RADARSEMARANG.COM, SEDIKITNYA 60 bangunan di Kampung Pleburan Barat RT 9 RW 2, Kelurahan Pleburan, Kecamatan Semarang Selatan sudah mulai dibongkar. Atap dan tembok mulai dirobohkan. Di antaranya bangunan yang digunakan untuk tempat usaha Arjuna Tailor, penjualan obat kuat, barber corner, rumah game, dan penjahit Sarinah.
Sedangkan fasilitas umum dan tempat ibadah yang juga terdampak proyek pelebaran Jalan Sriwijaya adalah pos kampling Pleburan RT 9 RW 2, balai RT 9 RW 2, lapangan bola volly, serta pagar dan teras belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kertanegara, serta Musala Al-Ikhlas.
Saat ditemui koran ini, sejumlah warga setempat sebenarnya menolak proyek pelebaran jalan tersebut. Sebab, ganti rugi yang diberikan jauh dari harapan warga.
“Warga menolak pelebaran Jalan Sriwijaya, apalagi ganti rugi ndak mencukupi buat beli rumah ataupun lahan baru. Nantinya saluran mau ditutup. Padahal di Jalan Veteran saja, begitu salurannya ditutup, kampung sekitarnya malah banjir. Jangan-jangan nanti di sini juga begitu,”kata Kuswanto didampingi puluhan warga yang mengaku tinggal di kampung tersebut sejak 1986.
Menurutnya, pembongkaran bangunan rumah warga dinilai terlalu buru-buru. Sebab, belum ada pemberitahuan pembongkaran, namun warga sudah ketakutan sehingga pindah dan bongkar-bongkar sendiri.
Dikatakan warga lainnya, ganti rugi dari pemkot dinilai tidak sesuai. Untuk membeli rumah layak huni, tidak cukup. “Cuma dapat Rp 50 juta nggak cukup buat beli rumah. Kalau dapat tanah, sama saja ndak bisa dibangun rumah. Kalau pemberitahuan pengosongan memang sudah diterima warga pada akhir Juni 2019, tapi untuk pengosongan, bukan pembongkaran,”tegas warga tersebut.
Hingga saat ini, masih ada 10 rumah yang belum dibongkar. Bahkan sebagian masih dihuni, sekalipun rumah sudah dirobohkan. Warga yang pindah, kebanyakan kontrak, karena uang yang diberikan pemerintah terlalu sedikit.
“Pindahnya kebanyakan kontrak, di sini (Peburan Barat). Kami bukan warga mampu,”katanya.
Warga lain, Suwanto dan Nuryanto, menyampaikan terkait wacana pelebaran jalan sudah ada setahun lalu. Di kampung itu, sepengetahuannya ada 70 KK bakal tergusur, dengan jumlah rumah 60 unit. Atas pembongkaran itu, ia masih bertahan, sekalipun ke depannya akan pindah ke Mijen dan rumah anaknya di Jatibarang
“Pembongkaran ini inisiatif warga sendiri. Kalau uang ganti rugi tergantung luas bangunan dan tanah. Kalau pembongkarannya ndak dikasih tambahan uang, yang dapat cuma yang langsung dari PU (Pekerjaan Umum) yang memberikan,”imbuhnya.
Sekuriti Yayasan Bernardus Polteka Mangunwijaya Slamet mengaku, tempat kerjanya tidak terkena pelebaran jalan. Hanya saja bagian teras dan pagar belakang gereja terdampak pelebaran jalan. (jks/aro)