RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Normalisasi Sungai Beringin masih menunggu pembebasan lahan. Sejauh ini pembebasan yang dilakukan Pemkot Semarang masih menyisakan 15 bidang. Tidak ingin berlarut-larut, melalui Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Pemkot Semarang menargetkan Januari 2020 pembebasan lahan clear.
Plt Kepala DPU Kota Semarang Sih Rianung mengatakan, 15 bidang tersebut dimiliki tiga pihak. Selama ini belum bisa dilakukan pembayaran ganti lahan karena terkendala alas hak (salah satu syarat untuk mengajukan permohonan hak atas tanah, Red).
“Sisa bidang yang belum terselesaikan itu memang tidak bermasalah. Hanya saja, warga belum menunjukkan alas haknya,” tegas Rianung kepada RADARSEMARANG.COM, Senin (4/11).

Rianung optimistis mampu menuntaskan persoalan pembebasan lahan tersebut pada Januari 2020. Pihaknya juga telah mengalokasikan anggaran pembebasan pada APBD murni 2020. “Saya akan konsentrasi melanjutkan proses pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Beringin. Target saya Januari clear,” tandasnya.
Jika memang sampai batas target warga tersebut tidak bisa menunjukkan alas hak, maka akan dilakukan konsinyasi.
Diakui Rianung, normalisasi menjadi satu satunya solusi untuk membebaskan wilayah Mangkang dan sekitarnya dari banjir, yang disebabkan meluapkan Sungai Beringin. Mengingat kondisi aliran sungai sudah tidak ideal. Terjadi bottleneck ke arah muara.
Disinggung antisipasi sebelum normalisasi, mengingat akan memasuki musim penghujan? Pihaknya telah melakukan pengerukan di titik muara. Menyiapkan karung-karung pasir dan trucuk bambu. “Di pojok bagian muara sudah kami dalamkan. Tapi satu-satunya jalan memang normalisasi. Kami segera selesaikan yang menjadi tupoksi kami (pembebasan lahan),” tandas Rianung.
Ketua DPRD Kota Semarang Kadarlusman menyatakan, pembebasan lahan Sungai Beringin menjadi prioritas. Sebab, sudah lama terkatung-katung. “Selama ini kami sudah kejar-kejar (penyelesaian pembebasan lahan). Sebetulnya hanya terkendala beberapa bidang saja. Bidang tersebut milik PT. Selama ini beralasan kesulitan mencari sertifikat atau bukti kepemilikan,” kata Politisi PDI Perjuangan itu.
Diakui Pilus –sapaan akrabnya, kondisi tersebut mengganjal proyek normalisasi. Warga pun yang terkena dampaknya ketika musim hujan. Dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil tim pembebasan lahan, BPN, dan PT pemilik lahan. Untuk mencari jalan keluar ketika sampai waktu yang ditentukan tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan. “Kami akan panggil semua pihak terkait. Apakah ada jalan lain, jika tidak ada bukti kepemilikan. Karena normalisasi sungai harus segera dilakukan. Agar warga tidak menjadi korban,” tegas Pilus.
Pilus menambahkan, selama ini telah dilakukan pengerukan sedimentasi di aliran Sungai Beringin maupun Sungai Plumbon. “Di daerah Mangkang dan Tugu ini ada dua sungai yang harus dinormalisasi. Yakni, Beringin dan Plumbon. Selama ini sudah melakukan pengerukan sedimentasi dan pulau-pulau sungai. Bahkan sampai sekarang belum selesai. Alat berat standby di sana terus,” tandasnya.
Seperti diberitakan kemarin, memasuki musim penghujan, bencana banjir mulai menghantui warga di kanan-kiri aliran Sungai Beringin, Semarang. Sungai yang membentang dari wilayah Mijen hingga ke laut Jawa sepanjang kurang lebih 20,86 km itu memang rawan meluap. Hampir setiap musim penghujan, sungai selalu murka. Apalagi jika curah hujan tinggi, membuat debit air melimpas hingga menjebolkan tanggul. Misalnya, di Jalan Kuda Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, dan Kelurahan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu. Imbasnya membuat ratusan rumah warga tergenang.
Data RADARSEMARANG.COM, pada November hingga Desember 2018 lalu, beberapa kali sungai ini tak sanggup menahan debit air yang tinggi. Selain karena tumpukan sampah, sungai juga mengalami sedimentasi tinggi. Aliran sungai menyempit dan tidak lancar. Tangul di kanan-kiri sungai juga rawan jebol.
“Ketar-ketir kalau musim hujan. Apalagi kalau hujan deras sampai dua jam lebih, pasti sungai itu meluap. Ditambah kalau daerah atas juga hujan secara bersamaan,” kata Romadhon, warga RT 3 RW III Kelurahan Mangkang Wetan.
Tahun lalu, dalam sebulan sedikitnya dua sampai tiga kali rumahnya terendam banjir akibat jebolnya tanggul Sungai Beringin. Banjir setinggi 50 sentimeter hingga satu meter masuk ke rumahnya. Kebetulan rumah pria berusia 36 tahun ini hanya berjarak 10 meter dari bibir Sungai Beringin. “Kalau hujan, barang-barang berharga dimasukkan ke loteng, motor diungsikan agar kalau air datang sudah siap. Biasanya kalau banjir juga menyisakan lumpur,” tuturnya.
Kekhawatiran serupa disampaikan Munandiroh, warga Mangkang Wetan RT 5 RW 3. Dekatnya jarak rumah dengan tanggul, membuat dirinya selalu waswas setiap kali hujan deras mengguyur. “Jarak rumah saya dengan tanggul hanya sejengkal. Kalau sungai meluap, rumah saya pasti kebanjiran,” katanya.
Karena itu, ia berharap pemerintah segera melakukan normalisasi Sungai Beringin “Harus segera dinormalisasi, khawatir tanggul kembali jebol. Sedimentasi sungai juga sudah parah,” keluh Guru SMP Hasanuddin Semarang ini. (zal/aro)