desa Gunungsari. Sebelumnya, dia memang tinggal di rumahnya sendirian. Istrinya sudah meninggal pada 2012 lalu.

Mata pencahariannya sehari-hari sebagai petani tanaman hias harus terhenti sejenak. Dia hanya berharap nantinya dapat memiliki rumah di tempat yang lebih aman. “Ya semoga ada bantuan mungkin dari pemerintah, saya juga sudah tua,” katanya. (Nugraha Perdana, Anugrah Budiamin/abm/rmc/bas)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya