ASYIK MEMBACA : Dua anak asyik membaca beberapa koleksi milik Rumah Baca Pintar.(ALIEF MAULANA/RADARSEMARANG.COM)
Datangi Taman Baca, Manfaatkan Wifi, Tak Sentuh Buku
Di era digital yang serba instan, beberapa Taman Baca dihadapkan tantangan besar. Banyak Taman Baca yang sekarang sepi pengunjung, karena rendahnya minat baca warganya.
RUMAH Baca Pintar (RBP) di Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Ruangan yang penuh dengan ribuan buku ini, tampak lengang, tak ada yang mengunjungi.
“Kami akui, sekarang mendekatkan anak-anak untuk membaca buku tidak mudah. Apalagi di era sekarang, banyak anak lebih asyik bermain gedgetnya atau nonton TV di rumah. Kalaupun mereka kesini, hanya berniat memanfaatkan layanan Wi-Fi. Mereka kembali sibuk dengan gedgetnya tanpa menyentuh satupun buku,” ujar pengurus RBP, Nur Fina Solawati, saat ditemui RADARSEMARANG.COM.
RBP yang ia dirikan sejak 10 tahun lalu ini, telah memiliki koleksi 11.300 judul buku. Di awal bediri, RBP ramai pengunjung, baik anak-anak maupun para orang tua di sekitar RBP.
“Tahun-tahun awal sangat ramai. Bahkan warga sini banyak mencari buku mengenai resep makanan ataupun soal tanaman. Tetapi semakin kesini, semakin sepi. Mereka yang kesini musiman, kalau ada tugas me-review buku, baru kesini. Selebihnya sepi, hanya beberapa anak saja,” terang Fina.
Untuk meningkatkan minat baca anak-anak, Fina sebenarnya dibantu relawan lain. Kerap kali membuat program-program menarik, terutama pada bulan Ramadan, setiap sore ada sesi bercerita, sharing, dan bermain dengan permainan tradisional.
“Bagaimanapun caranya, kami membuat program yang lebih menarik dari gedget dan acara TV. Pokoknya jangan sampai, RBP ini sepi dan akhirnya tutup. Kami berkomitmen agar anak-anak suka baca. Kami terus mencari ide kreatif yang menarik minat anak-anak agar tidak meninggalkan kebiasaan membaca,” imbuhnya.
Hal yang sama juga dirasakan Taman Baca Alhikmah (TBA), di Tangkil Kulon, Kabupaten Pekalongan. Bahkan lebih parah, karena sudah beberapa bulan terakhir tidak dibuka, kondisinya juga kurang terawat.
TBA ini berada dalam satu kompleks dengan Yayasan Alhikmah. Ada sekolah PAUD hingga MTs. Biasanya, taman baca tersebut, lebih banyak dimanfaatkan peserta didik Alhikmah dibanding masyarakat sekitar.
Dikatakan Nur Aniyah, pengurus setempat, sudah beberapa bulan Taman Baca Alhikmah tidak dibuka, lantaran sepi. Lengkap sudah dengan posisi taman baca yang berada di sudut kompleks Alhikmah, membuat masyarakat enggan berkunjung.
“Tadinya taman baca ini di depan kompleks, tapi ruangannya sekarang dijadikan laboratorium komputer, sehingga dipindah ke belakang. Tadinya target kami untuk orang tua murid yang sedang menunggu anaknya, sambil membaca buku. Tetapi malah sekarang banyak yang tidak mau, karena malas dan jauh,” terang Aniyah.
Dibanding dengan RBP, kondisi TBA lebih tak terurus. Banyak buku yang usang, kardus berisi peralatan sekolah berserakan di dalam. Selain itu, meja untuk membaca yang disediakan hanya terbuat dari triplek seadanya.
“Mengajak masyarakat untuk membaca memang sulit. Yang sekolah saja kalau tidak ada dorongan dari guru, tidak mau. Sedangkan masyarakat lebih sulit, karena waktunya banyak diisi dengan keperluan rumah tangga. Mereka lebih tertarik membaca lewat gedget, walaupun yang dibaca belum tentu hal bermanfaat dan menambah pengetahuan,” imbuh Aniyah.
Aniyah mengatakan, TBA sudah lama mewacanakan digitalisasi koleksi buku yang jumlahnya ribuan tersebut. Namun untuk memulai program tersebut, terkendal jumlah SDM.
“Kalau dibilang jalan di tempat ya memang. Sejak 9 tahun dibentuk, banyak program yang tidak jalan. Menarik minat orang untuk membaca makin susah. Dibuka maupun tidak, juga sepi. Kini kami tidak berharap banyak masyarakat mau datang kesini. Terpenting, bisa dimanfaatkan oleh peserta didik di yayasan ini,” tandasnya. (alf/ida)