RADARSEMARANG.COM, SEMARANG–Pemkot Semarang diminta untuk memikirkan nasib para Wanita Pekerja Seks (WPS) lokalisasi Sunan Kuning pasca dilakukan penutupan. Hal itu disuarakan oleh beberapa WPS Sunan Kuning yang khawatir akan nasib hidupnya di sela-sela verifikasi dan validasi data WPS di Balai RW 4 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, Kamis (15/8).
DA, 28, WPS asal Kabupaten Temanggung mengatakan, dirinya masih belum memikirkan apa yang akan dilakukan pasca penutupan lokalisasi Sunan Kuning. “Belum tahu mau bekerja apa?” ujarnya dengan wajah bingung.
Hal serupa juga diutarakan oleh HC, 32. Ia yang sudah 3 tahun berprofesi sebagai WPS juga masih kebingungan pasca penutupan mau bekerja di mana? Karenanya, ia berharap Pemkot Semarang ikut memikirkan hal tersebut. Apalagi dari pekerjaannya di Sunan Kuning, dalam semalam ia bisa mengantongi penghasilan sampai Rp 1 juta. “Jangan asal ditutup lalu kami ini mau bekerja apa? Tolong dipikirkan,” ujarnya.
Apalagi saat ini dirinya sudah memiliki tanggungan keluarga. “Keluarga di kampung menggantungkan hidup dari saya, lha kalau saya menganggur bagaimana?” katanya setengah bertanya.
Hal senada diungkapkan FT, 30, WPS asal Kabupaten Tegal. Dalam semalam, ia mengaku penghasilannya bisa mencapai Rp 1,5 juta. Tentunya penghasilan tersebut tidaklah sedikit. “Lha nanti dengan tali asih saja apa cukup untuk membuka usaha,” ujarnya.
Ketika ditanya soal besaran tali asih, dirinya belum bisa menyebutkan. “Kabarnya ada Rp 10 juta per orang, ada yang bilang Rp 5 juta. Kami hanya diminta buat rekening,” tuturnya.
Sampai saat ini sosialisasi penutupan lokalisasi Sunan Kuning terus dilakukan oleh Pemkot Semarang. Tahapan penutupan saat ini yaitu masih dalam validasi dan dan verifikasi WPS Sunan Kuning.
Direncanakan lokalisasi Sunan Kuning dan Gambilangu (GBL) akan ditutup akhir Agustus ini oleh Pemkot Semarang. Sejumlah tahapan juga masih terkendala. Seperti soal data WPS, yang masih ada ketidaksinkronan jumlah WPS versi pengelola lokalisasi dengan Dinas Sosial Kota Semarang. Selain itu, para WPS juga masih mempertanyakan kapan uang tali asih tersebut akan diberikan.
Pasalnya, beberapa dari mereka sudah membuat rekening di Bank Jateng sesuai arahan Pemkot Semarang. Selain itu juga sudah menyetorkan KTA dan identitas lengkap.
Informasi yang beredar di kalangan para WPS, tali asih sebesar Rp 10,5 juta bersumber dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan Pemkot Semarang. Namun, dalam sosialisasi kali ini, Dinsos menyampaikan dana tali asih yang diberikan sebesar Rp 5 juta.
Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Kota Semarang Tri Waluyo mengatakan, sebenarnya Dinsos sudah melakukan pendataan WPS sejak 2017 silam, bersamaan dengan pelatihan yang diadakan.
Sehingga pihaknya sudah memiliki kelengkapan data, dari KTP, foto, hingga alamat lengkap para WPS. Kemudian, verifikasi dan validasi data dilakukan mulai Juli hingga Agustus ini. Namun, hingga kini pendataan belum kunjung usai lantaran setiap melakukan verifikasi dan validasi, tidak semua WPS hadir. Hal itu membuat adanya ketidaksinkronan data yang dimiliki pengelola dan Dinsos Kota Semarang.
“Kami selalu berkirim surat kepada pengelola saat melakukan berbagai kegiatan, termasuk pendataan dan validasi. Kami minta seluruh WPS hadir saat pendataan. Nyatanya, tidak semua hadir,” kata Tri.
Dia menegaskan, pendataan kali ini merupakan pendataan yang terakhir. Dari hasil pendataan terakhir, terdapat 441 WPS. Jumlah tersebut yang akan diusulkan kepada Wali Kota Semarang terkait pemberian tali asih. “Tadi sudah komit, disaksikan tim verifikasi bansos, ada Polrestabes, Kodim, Inspektorat, kemudian DPKAD dan Satpol PP. Harusnya ini yang terakhir,” tuturnya.
Terkait isu besaran tali asih Rp 10,5 juta, ia menampik. Menurutnya, selama ini pihaknya belum pernah membeberkan jumlah nominalnya. Seperti diketahui, anggaran dana tali asih bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019. Sementara saat ini hasil APBD-P baru diserahkan ke Gubernur Jawa Tengah untuk dilakukan evaluasi. “Saya belum bisa matur besaran dana tali asih karena ini masih proses. Kami tunggu dulu hasilnya,” katanya.
Kepala Satpol PP Fajar Purwoto menambahkan. jika dirinya akan melakukan pengawalan terhadap proses penutupan dua lokalisasi di Kota Semarang itu. “Kita tetap akan melakukan pengawalan, baik pra penutupan sampai pasca penutupan,” kata Fajar.
Pasca penutupan nanti, pihaknya juga akan menyiagakan petugas dari Satpol PP Kota Semarang untuk berjaga ketat di dua lokalisasi tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI Juliari P Batubara mengatakan, jika pemerintah harus memperhatikan kehidupan dari WPS sebelum ditutup. Misalnya, nasib para WPS setelah dilakukan penutupan, hingga masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari lokalisasi.
“Ya jangan langsung ditutup, harus dipikirkan dampaknya jika ditutup. Misalnya, WPS mau bekerja apa? Jangan nanti malah menambah masalah,” katanya saat ditemui Kamis (15/8) kemarin.
Munurut pria yang akrab disapa Ari ini, penutupan lokalisasi harus memikirkan dampak sosial. SK misalnya, ada ribuan orang yang mencari nafkah seperti laundry, toko kelontong dan sebagainya. Termasuk para WPS jika memang SK dan GBL akan dilakukan penutupan.
“WPS di sana kan manusia, harus dipikirkan juga. Siapa sih yang mau atau punya cita-cita jadi WPS? Jangan asal ditutup. Suka nggak suka, mereka juga punya anak, menafkahi anak dengan keluarganya, ini juga harus dipikirkan,” tuturnya. (ewb/den/aro)