RADARSEMARANG.COM, SEJAK empat tahun terakhir, pesanan produksi jaran kepang kini mengalir deras. Bahkan, Supri Wanto warga Kembang Dlimoyo Kecamatan Ngadirejo merasa kuwalahan memenuhi permintaan dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri.
“Pesanan sangat banyak. Sedangkan saya hanya mengerjakan secara manual. Makanya, saya sering kuwalahan menerima pesanan,” ungkapnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Dirinya pun harus mempekerjakan masyarakat sekitar untuk membantunya memproduksi jaran kepang. “Saya perbantukan tetangga-tetangga sekitar rumah. Ada tiga orang yang membantu mengerjakan finishing. Tiga orang lainnya dari asal kampung saya dari Kecamatan Jumo, bertugas mencari bambu dan membuat anyaman,” terangnya.
Pria 33 tahun ini mengaku produksi jaran kepang tersebut memang warisan yang sudah turun temurun dari kakeknya. “Dulu kakek saya yang memulai memproduksi jaran kepang, sejak tahum 1931. Tapi hanya untuk pribadi. Kemudian diteruskan bapak saya pada tahun 1971. Selanjutnya pada tahun 2011, saya berdiri sendiri, karena bapak saya telah meninggal,” bebernya.
Ayah dari Juansah Denandra Pambudi tersebut mengaku setiap bulannya dia mampu memproduksi jaran kepang sebanyak 34 biji dengan omzet kurang lebih Rp 10 sampai Rp 15 juta. Harga jaran kepang karyanya, dibandrol berbeda-beda sesuai dengan kualitas dan bahannya.
“Harga per unit berbeda-beda, tergantung bakai rambut apa. Kalau pakai rambut sapi, harganya Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per bijinya. Sedangkan kalau pakai ekor kuda, harganya Rp 500 sampai Rp 1 juta. Itupun masih tergantung warna rambutnya, yang paling mahal ya rambut putih,” tuturnya.
Untuk mendapatkan bahan baku berupa ekor jaran, pria yang akrab disapa Gus Pri ini mengaku harus mendatangkan langsung dari Sulawesi dan Sumbawa. “Repotnya kalau keserang dari Jawa Timur dan Bali, kita itu kalah. Kalah modal tentunya, karena mereka punya modal besar,” ucapnya.
Sedangkan untuk mendapatkan bahan baku anyaman kepang, dia mehgambilnya langsung dari kampung halamannya di Kecamatan Jumo. “Karena di sana tekstur tanahnya merah, kadar airnya sedikit dan jauh dari perairan, sehingga kualitas bambunya bagus. Kalau pohon bambu dekat dengan air, itu mudah rusak,” bebernya.
Ketua Pembina Paguyuban Jaran Kepang Temanggung itu juga meyakini bahwa prospek sentra jaran kepang di Temanggung sebenarnya sangat menjanjikan. Pasalnya pemerintah sendiri khususnya Pemkab Temanggung sedang gencar-gencarnya menggaungkan kesenian jaran kepang.
“Saya yakin prospek ke depan bagus. Karena jaran kepang saat ini tidak hanya buat kesenian, tapi digunakan sebagai hiasan di rumah-rumah warga,” ujarnya.
Menurutnya, jaran kepang asli Temanggung berbeda dengan jaran kepang daerah lain. Keunggulannya, anyaman jaran kepang Temanggung lebih kenceng. Dari sisi model, kaki kudanya yang satu mengangkat, penggambaran seorang prajurit yang siap berperang. Ini beda dengan yang lainnya. “Sedangkan perbedaan jaran kepang saya dengan yang lain itu di warna. Produksi jaran kepang milik kami, warnanya lebih cerah dan variatif. Bahkan, akhir-akhir ini, saya lebih mengombinasikan juga ke ukiran,” terangnya.
Sementa salah seorang pembuat jaran kepang lainnya, Suraji, 40, warga Bondalem Kecamatan Jumo mengaku, bulan Agustus adalah bulan yang selalu dinanti-nantikan. Bulan ini, banyak mendapatkan pesanan. “Kalau bulan Agustus banyak pesanan buat pentas seni maupun karnaval,” bebernya.
Pria yang juga memproduksi jaran kepang mainan anak-anak ini mengaku bahwa setiap bulannya bisa memiliki omzet lumayan. “Saya biasanya jual jaran kepang untuk anak-anak. Per bijinya Rp 25 ribu sampai Rp 100 ribu. Sedangkan untuk dewasa harganya Rp 200 ribu sampai Rp 1 juta per bijinya,” akunya.
Ke depan, diakuinya, prospek kuda lumping sangatlah bagus. Penjualannya kini sudah merambah seluruh Indonesia bahkan sudah banyak yang sampai manca negara. “Yang pasti akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pengangguran, utamanya membantu ibu-ibu rumah tangga,” tandasnya. (tbh/ida)